03 April 2025

Get In Touch

Perjalanan Panjang Menuju Pembongkaran Total Pasar Besar Malang

MALANG (Lentera) – Dinamika proyek revitalisasi Pasar Besar Malang telah menjadi pembahasan panjang yang melibatkan berbagai pihak. Meskipun Pemkot Malang mengklaim mayoritas pedagang telah menyetujui pembongkaran total, faktanya masih ada sekelompok pedagang yang tetap menolak.

Perbedaan pandangan ini membuat rencana pembangunan ulang pasar yang sudah diinisiasi bertahun-tahun lalu tak kunjung terealisasi.

Beda Pendapat Organisasi Pedagang

Melihat kondisi yang semakin tak layak, Pemkot Malang terus mengupayakan revitalisasi. Hingga pada 28 Januari 2025 lalu, Pemkot mengklaim 85 persen pedagang telah menyetujui pembongkaran total Pasar Besar.

Kesepakatan ini disahkan melalui penandatanganan perjanjian antara Pemkot, DPRD, dan perwakilan paguyuban pedagang.

“Salah satu poin utama dalam kesepakatan tersebut adalah jaminan tidak akan ada biaya relokasi bagi pedagang serta tidak ada pengurangan atau penambahan jumlah kios. Semuanya sama seperti eksisting,” ujar Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskopindag) Kota Malang, Eko Sri Yuliadi.

Dalam penandatanganan kesepakatan tersebut, Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Besar Malang (P3BM), Rif’an, menyambut baik keputusan ini, asalkan pemerintah tidak melanggar janji yang telah disepakati. “Lantai dasar dan lantai satu tidak boleh ada tambahan bedak maupun pengurangan luasan bedak. Itu yang paling penting,” katanya.

Hal senada juga dituturkan oleh Wakil Ketua Himpunan Pedagang Pasar Malang (Hippama), Muhammad Sultan Akbar. “Hippama juga menyetujui pembongkaran total karena bangunan di bagian tengah hingga belakang sudah sangat memprihatinkan. Kami setuju pembangunan total dilakukan,” ujarnya.

Namun, sehari setelah kesepakatan tersebut dilakukan, Humas Hippama, Agus Priambodo, menyatakan sikap berlawanan. Ia menolak pembongkaran total dan menghendaki perbaikan secara keseluruhan.

Menurutnya, perbaikan total mengacu pada hasil uji forensik dari ITS pada 2019 yang menyatakan bangunan pasar tersebut masih layak.

“Kami mengacu pada uji forensik dari Institur Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Di situ disebutkan bangunan Pasar Besar Malang masih layak. Jadi kami menilai yang diperlukan hanya perbaikan total saja, bukan pembongkaran,” ujar Agus saat dihubungi Lenteratoday beberapa waktu lalu.

Tak hanya lisan, penolakan Hippama ini juga diekspresikan melalui unggahan di media sosial instagram, hippama.malang. Dengan lebih dari 741 unggahan yang berisi kampanye menolak pembongkaran total dan mendukung perbaikan pasar.

Agus juga mengungkapkan fakta baru, Muhammad Sultan Akbar sudah tidak lagi menjabat sebagai Wakil Ketua Hippama sejak 21 Januari 2025, sehingga pernyataannya dianggap tidak mewakili organisasi.

Diketahui, sejak 2023, Pemkot Malang telah berupaya menjemput anggaran dari pemerintah pusat. Terlebih setelah dikantonginya pemutusan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan PT Matahari Dept Store, yang memperlebar peluang untuk melakukan penanganan Psar Besar Malang.

Namun, sejak saat itu, Hippama menjadi organisasi pedagang PBM yang bersikukuh menolak rencana pembongkaran total pasar tersebut.

Kajian Akademis: Tak Aman

Di tengah perdebatan ini, kajian akademik terbaru dari Teknik Sipil Universitas Brawijaya (UB) menyebutkan struktur bangunan PBM sudah tidak stabil dan tidak aman.

Hal ini disampaikan oleh Ketua Komisi B DPRD Kota Malang, Bayu Rekso Aji, yang menegaskan pasar tersebut memiliki berbagai masalah serius, termasuk potensi banjir dan instalasi listrik yang berisiko bagi pedagang maupun pengunjung. Oleh karena itu, menurutnya, pembongkaran total merupakan opsi terbaik.

“Anggaran yang diusulkan untuk proyek ini mencapai Rp 275 miliar, dengan ketentuan dari pemerintah pusat dana tersebut hanya akan dicairkan jika pasar benar-benar dibangun ulang, bukan hanya direnovasi. Kami juga mengacu pada hasil kajian akademisi dari UB,” tutur Bayu.

Penolakan di kalangan pedagang juga mengundang respon anggota Komisi C DPRD Kota Malang, Arief Wahyudi, yang memperingatkan kesempatan pendanaan ini tidak boleh disia-siakan.

Arief mengingatkan, jika pasar terus dibiarkan dalam kondisi saat ini, tanggung jawab akan jatuh pada Pemkot jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
“Nanti kalau ada apa-apa, pasti yang disalahkan Pemkot. Ini bisa dibilang kesempatan emas, tidak boleh gagal lagi untuk kedua kalinya,” kata Arief.

Menjemput Bantuan Pusat

Sementara itu, Pj Wali Kota Malang, Iwan Kurniawan, menyatakan pada Senin (17/2/2025) ini, Pemkot akan mengirimkan dokumen persyaratan revitalisasi ke Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Provinsi Jawa Timur. Langkah ini merupakan persiapan sebelum pembahasan dalam Rapat Koordinasi Teknis Perencanaan Pembangunan (Rakortekrenbang).

Dalam mengawal realisasi ini, Iwan menjelaskan dokumen Detail Engineering Design (DED) proyek tersebut, telah mencapai 60 persen dan mendapat respons positif dari Deputi Bidang Infrastruktur Bappenas.

“Amdalalin masih dalam proses. Setelah feasibility study (FS) dan DED rampung, baru masuk proses Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Kalau dihitung, ini sudah mencapai 90 persen persyaratan untuk mengajukan ke Kementerian PUPR,” kata Iwan.

Iwan juga menegaskan, komunikasi dengan para pedagang terus dilakukan hingga saat ini. Agar pembongkaran total Pasar Besar Malang segera terealisasi dengan mendapatkan bantuan dari pusat.

“Ada beberapa forum pertemuan, mayoritas pedagang Pasar Besar sudah menyetujui untuk pembangunan pasar tersebut. Tapi ada beberapa pedagang yang memang masih perlu ada komunikasi, lebih intensif, dan kita duduk bareng,” paparnya.

Jika proyek ini berjalan sesuai rencana, Pasar Besar Malang akan dibangun dengan konsep green building. Pj Wali Kota Iwan mengatakan, pasar baru nanti akan memiliki fasilitas yang lebih modern, termasuk akses ramah difabel, musala, klinik, ruang laktasi, dan tempat pembuangan sampah (TPS) basah.

“Dengan desain yang lebih aman dan nyaman, pasar ini diharapkan dapat menjadi pusat perdagangan yang lebih baik bagi pedagang dan pengunjung,” ungkap Pj Iwan.

Mengulik Singkat PBM, dari Bangunan Bersejarah hingga Kondisi Memprihatinkan Saat Ini

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, Pasar Besar Malang (PBM) pertama kali didirikan pada era kolonial Belanda, tahun 1914. Seiring waktu, pasar ini mengalami berbagai perubahan, termasuk renovasi besar pada 1973 yang menjadikannya bangunan bertingkat dua.

Sejarah mencatat, PBM mengalami kebakaran pertama pada 1985 di sisi timur bangunan. Kebakaran besar juga kembali terjadi pada 2003 yang meluluhlantakkan Matahari Department Store, lalu berulang pada 2014 dan 2016, semakin memperburuk kondisi bangunan.

Kini, kondisi pasar semakin memprihatinkan. Banyak bagian bangunan yang mengalami kerusakan, sistem drainase buruk memicu banjir saat hujan, dan instalasi listrik yang tidak tertata dengan baik.

Reporter: Santi Wahyu/Editor:Widyawati

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.