03 April 2025

Get In Touch

Demo Pegawai KemendiktiSaintek, Pakar Komunikasi Politik UB Malang: Soal Budaya Organisasi dan Adaptasi Pemimpin Baru

Pakar Komunikasi Politik UB, Prof. Anang Sujoko. (foto:ist/dok)
Pakar Komunikasi Politik UB, Prof. Anang Sujoko. (foto:ist/dok)

MALANG (Lenteratoday) - Aksi demo ratusan pegawai Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (KemendiktiSaintek) yang berlangsung pada, Senin(20/1/2025) menjadi sorotan publik.

Pakar Komunikasi Politik Universitas Brawijaya (UB), Prof. Anang Sujoko, S.Sos, M.Si, D.COMM menilai konflik tersebut tak lepas dari pentingnya pemahaman budaya organisasi dan adaptasi pemimpin baru, dalam menghadapi dinamika internal kementerian.

Menurutnya kegagalan memahami budaya yang sudah lama eksis, dapat memicu gesekan yang berujung pada ketegangan, seperti aksi demonstrasi yang terjadi baru-baru ini.

"Seorang pemimpin baru terutama yang sebelumnya tidak dari lingkungan itu, yang pertama dipelajari adalah masalah budaya organisasi. Sebaik apapun value yang dimiliki pemimpin tapi ketika gak paham budaya organisasi yang eksisting, maka akan jadi problem," ujar Anang, Sabtu(25/1/2025).

Anang menyebutkan meskipun sebelumnya para menteri Prabowo telah menerima pembekalan, yang dilaksanakan setelah pelantikan di Magelang beberapa waktu lalu. Namun, ia tidak mengetahui secara pasti apakah pembekalan tersebut telah mencakup materi adaptasi terhadap budaya organisasi.

"Bagaimana mengarahkan ketika gak memahami budaya seperti biasanya, itu akan memunculkan culture shock yang kemudian pegawai atau bawahannya di dalam merasa terganggu. Itu wajar terjadi, tapi saya gak tahu apakah di pembekalan itu menteri dibekali materi terkait adaptasi budaya baru dalam organisasi," katanya.

Ia menjelaskan ada tradisi atau kebiasaan tertentu di suatu organisasi yang dianggap wajar oleh pegawai lama, namun belum tentu dipahami oleh pemimpin baru.

Menurutnya, proses adaptasi yang tidak berjalan dengan baik juga dapat memunculkan gesekan antara pemimpin dan bawahan. Anang juga menekankan pentingnya pemimpin untuk memahami kondisi bawahan sebelum melakukan perubahan.

"Perubahan tidak bisa dilakukan secara drastis. Pemimpin harus tahu dulu situasi di bawah seperti apa, baru melakukan perubahan perlahan-lahan," tambah Anang.

Lebih lanjut, Anang juga menjelaskan, pemecahan 1 kementerian menjadi 3 kementerian baru di era Presiden Prabowo Subianto, yakni Kemendikdasmen, KemendiktiSaintek, dan Kementerian Kebudayaan juga dinilai menjadi salah satu faktor yang memengaruhi dinamika di internal kementerian.

"Selama ini di Kemendikbudristekdikti sudah terbentuk budaya baru. Ketika dipecah jadi tiga kementerian, pegawai yang dipindah ke kementerian baru mungkin merasa kesejahteraannya berkurang. Biasanya, problem utama ada di situ," ungkapnya.

Ia menambahkan hal ini yang kemudian diduga memunculkan aksi demontrasi tersebut, yakni adanya rasa terancam akibat mutasi atau perubahan jabatan juga dapat memicu reaksi berlebihan dari pegawai.

"Kalau merasa terancam akan dimutasi, hal kecil bisa menjadi besar. Apalagi jika orang itu punya massa. Konflik seperti ini sering kali muncul karena adanya ancaman, baik secara psikologis maupun ekonomi," jelas Anang.

Demo yang dilakukan pegawai KemendiktiSaintek, menurut Anang mencerminkan konflik internal yang sudah lama tidak ditangani dengan baik. Ia juga menilai divisi kehumasan kementerian kurang cepat merespons situasi tersebut.

"Kalau humas bergerak cepat, harusnya masalah ini bisa dimediasi lebih awal, sehingga tidak memuncak menjadi aksi demo," katanya.

Anang mengingatkan masalah internal seperti ini dapat berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap kementerian.

"Selama media meliput dan menyampaikan informasi ini, pasti ada dampaknya. Publik bisa berpikir, bagaimana kementerian ini bisa mengelola pendidikan tinggi kalau internalnya saja kacau," pungkasnya.

Reporter: Santi Wahyu/Editor: Ais

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.