
SURABAYA (Lentera)- Dugaan penahanan ijazah oleh perusahaan UD Sentosa Seal di Surabaya menjadi sorotan dalam hearing yang digelar oleh Komisi D DPRD Kota Surabaya, Selasa (15/4/2025) sore.
Dalam pertemuan tersebut, turut hadir perwakilan Dinas Tenaga Kerja dari Provinsi Jawa Timur dan Kota Surabaya, pelapor Nila Handiarti, serta pemilik UD Sentosa Seal, Han Hwa Diana.
Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, Akmarawita Kadir, mengaku prihatin terhadap kasus yang saat ini sedang terjadi.
Ia menjelaskan pelapor yang diketahui seorang mantan karyawan UD Sentosa Seal mengaku ijazahnya ditahan oleh pihak perusahaan. "Kami kaget saat mendengar pengakuan pelapor. Ada bukti bahwa ijazahnya ditahan, tetapi saat dikonfirmasi ke Bu Diana, ia mengaku tidak tahu-menahu soal penahanan itu," kata Akma.
Politisi dari Fraksi Golkar ini menyebut, pemilik perusahaan tidak bisa menjelaskan dengan pasti keberadaan ijazah tersebut dan tidak memiliki bukti tanda tangan serah terima atau kontrak fisik.
"Kami akan terus mengawal kasus ini. Ijazah adalah dokumen penting bagi pekerja untuk mencari pekerjaan lain, dan penahanannya jelas tidak bisa dibenarkan," tegasnya.
Ke depan, Komisi D menegaskan akan terus menindaklanjuti kasus ini hingga tuntas dan meminta Dinas Tenaga Kerja melakukan koordinasi menyeluruh untuk mencegah kejadian serupa terulang di masa depan.
"Kami (Komisi D) akan terus mengawal kasus penahanan ijazah, tentunya pasti ketika ada korbannya, ini harusnya dicari. Kita minta dinas tenaga kerja, baik itu provinsi maupun kota untuk berkoordinasi. Kami minta agar kasus ini segera ditelusuri lebih dalam," tukasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengawasan dan K3 Disnakertrans Provinsi Jawa Timur, Tri Widodo, mengatakan pihaknya akan memanggil baik perusahaan maupun pekerja untuk pemeriksaan lebih lanjut pada hari berikutnya.
“Kami sudah menerbitkan nota pemeriksaan satu karena ada indikasi penghalangan terhadap proses pemeriksaan. Jika pihak perusahaan tidak kooperatif, akan kami lanjutkan ke nota dua dan selanjutnya proses pro justisia,” ujarnya.
Tri Widodo juga menegaskan berdasarkan Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 8, penahanan dokumen pribadi seperti ijazah tidak diperbolehkan, bahkan dengan alasan penitipan sekalipun.
Terkait alamat perusahaan yang sempat dipermasalahkan, Tri menyebut pihaknya akan mencocokkan kembali dengan bukti-bukti dari pelapor. Jika ditemukan pelanggaran administratif, maka rekomendasi dari DPRD adalah melakukan evaluasi terhadap perizinan perusahaan.
“Jika terbukti melanggar, bukan tidak mungkin izinnya akan dicabut,” pungkasnya.
Reporter: Amanah|Editor: Arifin BH