18 April 2025

Get In Touch

Jurnalis Butuh Kebebasan Pers, Bukan Keistimewaan seperti Rumah Subsidi

Foto udara rumah subsidi Program Rumah untuk Guru Indoensia yang masih dalam tahap pembangunan di Perumahan Kahuripan 10, Cileungsi, Kabupaten Bo
Foto udara rumah subsidi Program Rumah untuk Guru Indoensia yang masih dalam tahap pembangunan di Perumahan Kahuripan 10, Cileungsi, Kabupaten Bo

KOLOM (Lentera) -Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menolak program Rumah Subsidi untuk Wartawan yang digagas Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

Sekretaris Jenderal (Sekjen) AJI Indonesia, Bayu Wardana menilai program tersebut bukan solusi atas persoalan mendasar yang dihadapi jurnalis, terutama terkait kesejahteraan dan kebebasan pers.

"Karena sebenarnya yang dibutuhkan jurnalis itu kebebasan pers, bukan diistimewakan dalam mendapatkan kredit rumah. Artinya kredit rumah ini tentu memang jurnalis atau wartawan tetap butuh rumah. Tetapi, perlakukan saja sama seperti warga negara yang lain dengan syarat-syarat yang memudahkan, harga yang terjangkau dan sebagainya," kata Bayu, pekan lalu (Jumat, 11/04/2025).

Bayu menilai, program ini hanya gimik yang tidak menjawab kebutuhan mendasar para jurnalis. Ia beranggapan pembungkaman pers bisa saja muncul karena perhatian khusus yang diberikan kepada media.

Apalagi program Rumah Subsidi Khusus Wartawan hanya akan menyentuh lapisan kecil dari keseluruhan jurnalis di Indonesia. Kata dia, berdasarkan data yang tercatat di Dewan Pers, jumlah keseluruhan jurnalis di Indonesia mencapai 29 ribu orang.

Pengalihan Isu

Bayu juga menyebut program ini bisa mengabaikan hak-hak warga negara lain yang membutuhkan perumahan, seperti buruh dan pekerja sektor informal lain. 

Menurutnya, program Rumah Subsidi Khusus Wartawan bentuk pengalihan isu dari target utama pemerintah membangun tiga juta rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah.

"Gimmick seolah-olah saya sudah mengistimewakan jurnalis, memerhatikan jurnalis. Saya sudah memerhatikan buruh. Tetapi, yang luput atau kemudian yang teralihkan isunya, kan targetnya 3 juta nih. Sebagai sebuah program oke. Tetapi, kita harus ingat bahwa gap-nya, kebutuhannya itu, kalau tidak salah jauh lebih dari itu. Sekitar 10-12 juta itu gap orang yang butuh rumah, tetapi tidak mampu mengakses," ujarnya.

Minim Pelibatan Organisasi Pers

Selain itu, Bayu juga menyebut minimnya pelibatan organisasi pers dalam perencanaan program ini. Ia mengaku meskipun pada akhirnya diundang pada saat penandatanganan nota kesepahaman (MoU), tetapi AJI Indonesia bersama Dewan pers dan organisasi pers lain seperti Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) memutuskan tidak hadir.

"Tentu saja kami tidak datang. Hanya itu, jadi kayak penari latarlah gitu kalau kami datang itu kan jadi penari latar saja, ya. Artisnya kan menteri perumahan sama menteri komdigi. Itu yang akan terjadi gitu kira-kira. Seolah-olah kami akan setuju, ya. Maka kami tidak datang," katanya.

Bayu berharap, pemerintah lebih fokus penyelesaian masalah struktural yang dihadapi jurnalis, seperti upah minimum sektoral yang tentu di atas UMR. Menurutnya, komitmen pemerintah akan jauh lebih jelas jika fokus pada kesejahteraan jurnalis secara menyeluruh, bukan sekadar membagikan rumah untuk seribu orang dari puluhan ribu yang ada.

Rumah Subsidi Khusus Wartawan

Sebelumnya, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Badan Pusat Statistik (BPS), dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menandatangani kerja sama penyediaan Rumah Subsidi Khusus Wartawan. Dalih program itu adalah, karena wartawan berperan mengedukasi masyarakat.

"Dan ini bagus bagi wartawan yang selalu menyuarakan kebenaran dan demokras Kami sangat senang bisa bermakna acara hari ini," Kata Menteri PKP, Maruarar Sirait di Jakarta, Selasa, 8 April 2025.

Menteri Komdigi Meutya Hafid menambahkan, pemberian program 1.000 rumah Subsidi untuk Wartawan bukan jadi alasan bagi pewarta untuk tidak kritis.

"Ini tidak ada syarat bahwa kalau begitu harus mendukung pemerintahan, tidak,tidak boleh mengkritik, tidak.Jadi, tetap silakan kritik, kita terima, dan yang paling utama adalah ini untuk mendukung agar menyampaikan berita-berita yang benar," kata Meutya di acara yang sama, seperti dikutip KBR dari Kantor Berita ANTARA, Senin, 14 April 2025.

Syarat

Program ini mendapat dukungan dari Bank Tabungan Negara (BTN), yang jadi mitra pemerintah untuk pembiayaan 1.000 rumah subsidi bagi wartawan. Skemanya melalui pembiayaan Tapera dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Sejahtera oleh BTN.

Pembiayaan program mengutip kbr.id mencakup suku bunga tetap 5 persen selama tenor pinjaman maksimal 20 tahun. Lalu, uang muka minimal satu persen dari harga rumah, dan subsidi bantuan uang muka (SBUM) Rp4 juta.

Dana pembiayaan ini menggunakan fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahaan (FLPP) bagi wartawan non-PNS, dan Tapera bagi peserta aktif Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Wartawan yang dapat mengikuti program ini harus memenuhi kriteria sebagai masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), berpenghasilan tidak lebih dari Rp7 juta bagi yang belum menikah, dan Rp8 juta yang sudah menikah, belum memiliki rumah, serta belum menerima subsidi perumahan dari pemerintah.

Khusus di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), batas pendapatannya Rp12 juta untuk yang belum menikah, dan Rp13 juta yang sudah menikah (*)

Editor: Arifin BH

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.