
TULUNGAGUNG (Lentera) - Oknum kades dan Kaur Keuangan nonaktif Desa Kradian, Kecamatan Magerwojo, Kabupaten Tulungagung tega menggelapkan dana desa hingga Rp 743 juta. Dana tersebut diantaranya digunakan untuk membayar hutang dana kampanye kepala desa.
Akibatnya, Polres Tulungagung menetapkan keduanya sebagai tersanga dalam kasus korupsi desa. Penetapan diumumkan Kapolres Tulungagung AKBP M. Taat Resdi (tengah) dalam pers konferensi terkait penanganan korupsi dana desa dengan tersangka ES (Eko Sujaro), Kamis (24/4/2025).
Dilansir dari Antara, Polisi tenah menahan oknum kepala desa nonaktif itu karena diduga melakukan tindak pidana korupsi dana desa tahun anggaran 2020-2021 sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp743 juta, sementara satu tersangka lain yang menjabat bendahara desa atau Kaur Keuangan nonaktif, Wiji, dinyatakan buron.
"Kasus ini telah ditangani oleh Satreskrim Polres Tulungagung sejak 2022. Namun, karena proses pengumpulan alat bukti yang cukup, penetapan tersangka baru bisa dilakukan tahun ini," ujarnya dilansir dari memorandum.
Kapolres Taat menjelaskan, modus korupsi yang dilakukan meliputi pencairan dana untuk kegiatan fiktif, kegiatan yang tak sesuai peruntukan, serta pelaksanaan tanpa prosedur yang semestinya.
Kapolres Taat merinci, sepanjang tahun 2020, Desa Kradinan menerima aliran dana dari pemerintah, baik berupa Alokasi Dana Desa (ADD) Rp 704.040.000, Dana Desa (DD) Rp 1.239.113.000, Bantuan Keuangan (BK) Rp 200.000.000, dan Dana Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah sebesar Rp 20.646.476,-.
Sedangkan besaran dana yang diterima Desa Kradinan, Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung tahun anggaran 2021 untuk DD sebesar Rp 1.045.493.000, kemudian ADD sebesar Rp 679.301.000, Dana Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah sebesar Rp 29.223.065,-
"Dalam menjalankan aksinya, tersangka ES mengajak tersangka W untuk mencairkan sejumlah anggaran dengan bukti total 29 kuitansi tanpa melalui prosedur yang benar. Dalam setiap pencairannya, tersangka W mendapatkan imbalan Rp 1 juta, sedangkan sisanya langsung dibawa oleh tersangka ES," kata Kapolres.
Kemudian berdasarkan hasil pendalaman penyidik dan pihak auditor diketahui kerugian negara mencapai lebih dari Rp 700 juta.
Pada kesempatan itu, Kapolres Taat merinci sejumlah proyek selama tahun 2020-2021 di Desa Kradinan yang bermasalah maupun fiktif, dan proyek yang laporannya belum selesai karena bukti dukung laporan yang tidak ada.
Sebagian besar proyeknya adalah rabat jalan di beberapa titik. Kemudian proyek perbaikan kawasan wisata Bukit Tunggul Manik, dan proyek pembayaran honor guru serta sejumlah proyek lainnya.
"Sesuai pengakuan tersangka, uang tersebut digunakan untuk melunasi hutang-hutangnya selama ini. Hutang tersebut didapat saat mengikuti pemilihan kepala desa," urainya.
Dalam kasus ini, polisi sudah memeriksa 60 saksi. "Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 60 saksi, terungkap bahwa dana hasil korupsi tersebut digunakan kades untuk membayar utang pribadinya yang muncul saat mencalonkan diri sebagai kepala desa," jelasnya.
Kemudian, penyidik juga sudah melakukan penelusuran aset para tersangka, namun hasilnya tidak ditemukan aset milik tersangka. Bahkan rumah tempat tinggal tersangka juga sudah dijaminkan, sehingga mendukung keterangan tersangka yang mengakui bahwa uang hasil korupsinya selama ini digunakan untuk membayar hutang.
"Untuk pasal yang disangkakan itu kita jerat dengan UU pemberantasan tindak pidana korupsi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar," pungkasnya. (*)
Editor : Lutfiyu Handi
Berbagai Sumber