
SURABAYA (Lentera) – Pertemuan antara Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri pada Senin (7/4/2025) malam, disambut positif oleh berbagai kalangan. Bahkan ada yang menilai sebagai langkah strategis untuk rekonsiliasi nasional.
Salah satunya yakni Dosen Ilmu Politik Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Ken Bimo Sultoni, S.I.P., M.Si.. Bimo menilai, pertemuan tersebut sebagai momentum penting dalam upaya rekonsiliasi politik nasional pasca Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
“Situasi politik pasca pemilu sempat menunjukkan adanya jarak yang cukup signifikan antara PDI Perjuangan sebagai pemenang pemilu sebelumnya, dan Gerindra yang kini menjadi pemenang. Maka pertemuan ini adalah sinyal kuat bahwa ada upaya penyatuan kembali arah politik nasional,” kata Bimo, Rabu (9/4/2025).
Menurutnya, pertemuan tersebut bukan hanya menjadi simbol peredaan ketegangan, tetapi juga memiliki dampak strategis dalam menjaga stabilitas di tengah dinamika global yang penuh tantangan. “Di tengah krisis global, termasuk tekanan ekonomi dan ketidakpastian geopolitik, sangat penting bagi elite politik nasional untuk mengesampingkan kepentingan kelompok demi kepentingan bangsa,” tuturnya.
Pengamat politik dari Unesa ini juga menyoroti, pertemuan tersebut bukanlah sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba. “Saya kira ini merupakan bagian dari perhitungan politik yang matang. Prabowo dikenal sebagai pemimpin yang sistematis dan penuh perencanaan. Komunikasi politik ini berjenjang dan melalui tahapan-tahapan tertentu sebelum akhirnya pertemuan terlaksana,” jelasnya.
Terkait kemungkinan PDI Perjuangan masuk dalam kabinet pemerintahan baru, Bimo menyebut hal tersebut masih dalam proses negosiasi politik. “Pernyataan dari internal Gerindra pun masih belum memastikan apakah PDI akan bergabung dalam pemerintahan. Namun pertemuan ini membuka pintu menuju kerja sama yang lebih cair,” ungkapnya.
Ia juga menilai pertemuan ini bisa meredakan ketegangan yang sempat menguat setelah kasus hukum yang menimpa salah satu elite PDI Perjuangan. “Minimal, ini menjadi sinyal penenang bagi kader-kader di akar rumput dan membentuk ulang komunikasi antar partai besar,” ucapnya.
Lebih jauh, Bimo mengingatkan tantangan ke depan bukan hanya persoalan politik dalam negeri, melainkan juga soal posisi Indonesia dalam menghadapi tekanan global.
“IHSG yang menurun tajam belakangan ini, potensi tekanan ekonomi, serta gejolak geopolitik global harus jadi perhatian utama. Elite politik kita perlu bersatu dan fokus pada solusi nasional, bukan sekadar kepentingan jangka pendek kelompok,” tutupnya. (*)