02 April 2025

Get In Touch

Memendam Emosi, Bahaya untuk Kesehatan Perempuan!

ilustrasi
ilustrasi

SURABAYA (Lentera) - Adakah di antara kalian yang sering menahan emosi dan memendam kemarahan? Banyak perempuan yang memilih untuk menelan emosi mereka daripada meluapkannya, karena berbagai alasan. Mungkin kamu pernah melakukan hal yang sama.

Meskipun hal ini terkesan lazim dialami oleh banyak perempuan, memendam amarah bisa berdampak buruk pada kesehatan fisik serta mental. Bahkan, dilansir Independent, ada beberapa penyakit yang ternyata berkaitan dengan emosi terpendam ini.

Psikolog Amerika Serikat Dana Jack menelurkan penelitian pada akhir 1980-an yang mengidentifikasi pola pada pasien perempuannya. Pola tersebut adalah kecenderungan untuk self-silencing atau memerintahkan diri sendiri untuk diam; menekan kebutuhannya; menyenangkan orang lain; dan menghindari konflik. Dana Jack pun mengaitkan perilaku tersebut dengan peningkatan risiko depresi.

Studi terbaru dari University of Pittsburgh kemudian mengungkap, amarah yang tertahan dalam tubuh perempuan non-kulit putih (women of colour) punya korelasi dengan 70 persen peningkatan risiko aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah arteri). Ini kemudian meningkatkan risiko perempuan mengalami penyakit jantung.

Menurut Dokter Spesialis Endokrin Dr Jolene Brighten, emosi terpendam juga berkaitan dengan perburukan kondisi penyakit autoimun. Sebab, amarah yang tertahan ini berkaitan dengan disfungsi fungsi imun. Akhirnya, kondisi seperti lupus, sklerosis, dan rheumatoid arthritis bisa semakin buruk.

“Menahan emosi, terutama amarah, memiliki hubungan dengan peningkatan stres, fungsi imun yang terganggu, dan peradangan kronis yang bisa berkontribusi pada terjadinya atau memburuknya penyakit autoimun,” kata Jolene, dikutip dari Independent.

Memang, bagaimana caranya tubuh merespons emosi dan amarah yang terpendam? Emosi merupakan fenomena biologis yang dimediasi lewat aktivitas otak, perubahan sistem saraf, dan sekresi hormon. Emosi itu tidak berbahaya, tetapi yang bisa berbahaya adalah bagaimana kita merespons dan mengolah emosi tersebut.

Menurut Psikolog Kesehatan Dr Sula Windgassen, ketika seseorang memendam dan menahan emosinya, perilaku ini mengaktivasi bagian-bagian otak tertentu seperti prefrontal cortex. Di waktu yang bersamaan, otak menurunkan aktivitas di bagian yang bertugas memproses emosi, seperti amigdala. Alhasil, sekresi kortisol meningkat dan berpotensi mengganggu fungsi imun.

“Kortisol bisa mengganggu respons imun, membuat sistem bereaksi dengan lambat atau bahkan mengaktifkannya secara berlebih. Ini bisa berujung pada inflamasi, yang merupakan tanda disfungsi imun,” papar Sula.

Lantas, apa yang bisa dilakukan agar kita tidak memendam emosi? Tentunya, emosi dan amarah harus disalurkan lewat cara yang sehat. Marah-marah, membentak, dan menjadikan orang lain sebagai “samsak” emosi sama sekali tidak dibenarkan.

Para ahli menyarankan perempuan untuk banyak berolahraga, melakukan latihan pernapasan, mempraktikkan mindfulness yang menenangkan, serta menjalani hobi-hobi menyenangkan. Jika membutuhkan intervensi lebih, kita bisa menemui ahli profesional seperti psikolog atau konselor untuk menjalani terapi.

“Mengekspresikan rasa marah dengan cara yang konstruktif bisa mengurangi risiko disfungsi imun dan inflamasi yang berkaitan dengan stres,” tegas Dr Sula.

Macam-Macam Bahaya Memendam Emosi

Meski tidak berbentuk, emosi sering kali memiliki pengaruh yang besar pada kehidupan. Jadi, tidak heran jika memendam emosi yang seharusnya disampaikan bisa berdampak negatif pada diri kita. Berikut ini adalah beberapa bahaya memendam emosi yang perlu diwaspadai:

Melemahkan sistem kekebalan tubuh

Memendam emosi memang tidak akan langsung menyebabkan suatu penyakit. Namun, kondisi ini dapat melemahkan sitem kekebalan tubuh, sehingga membuat Anda lebih mudah terserang berbagai jenis penyakit, mulai dari penyakit ringan seperti pilek, hingga penyakit kronis seperti kanker.

Mengakibatkan kecemasan berlebih

Emosi yang dipendam terus-menerus juga bisa menyebabkan gangguan cemas. Gangguan cemas berkepanjangan mengakibatkan otak memproduksi hormon stres secara berkala. Hal ini pada akhirnya bisa berdampak negatif pada kesehatan fisik, seperti sakit kepala, mual, muntah, hingga kesulitan bernapas.

Mengakibatkan depresi

Emosi negatif yang tidak tersalurkan dengan baik juga dapat mengakibatkan depresi. Jika sudah sampai pada tahap ini, emosi negatif akan berubah menjadi perasaan hampa, putus asa, bahkan perasaan ingin mengakhiri hidup.

Gejala yang timbul akibat depresi antara lain adalah sering merasa lelah, sulit tidur pada malam hari, dan kehilangan ketertarikan pada hal-hal yang biasanya Anda sukai. Depresi juga bisa menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, seperti sakit kepala, penurunan berat badan, hingga gangguan pernapasan.

Menyebabkan berbagai penyakit kronis

Produksi hormon stres yang tinggi akibat memendam emosi juga bisa meningkatkan detak jantung dan tekanan darah. Jika terjadi dalam jangka panjang, hal ini dapat menyebabkan Anda berisiko lebih tinggi untuk menderita berbagai penyakit kronis, seperti stroke dan gagal jantung.

Selain itu, hormon stres yang tinggi juga dapat mengganggu proses pengiriman sinyal dari otak ke usus, sehingga Anda menjadi rentan terkena gangguan sistem pencernaan, misalnya irritable bowel syndrome. 

Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.