13 April 2025

Get In Touch

Saham Anjlok dan Rupiah Melemah usai Lebaran, Pakar Unair: Waspada, Tapi Jangan Panik

Pakar Ekonomi Internasional dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (FEB Unair), Prof. Rossanto Dwi Handoyo. (foto:ist/dok.pribadi
Pakar Ekonomi Internasional dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (FEB Unair), Prof. Rossanto Dwi Handoyo. (foto:ist/dok.pribadi

SURABAYA (Lentera) – Pasca libur Lebaran, pasar keuangan Indonesia kembali dibuka dengan kabar yang kurang menyenangkan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami penurunan.

Kondisi ini menjadi perhatian banyak pihak, salah satunya Pakar Ekonomi Internasional dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (FEB Unair), Prof. Rossanto Dwi Handoyo yang mengatakan naik-turunnya pasar saham adalah hal yang biasa. Namun, jika IHSG turun lebih dari 9 persen dalam waktu singkat itu menandakan ada hal yang tidak biasa sedang terjadi.

"Kalau penurunannya sudah lebih dari 2 persen, biasanya ada faktor psikologis yang memengaruhi investor," kata Prof. Rossanto, Kamis (10/4/2025).

Ia menjelaskan, penurunan ini bukan karena kinerja perusahaan-perusahaan di pasar modal yang memburuk, tapi lebih karena kekhawatiran terhadap kondisi ekonomi dunia.

Prof. Rossanto mencontohkan, perusahaan-perusahaan seperti Bank Mandiri dan BRI masih sehat dan tetap membagikan dividen.

“Investor yang ingin untung dari kenaikan harga saham biasanya cepat menjual saham saat kondisi tidak pasti, meskipun perusahaan tempat mereka berinvestasi masih sehat,” jelasnya.

Ia menambahkan, kepanikan investor bisa menyebar dan menyebabkan banyak orang menjual saham secara bersamaan. Ketika investor di negara besar seperti Amerika, Jepang, atau Tiongkok mulai menjual saham karena takut rugi, investor di Indonesia pun cenderung ikut-ikutan.

“Kalau semua jual saham karena takut, ya harga saham bisa turun drastis,” tambahnya.

Guna mengatasi hal tersebut, ia menuturkan pemerintah perlu hadir untuk menenangkan pasar. Pasalnya, ketika kondisi ekonomi terasa tidak pasti, yang paling dibutuhkan investor adalah rasa aman.

“Pemerintah harus bisa menunjukkan bahwa situasi tetap terkendali. Ini bisa dilakukan dengan komunikasi yang baik dan kebijakan yang jelas,” tuturnya.

Tak lupa, ia juga mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak panik, karena kondisi ini hanya sementara dan bisa membaik dalam waktu sekitar satu tahun.

Ia menyarankan masyarakat agar tidak buru-buru membeli properti, kendaraan yang tidak diperlukan, atau memulai bisnis yang kurang prospektif, terutama jika ketidakpastian global masih berlanjut.

“Kalau punya tabungan lebih dan khawatir nilainya turun, bisa dipindahkan ke investasi yang lebih aman seperti emas atau deposito,” tutupnya.

Reporter: Amanah/Editor: Ais

 

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.