
MOJOKERTO (Lentera) - Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Surabaya menggelar Rapat Koordinasi Tim Pengawasan Orang Asing (Timpora) tingkat Kabupaten Mojokerto, bersama jajaran Forkopimda, bertempat di Gubug Paddi, Ngoro, Mojokerto.
Kegiatan ini bertujuan memperkuat koordinasi lintas sektor, dalam menghadapi berbagai potensi pelanggaran keimigrasian oleh warga negara asing (WNA).
Dalam sambutannya, Kepala Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Surabaya, Dodi Gunawan menyampaikan bahwa pengawasan terhadap orang asing bukan semata menjadi tugas Imigrasi.
“Timpora menjadi wadah kolaboratif antara imigrasi dan berbagai stakeholder terkait, dari kepolisian, TNI, hingga instansi pemerintahan,” jelas Dodi.
Ia menambahkan, pembentukan Timpora di setiap jenjang administratif merupakan amanat Undang-Undang Keimigrasian, untuk menjamin stabilitas dan keamanan nasional dari potensi ancaman yang melibatkan orang asing.
Sementara itu, Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Surabaya, Agus Winarto menegaskan pentingnya sinergi antar instansi dalam menciptakan sistem pengawasan yang lebih kuat dan responsif. Terkait pengawasan WNA di Indonesia, Direktorat Jenderal Imigrasi meminta kepada kita (UPT) untuk melakukan koordinasi dengan stakeholder yang ada di wilayah melalui timpora ini.
“Kita hidup di era dengan mobilitas tinggi, tidak semua orang asing yang datang memiliki niat baik. Oleh karena itu, pengawasan yang solid dan berbasis data aktual sangat penting untuk menjaga keamanan daerah,” ujar Agus.
Ia juga mengapresiasi keterlibatan aktif dari seluruh anggota Timpora, serta menekankan bahwa komunikasi yang terbuka dan cepat menjadi kunci utama dalam merespons dinamika di lapangan.
Selama tahun 2025, Imigrasi Surabaya telah menjatuhkan tindakan administratif keimigrasian terhadap 47 WNA, termasuk kasus perdagangan orang yang melibatkan warga negara Nepal dan India yang kini sedang dalam tahap penyidikan bersama Kejaksaan Negeri Surabaya.
“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Butuh dukungan dari polisi, Kodam, Kodim, hingga dinas-dinas seperti Disnaker, BKPM, dan bahkan Kementerian Agama untuk menangani kasus-kasus seperti perkawinan campur, mahasiswa asing, hingga pengajar asing,” tambah Dodi.
Dalam kesempatan tersebut, Dodi juga menekankan pentingnya pelaporan keberadaan orang asing oleh pemilik tempat tinggal sebagaimana diatur dalam Pasal 72 Undang-Undang Keimigrasian. Pelaporan wajib dilakukan dalam waktu 1x24 jam sejak kedatangan, dan kelalaian dapat dikenai sanksi hukum.
Salah satu isu utama yang mengemuka dalam rapat adalah penyalahgunaan izin tinggal dan investasi oleh sejumlah WNA. Banyak di antaranya mengklaim sebagai investor Penanaman Modal Asing (PMA), namun tidak menjalankan usaha sebagaimana mestinya, bahkan menggunakan permodalan fiktif.
“Kita menduga motifnya hanya untuk mendapatkan izin tinggal. Ini sangat merugikan,” ungkap Dodi.
Rapat juga menyoroti maraknya keberadaan pekerja asing ilegal. Imigrasi mengajak instansi terkait seperti Disnaker dan BKPM untuk memperkuat koordinasi agar tidak terjadi pelanggaran regulasi ketenagakerjaan.
Sebagai tindak lanjut dari koordinasi, peserta rapat sepakat membentuk grup WhatsApp sebagai kanal komunikasi cepat antaranggota Timpora. Langkah ini diharapkan dapat mempercepat pengambilan tindakan dan memangkas birokrasi di lapangan.
Menutup pertemuan, Dodi mengingatkan pentingnya peran aktif perusahaan pengguna tenaga kerja asing, dalam menjamin kepatuhan hukum.
“Kami minta para perusahaan lebih tertib dan bertanggung jawab. Presiden Prabowo sangat menekankan pentingnya legalitas perizinan, termasuk perizinan orang asing,” tegasnya.
Melalui rapat koordinasi ini, diharapkan pengawasan terhadap WNA di wilayah Mojokerto dapat berjalan lebih efektif dan adaptif, seiring dengan tantangan mobilitas global yang semakin kompleks.
Editor: Arief Sukaputra/Rls