
ISLAMABAD (Lentera) -Sejumlah maskapai penerbangan di seluruh dunia mulai menghindari wilayah udara Pakistan akibat peperangan yang terjadi antara negara tersebut dan India.
Diketahui, kedua negara saling melancarkan serangan artileri di sepanjang garis control (Loc) pada Rabu (7/5/2205), hingga menewaskan sedikitnya delapan warga sipil Pakistan dan tiga warga India.
Eskalasi konflik ini dipicu oleh serangan brutal di Pahalgam, wilayah Kashmir yang dikuasai India, pada Kamis (22/4/2025) lalu, yang menewaskan 26 warga sipil, di mana sebagian besar merupakan wisatawan.
India menuduh Pakistan mendalangi serangan tersebut, namun Pakistan membantah keterlibatannya dan justru melakukan uji coba rudal sebagai respons atas ketegangan yang meningkat.
Perang antara dua negara yang sama-sama memiliki senjata nuklir ini dilaporkan memicu gangguan besar dalam rute penerbangan global, terutama dari dan ke Asia Selatan serta Eropa.
Maskapai besar seperti Air France dan Lufthansa telah mengonfirmasi bahwa mereka tidak akan terbang di atas wilayah Pakistan sampai ada pemberitahuan lebih lanjut.
Menurut Air France, rute penerbangan ke destinasi seperti New Delhi, Bangkok, dan Ho Chi Minh akan dialihkan, mengakibatkan waktu tempuh yang lebih panjang.
Lufthansa juga menyatakan, beberapa penerbangannya, seperti dari Frankfurt ke New Delhi, harus menempuh waktu lebih lama dari biasanya karena jalur alternatif.
Maskapai dari Asia seperti Thai Airways, Korean Air, dan EVA Air dari Taiwan turut menyesuaikan rute mereka.
Thai Airways mengalihkan penerbangan ke Eropa dan Asia Selatan, sementara Korean Air memilih jalur selatan melewati Myanmar dan Bangladesh untuk rute dari Incheon ke Dubai.
Pengalihan rute penerbangan ini tak hanya memicu peningkatan biaya bahan bakar bagi maskapai, tetapi juga berpotensi mengurangi pendapatan Pakistan dari biaya izin lintas udara (overflight fee), yang biasanya menjadi sumber pemasukan signifikan.
Pihak Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), termasuk Sekjen Antonio Guterres, menyerukan agar kedua negara menahan diri dan menghindari konfrontasi militer.
“Solusi militer bukanlah jalan keluar,” ujarnya, dikutip Kompas.
Ketegangan di Asia Selatan ini menjadi salah satu titik krisis global terbaru yang mengganggu jalur penerbangan, setelah sebelumnya maskapai dunia juga menghindari wilayah udara di sekitar konflik Rusia-Ukraina dan Timur Tengah (*)
Editor: Arifin BH