Dugaan Dua Perusahaan di Kota Malang Tahan Ijazah Pekerja, Wali Kota Instruksikan Usut Tuntas

MALANG (Lentera) - Pemerintah Kota (Pemkot) Malang merespons serius, laporan dugaan penahanan ijazah oleh dua perusahaan di wilayahnya.
Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat secara tegas menginstruksikan Dinas Tenaga Kerja san Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker-PMPTSP), untuk mengusut tuntas praktik yang dinilai melanggar ketentuan ketenagakerjaan itu.
"Iya (kemungkinan adanya sidak), makanya ini saya minta ke Pak Kadisnaker untuk mempelajari lebih lanjut permasalahannya seperti apa. Nanti atau besok akan kami panggil pengusahanya, untuk kami mintai penjelasan," ujarnya, Rabu (30/4/2025).
Wahyu juga menyoroti praktik menahan ijazah karyawan, apapun alasannya merupakan tindakan yang salah. Menurutnya, praktik tersebut berpotensi menimbulkan pelanggaran hak pekerja dan dapat mengarah pada bentuk intimidasi.
"Dari menahan (ijazah) itu saja sudah hal yang salah. Tetapi kami akan lihat permasalahannya, dikhawatirkan pada saat menahan ini ada permasalahan lain atau perjanjian lain," tambahnya.
Ditegaskannya, Pemkot Malang membuka ruang seluas-luasnya bagi masyarakat yang mengalami kejadian serupa untuk melapor. Pemerintah, katanya akan hadir untuk melindungi setiap warga dan memastikan praktik ketenagakerjaan berjalan sesuai aturan.
Sementara itu, Kepala Disnaker-PMPTSP Kota Malang, Arif Tri Sastyawan menyampaikan pihaknya telah melakukan investigasi awal ke lapangan. Menurut versi dari salah satu pengusaha, penahanan ijazah dilakukan sebagai bentuk jaminan setelah terjadi dugaan kehilangan barang milik pelanggan di tempat kerja.
"Kejadiannya di sebuah klinik kecantikan, katanya ada barang customer yang hilang ketika massage. Lalu pihak pengusaha mengambil inisiatif menahan ijazah pekerja sebagai jaminan, tapi itu baru versi mereka," jelas Arif.
Ia menambahkan, kasus tersebut melibatkan 15 orang pekerja yang saat itu bertugas.Selain klinik kecantikan, laporan serupa juga diterima dari sebuah dealer motor.
"Dari laporan yang kami terima, pengambilan ijazah hanya bisa dilakukan kalau pekerja membayar sejumlah uang untuk tebusan. Bahkan lebih dari gaji yang mereka terima per bulannya. Ini yang menjadi masalah," kata Arif.
Disnaker menilai praktik penahanan ijazah, apalagi disertai tebusan uang, tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Arif menegaskan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) maupun peraturan ketenagakerjaan yang berlaku, tidak diperbolehkan perusahaan menahan dokumen pribadi milik pekerja.
Namun, ia juga mengakui penahanan ijazah kerap disiasati lewat perjanjian kerja awal. Sejumlah perusahaan mencantumkan syarat penyerahan dokumen asli saat kontrak kerja ditandatangani, yang sebenarnya sudah bertentangan dengan aturan.
Lebih lanjut, Arif memastikan akan membawa kasus ini dalam forum Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit, agar menjadi perhatian bersama antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja. Tujuannya agar praktik serupa tidak terulang dan iklim investasi di Kota Malang tetap kondusif, tanpa mengorbankan hak pekerja.
"Gak usahlah ada penalti sampai menebus dengan sekian juta itu. Gajinya berapa, nebusnya berapa. Bahkan ada yang penahanan BPKB juga. Nanti akan kami sosialisasikan dan dibahas bersama di LKS Tripartit," tutupnya.
Reporter: Santi Wahyu/Editor: Ais