03 April 2025

Get In Touch

Hotel di Kota Malang Terancam Kehilangan Pendapatan, PHRI Minta Solusi ke Dewan dan Pemkot

Ketua PHRI Kota Malang, Agoes Basoeki (Santi/Lenteratoday)
Ketua PHRI Kota Malang, Agoes Basoeki (Santi/Lenteratoday)

MALANG (Lentera) – Kebijakan efisiensi anggaran yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 mulai dirasakan dampaknya oleh industri perhotelan di Kota Malang.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Malang, Agoes Basoeki, mengungkapkan sejumlah hotel terancam kehilangan pendapatan hingga miliaran rupiah. Akibat pembatalan kegiatan Meeting, Incentive, Conference, and Exhibition (MICE) yang sebelumnya menjadi salah satu sumber utama pemasukan.

“Kami ingin mengadakan hearing dengan DPRD dan Pemkot Malang. Karena ada beberapa keluhan mengenai efisiensi. Banyak hotel yang terimbas sehingga revenue hotel kan jelas turun. Event-event yang biasanya diadakan, kegiatan, itu ada pembatalan dan sebagainya,” ujar Agoes, Sabtu (15/3/2025).

Menurut Agoes, sebelum adanya kebijakan efisiensi, hotel-hotel di Kota Malang bisa mengandalkan kegiatan dari instansi pemerintah baik di tingkat kota, provinsi, maupun kementerian. Namun kini, banyak acara yang sebelumnya direncanakan di hotel akhirnya dibatalkan atau dialihkan ke fasilitas pemerintah yang tidak berbayar.

“Teman-teman sudah menghitung transaksinya bahkan diperkirakan miliaran rupiah. Karena yang akan digunakan adalah ruangan-ruangan besar, itu tingkat kementerian,” jelasnya.

Arsip: Kegiatan DPP Partai Gerindra yang diselenggarakan di salah satu hotel Kota Malang pada tahun 2024(Santi/Lenteratoday)
Arsip: Kegiatan DPP Partai Gerindra yang diselenggarakan di salah satu hotel Kota Malang pada tahun 2024(Santi/Lenteratoday)

Dari catatan PHRI Kota Malang, hampir seluruh hotel yang memiliki karakter konvensional dan mengandalkan kegiatan MICE, terdampak cukup signifikan. Hotel kecil masih dapat bertahan dengan mengandalkan tamu individu atau wisatawan.

Ia menambahkan, sebelum adanya efisiensi anggaran, setiap hotel dapat memperoleh sekitar 20-30 persen pendapatan dari kegiatan MICE. Namun kini, kondisi berbanding terbalik. Beberapa hotel bahkan mengaku belum mendapatkan satu pun agenda pertemuan dari instansi pemerintah.

“Kami khawatir, jika kondisi ini terus berlanjut, bisa berdampak pada pengurangan tenaga kerja. Kalau terus tertekan dan tidak ada solusi, kemungkinan itu bisa terjadi,” tutur Agoes.

“Pajak daerah dari hotel juga berkurang karena kami harus menyetor pajak dari pungutan kepada konsumen, tapi kalau pemasukan turun, maka setoran pajak juga menurun,” imbuhnya.

Agoes menyebutkan dampak dari kebijakan efisiensi anggaran mulai terasa pada akhir Februari hingga pertengahan Maret 2025. Beruntung, selama bulan Ramadan, hotel-hotel masih bisa mengandalkan kegiatan buka puasa bersama yang dilakukan oleh masyarakat. Namun, PHRI menekankan industri perhotelan tidak bisa terus-menerus bergantung pada momen musiman seperti ini.

“Efisiensi ini memang tidak bisa dihindari. Tetapi paling tidak kami ingin bisa menyampaikan yang paling tidak bisa sebagai masukan sehingga ada pertimbangan. Harapannya walaupun ada efisiensi tetapi masih ada solusi yang bisa kami diskusikan dan kami ambil,” tutup Agoes.

Reporter: Santi Wahyu|Editor: Arifin BH

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.