03 April 2025

Get In Touch

Praperadilan Hasto Kandas, Hakim Nyatakan Penetapan Tersangka KPK Sah

Hakim Tunggal Djuyamto dalam sidang putusan praperadilan Hasto Kristiyanto di PN Jaksel, Kamis (13/2/2025). Foto/VOI
Hakim Tunggal Djuyamto dalam sidang putusan praperadilan Hasto Kristiyanto di PN Jaksel, Kamis (13/2/2025). Foto/VOI

JAKARTA (Lentera) - Harapan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto terbebas dari status tersangka kandas. Gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas penetapannya sebagai tersangka tidak membuahkan hasil. Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Djuyamto dalam putusannya menyatakan tidak menerima gugatan Hasto.

 

“Menyatakan bahwa permohonan oleh pemohon kabur atau tidak jelas (Obscuur libel). Permohonan pemohon tidak dapat diterima,” kata Djuyamto membacakan amar putusan, Kamis (13/2/2025).

 

Hakim dalam pertimbangannya menyatakan bahwa nota keberatan atau eksepsi yang disampaikan tim kuasa hukum Hasto bahwa KPK tidak memiliki wewenang serta materi surat gugatan tidak jelas (obscuur libel) dan tidak beralasan hukum. Menurut hakim penetapan tersangka Hasto oleh KPK telah sesuai prosedur.

 

Hasto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus suap pergantian PAW anggota DPR RI periode 2019-2024 yang juga eks kader PDIP Harun Masiku. Kasus tersebut juga melibatkan eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI saat itu, Wahyu Setiawan.

 

Dalam perkembangannya, penyidik KPK pada 24 Desember 2024 lalu menetapkan dua tersangka baru terkait kasus Harun Masiku, yakni Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (HK) serta advokat PDIP Donny Tri Istiqomah (DTI). Atas penetapan itu, Hasto mengajukan praperadilan yang didaftarkan pada 10 Januari 2025.

 

Kekecewaan Kubu Hasto

 

Merespons putusan itu, Ketua Tim Kuasa Hukum Hasto, Todung Mulya Lubis meluapkan kekecewaannya. Dia menilai putusan hakim tunggal Djuyamto tidak disertai dengan suatu pertimbangan hukum dengan legal reasoning. Hal ini dimaksudkan agar dapat meyakinkan Tim Kuasa Hukum bahwa permohonan praperadilan tersebut tidak diterima.

 

“Untuk saya ini adalah miscarriage of justice,” jelas Todung.

 

 

Miscarriage of justice merupakan istilah yang merujuk pada putusan pengadilan yang salah atau keliru. Kondisi tersebut dapat terjadi Ketika seseorang dihukum oleh pengadilan atas kejahatan yang tidak dilakukannya.

 

Anggota tim kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail menambahkan tim kuasa hukum tidak memiliki intervensi sama sekali dan murni menyatakan Hasto tidak berkaitan dengan kasus Harun Masiku. Sebaliknya Maqdir malah mempertanyakan landasan hukum terkait larangan orang menguji dua penetapan tersangka dalam satu permohonan.

 

“Enggak ada landasan hukum apapun itu,” kata Maqdir.

 

Ia menjabarkan, dalam praktik hukum pidana normal, dikenal secara teoritis dengan penggabungan perkara. Terdapat kumulasi subjektif dan kumulasi objektif. Hal menandakan seharusnya permohonan praperadilan yang dimohonkan Hasto dikarenakan bukti kabur tidak dijadikan sebagai landasan dasar.

 

“Permohonan ini kalau memang tidak dapat diterima karena alat bukti tidak cukup. Saya kira harusnya itu yang jadi dasar dalam pertimbangan-pertimbangan,” jelasnya.

 

Selain itu, Maqdir juga menilai bahwa bukti permulaan harus memiliki dasar substantif dan merupakan delik inti. Dasar tersebut barulah menjadi alasan yang bisa diterima oleh Tim Kuasa Hukum Hasto. Pengacara senior ini lebih lanjut menilai persidangan yang terjadi hari ini bentuk pelecehan baru terhadap proses peradilan. Pelecehan ini dikarenakan bukti permulaan yang dinilai tidak cukup oleh pihaknya.

 

“Ini berdasarkan bukti-bukti yang lain. Tidak ada sangkut pautnya dengan kasus yang disangkakan. Ini ambigu. Ini adalah bentuk pembodohan baru,” tutupnya.

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.