Korupsi Dana Hibah Jatim, KPK Sebut Mantan Mendes Abdul Halim Iskandar Diduga Terlibat saat Anggota DPRD

JAKARTA (Lentera) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut mantan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar atau Gus Halim diduga terlibat kasus korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Timur tahun 2019 hingga 2022.
Mengutip Kompas, Senin (14/4/2025) Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa temuan keterlibatan Gus Halim, menjadi alasan dilakukannya pemeriksaan dan penggeledahan rumah dinasnya di Jakarta.
"Jadi, penyidik menemukan bahwa yang bersangkutan juga ikut pada saat ada hibah tersebut sehingga diminta keterangan, kemudian juga digeledah dan lain-lain dilakukan upaya paksa," ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (13/4/2025).
Gus Halim disebut memiliki peran dalam proses penyaluran hibah, saat ia masih menjabat sebagai anggota DPRD Jawa Timur.
“Mantan Mendes itu dulunya pada tempus pemberian hibah ini, yang bersangkutan itu salah satu anggota DPRD di Jawa Timur. Kalau tidak salah itu ketua fraksi di sana sehingga itu berkaitan erat dengan hibah dari legislatif tersebut,” kata Asep.
Bagaimana Kronologi Kasus Hibah Jatim Ini Terungkap?
Pada 2020 dan 2021, Pemprov Jawa Timur merealisasikan dana hibah senilai Rp 7,8 triliun untuk badan, lembaga, dan organisasi masyarakat, termasuk kelompok masyarakat di desa-desa. Tersangka utama dalam kasus ini, Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua P. Simanjuntak diduga menawarkan bantuan memperlancar pencairan hibah dengan imbalan sejumlah uang. Sahat diduga membuat kesepakatan dengan Kepala Desa Jelgung sekaligus koordinator pokmas, Abdul Hamid untuk membagi keuntungan dari dana hibah.
Sahat menerima 20 persen dari nilai hibah, sementara Abdul Hamid mendapat 10 persen. Total nilai hibah yang dikelola keduanya mencapai Rp 40 miliar pada 2021, dan jumlah yang sama pada 2022.
KPK menyatakan bahwa dalam surat perintah penyidikan (sprindik), ada 21 tersangka yang terlibat. Empat di antaranya adalah penerima suap, dan 17 lainnya pemberi suap. Beberapa nama yang telah diumumkan ke publik antara lain Sahat Tua P. Simanjuntak, Abdul Hamid, Rusdi (staf ahli Sahat), dan Ilham Wahyudi (Koordinator Lapangan Pokmas).
Apakah Gus Halim Sudah Jadi Tersangka?
Meski nama Abdul Halim Iskandar telah disebut dalam penyidikan, KPK menyatakan bahwa pihaknya masih mendalami peran Gus Halim.
Belum ada penetapan status tersangka terhadap dirinya.
“Apabila memang cukup bukti untuk dinaikkan, kita juga tidak akan segan-segan untuk menaikkan (status) yang bersangkutan,” ujar Asep.
Nama Gus Halim memang bukan kali pertama, dikaitkan dengan kasus dana hibah ini. Sejak 2024, KPK telah memanggilnya untuk memberikan keterangan.
Rumah dinasnya di Jakarta Selatan juga digeledah pada September 2024, dalam penggeledahan tersebut penyidik menyita sejumlah barang bukti elektronik dan uang tunai. Terkait penggeledahan rumah Abdul Halim, sejumlah pihak sempat menyoroti potensi politisasi kasus. Namun, Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto menegaskan bahwa semua tindakan yang diambil penyidik, sepenuhnya berdasarkan temuan dan kebutuhan proses hukum.
“Penggeledahan dilakukan penyidik terkait dugaan kasus korupsi pengurusan dana hibah, untuk pokmas dari APBD Provinsi Jawa Timur 2019-2022,” jelas Tessa.
Editor: Arief Sukaputra