Demo Tolak UU TNI di Kota Malang Ricuh, 4 Orang Hilang dan 1 Orang Luka Berat Hingga Ancaman Pembunuhan

MALANG (Lentera) – Aksi demonstrasi menolak Revisi Undang-Undang (UU) TNI di Kota Malang berujung ricuh pada, Minggu(23/3/2025) malam. Bentrokan antara massa aksi dan aparat keamanan mengakibatkan puluhan orang luka-luka, satu di antaranya mengalami luka berat. Hingga intimidasi verbal, yang mengarah pada dugaan pelecehan seksual.
“Dari kejadian ricuh semalam, korban luka sementara yang kami inventarisir ada puluhan, ada 1 yang luka berat atas nama Naufal Helmi dirawat di RSSA. Yang terkonfirmasi ketika kami telusuri bagian rahang dan gigi retak karena dipukul pakai benda tumpul keras,” ujar Koordinator Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pos Malang, Daniel Alexandre Siagian, Senin(24/3/2025).
“Kami juga sudah mengonfirmasi ke teman-teman paramedis jalanan. Berdasarkan pengakuan mereka, posko paramedis ikut diserang, tidak hanya oleh aparat kepolisian, tetapi juga oleh personel TNI. Kejadian itu terjadi sekitar pukul 18.45 WIB,” imbuhnya.
Daniel mengatakan serangan terhadap posko medis juga disertai dengan intimidasi verbal, yang mengarah pada dugaan pelecehan seksual terhadap paramedis perempuan.
“Ada kata-kata yang tidak etis yang disampaikan aparat kepada paramedis perempuan di lokasi,” tambahnya.
Namun, menurut Daniel kondisi yang mencekam saat itu membuat korban kesulitan mengidentifikasi secara pasti siapa pelaku kekerasan seksual tersebut.
“Yang jelas, mereka bisa mengidentifikasi bahwa yang menyerang posko paramedis adalah gabungan aparat kepolisian dan TNI,” tegasnya.
Selain dugaan pelecehan seksual, ancaman kekerasan juga dialami para paramedis di lapangan. Menurutnya, beberapa paramedis mendengar ancaman pembunuhan secara langsung, seperti ‘kon tak pateni’ (kamu saya bunuh, red). Bahkan, ancaman itu ditujukan kepada paramedis yang tidak ikut turun aksi dan hanya berada di sekitar Jalan Kertanegara.
Lebih lanjut, Daniel menyampaikan barang-barang milik paramedis jalanan juga diduga dirusak dan dirampas saat mereka berusaha menyelamatkan diri dari serangan ke posko medis.
Sementara itu, laporan mengenai peserta aksi yang hilang juga mencuat. Daniel menyebutkan, hingga kini terdapat empat orang yang belum ditemukan. “Yang masuk dalam data kami, ada Theodoroc Valentino Hartanto, Ahmad Yusuf, Nino, dan Alif Abdilah. Keempatnya hingga kini belum diketahui keberadaannya,” ungkapnya.
Sementara itu, Kasatreskrim Polresta Malang Kota, Kompol M. Sholeh tidak banyak berkomentar saat disinggung adanya oknum petugas kepolisian yang melakukan dugaan penyerangan tersebut.
“Kami tidak bicara itu. Kami masih bicara berkaitan dengan enam orang massa aksi yang masih diamankan dan diperiksa saat ini,” ungkap Kompol Sholeh.
Diketahui, aksi yang berlangsung sejak pukul 16.00 WIB itu awalnya berjalan damai. Massa aksi, yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat sipil, membawa poster bertuliskan “Orback!”, “No UU TNI”, “Orda Paling Baru”, dan “Kembalikan Militer ke Barak” sebagai bentuk protes terhadap RUU TNI. Mereka menilai RUU tersebut membuka kembali ruang bagi militer untuk terlibat dalam kehidupan sipil.
Namun, situasi berubah drastis setelah waktu berbuka puasa sekitar pukul 18.15 WIB. Sejumlah demonstran mulai membakar ban bekas dan seragam tentara di depan gerbang DPRD Kota Malang. Tak hanya itu, beberapa peserta aksi juga melemparkan bom molotov dan petasan ke arah gedung DPRD, yang akhirnya memicu tindakan represif dari aparat kepolisian.
Reporter: Santi Wahyu/Editor: Ais