
JAKARTA (Lentera) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), AKBP Rossa Purbo Bekti menyampaikan mantan Ketua KPK, Firli Bahuri menyebarluaskan kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) ke publik, saat belum berhasil menangkap Hasto Kristiyanto dan Harun Masiku.
Hal itu disampaikan Rossa saat dihadirkan jaksa KPK sebagai saksi, kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengutip CNN Indonesia, Jumat (9/5/2025).
Materi itu terungkap saat jaksa menggali keterangan dari Rossa, perihal aktivitas mengejar Hasto yang diketahui berada di Kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
"Pada saat itu apakah saudara juga mengikuti cek posisi handphone milik terdakwa juga?" tanya jaksa KPK.
"Betul, kami diberikan panduan oleh posko tentang posisi-posisi yang bersangkutan. Jadi, pada saat itu kami mulai melakukan pengejaran terhadap terdakwa itu, setelah beberapa pihak kita amankan dan kita ambil keterangan sekitar setelah shalat ashar atau pukul 15.00 WIB lebih, kami bergerak untuk melakukan pengamanan terhadap saudara terdakwa," ungkap Rossa.
"Masih ingat nomor saudara terdakwa ini yang kemudian posisinya diikuti?" lanjut jaksa.
"Ada di dalam file barang bukti yang sudah kita lakukan penyitaan, saya lupa itu," jawab Rossa.
"Kalau di-timeline perjalanan yang dibikin oleh penyelidik ini apakah nomornya yang ini yang saudara maksud milik terdakwa?" tanya jaksa.
"889, iya," kata Rossa.
Rossa menuturkan pergerakan Hasto yang terekam hanya saat pukul 13.11, 15.06, 16.12 dan 16.12 WIB. Hal itu diduga dilatarbelakangi, karena pimpinan KPK saat itu Firli Bahuri secara sepihak mengumumkan operasi senyap kasus tersebut kepada publik.
"Pada saat itu, kami dapat kabar melalui posko bahwa secara sepihak pimpinan KPK Firli mengumumkan terkait adanya OTT. Itu kami ketahui dari posko, dari Kasatgas kami dan itu di-share juga dalam grup," tutur Rossa.
"Kami juga mempertanyakan pada saat itu, sedangkan posisi pihak-pihak ini (Hasto dan Harun) belum bisa diamankan. Kenapa sudah diinformasikan ke media atau dirilis informasi terkait adanya OTT," sambungnya.
Sebelumnya, Firli sudah pernah membantah soal kabar Hasto Kristiyanto bakal diciduk dalam OTT kasus Harun Masiku.
"Enggak, saya tidak ada konfirmasi itu. Tidak ada konfirmasi itu ya," kata Firli di Komplek DPR/MPR, Jakarta Pusat, Selasa, 14 Januari 2020 lalu.
Firli menambahkan pihaknya baru menetapkan empat orang tersangka. Satu di antaranya, yakni Harun yang tengah diburu karena berada di luar negeri. Dia berada di Singapura sejak dua hari sebelum KPK melakukan OTT tengah pekan lalu.
"Kita juga sudah mengirimkan surat ke Kumham. Kita berkoordinasi dengan Polri. Karena Polri memiliki jaringan yang cukup luas," tuturnya.
Di sisi lain, PDIP membantah mendapat informasi dari Firli akan ada OTT terhadap Hasto dan Harun di PTIK, Jakarta Selatan. Juru Bicara PDIP Guntur Romli menilai tuduhan itu tak berdasar.
"Ya, kalau itu kan semua indikasi atau dugaan atau tuduhan yang menurut saya tidak berdasar," kata dia dalam CNN Indonesia Political Show, Senin (30/12) malam.
Ia juga membantah Hasto sempat bersama dengan Harun Masiku di PTIK ketika OTT yang hendak dilaksanakan KPK bocor. Lebih lanjut, Guntur pun membantah seluruh dugaan KPK yang menyebut Hasto terlibat hingga menyuruh Harun Masiku untuk kabur.
"Ada dugaan Mas Hasto bersama Harun Masiku ke PTIK itu kan semua tuduhan tuduhan yang tidak ada bukti sama sekali, termasuk yang namanya rekaman dan sebagainya," ujar dia.
Terlebih, Guntur menilai segala tuduhan itu seharusnya telah muncul di persidangan para terdakwa kasus Harun Masiku jika memang dugaan itu benar. Ia mengklaim para terdakwa yang tidak menyampaikan tuduhan itu dalam persidangan membuat segala tuduhan tersebut hanya spekulasi belaka.
"Kalau itu benar ada maka akan sudah bunyi di pengadilan faktanya tidak ada," ujar dia.
"Makanya saya bilang bahwa apa yang disampaikan ketua KPK itu cerita-cerita lama yang dulu yang tidak terkonfirmasi dengan yang namanya fakta fakta pengadilan," imbuhnya.
Editor: Arief Sukaputra