15 May 2025

Get In Touch

Simpang Jalan, Zaman Menuju 2045 (Bagian-3: Perubahan Paradigma Institusional)

Hadi Prasetya, pengamat sosial - ekonomi|Editor
Hadi Prasetya, pengamat sosial - ekonomi|Editor

OPINI (Lentera) -Artikel ini adalah lanjutan bagian-1 dan 2, merupakan tulisan populer agar mudah dimengerti dan dimaksudkan sebagai literasi generasi muda dan tua (terutama politisi dan penguasa), karena merekalah yang yang harus membuat pilihan dan menanggung konsekuensinya.

Bagian-1 mengulas tentang disrupsi pekerjaan (jobs) akibat zaman otomatisasi dan AI, yang berimplikasi pada sumberdaya manusia (SDM), utamanya terkait dengan isu pengangguran, implikasi pendidikan, serta ancaman kerapuhan kelas ekonomi menengah ditengah kekhawatiran atas   kegagalan lepas dari peluang bonus demografi (menjadi negara gagal), baik pada aspek jobs maupun terjebaknya tingkat pendapatan perkapita yang stagnan diposisi menengah atau relatif semakin rendah,  justru dipuncak harapan Indonesia Emas 2045.

Pada Bagian-2 (artikel terpisah) diulas perlunya transformasi ekonomi secara signifikan, khususnya usaha mikro kecil micro-small enteprises-MSEs) yang menjadi tulang punggung ekonomi karena diperkirakan akan menjadi tumpuan lebih dari 85% angkatan kerja.  Tanpa kesuksesan di transformasi ekonomi secara mendasar, impian negara maju sejahtera hanya omon-omon belaka.

Pada Bagian-3 (artikel terpisah) ini akan mengulas mengenai transformasi institusional terutama terkait paradigma politik pembangunan (bukan pembangunan politik) karena perkembangan negara-bangsa berada ditengah perkembangan perlombaan teknologi dan turbulensi geo-politik yang dinamis. Tanpa perubahan paradigma, Indonesia bisa kesulitan mewujudkan Indonesia Emas 2045.

Paradigma adalah seperti "kacamata" yang kita gunakan untuk melihat dan menafsirkan realitas. Paradigma bisa menjadi sangat kuat dan sulit diubah, ketika ia sudah menjadi bagian integral dari cara kita berpikir dan bertindak. Tidak semua aspek paradigma politik pembangunan yang akan diulas karena terbatasnya ruang artikel, tetapi hanya beberapa yang utama yang terkait dengan ulasan SDM-disrupsi pekerjaan (artikel bagian-1) dan ulasan usaha mikro-kecil terkait pengangguran dan kelas ekonomi menengah (artikel bagian-2).

Transformasi Paradigma Pendidikan

Negara Korea Selatan, Jepang, China dan Taiwan bisa menjadi rujukan penting untuk menyiapkan suatu generasi bangsa yang punya kemampuan untuk maju, bersaing dan unggul karena sudah mematangkan soft skills sejak pendidikan dasar.

Konon di Jepang murid tidak diuji pelajaran hingga usia 10 tahun. Selama 3 tahun di sekolah dasar pendidikan bukan fokus pada angka dan nilai rapor melainkan pada pembentukan karakter, etika dan sopan santun. Pendidikan ala Jepang percaya bahwa membentuk pribadi yang baik lebih penting daripada sekedar mengejar prestasi akademik sejak dini.  

DI negara Barat sejak dini murid diberi pelajaran sastra(misal Hamlet William Shakesppeare, Pride and Prejudice Jane Austen dll), antara lain untuk mengembangkan kemampuan bahasa, kemampuan berpikir kritis, mengembangkan empati dan pemahaman sosial, kreativitas, pengetahuan budaya. Tidak heran bila berbagai inovasi dan kreativitas muncul dari bangsa yang maju.

Berbeda jika pendidikan ditekankan pada hard skill berdasarkan teori rumus yang sudah berkembang dan mempelajari how bukan ‘why’. Mempelajari ‘why’ akan memacu keingintahuan dan dorongan mental untuk selalu mencari tahu dan mengeksplore berbagai hal. Dari situlah inovasi, kreativitas, mental dan etos kerja akan merubah wajah generasi bangsa.

Untuk mengubah paradigma politik pembangunan di Indonesia dalam menghadapi tantangan disrupsi teknologi, penciptaan lapangan kerja, dan ketimpangan ekonomi, beberapa pemikiran strategis yang perlu dilakukan:

  • Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Keterampilan Masa Depan  perlu revitalisasi kurikulum yang mengintegrasikan kecakapan digital (AI, data science, coding), soft skills (kreativitas, pemecahan masalah), dan STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics) ke dalam sistem pendidikan formal dan informal.
  • Reskilling/Upskilling dengan mengembangkan pelatihan vokasi berbasis industri, khususnya untuk pekerja di sektor rentan automasi (manufaktur, administrasi).
  • Kemitraan dengan Swasta dengan mendorong kolaborasi antara universitas, perusahaan teknologi, dan lembaga pelatihan untuk menyelaraskan kurikulum dengan kebutuhan pasar.
  • Research & Development (R&D) untuk mendorong keunggulan berbagai bidang kehidupan strategis.

Tentu masih banyak hal yang perlu disesuaikan paradigmanya, namun beberapa hal diatas kiranya cukup memberikan outcome signifikan bila dimulai segera sejak pendidikan dasar. Butuh waktu 15 tahun untuk membentuk generasi dengan paradigma baru dan kemampuan substansial. Diharapkan generasi Beta Indonesia ketika memasuki usia kerja akan menjadi generasi yang tangguh untuk menghadapi tantangan jaman teknologi dan AI yang dinamis.

Transformasi paradigma yang diuraikan di atas, mungkin akan menjadi suatu yang sangat urgent bila dihadapkan dengan situasi terkini dimana remaja lebih suka bentuk geng, terlibat miras dan narkoba, tawuran masal, perundungan dan sebagainya. Pertanyaan tersisa adalah apakah ada political will yang kuat dan didukung seluruh stakeholder institusi formal dan informal secara terkonsolidasi? Pertanyaan yang pesimis ketika persaingan kepentingan politik yang vulgar nyatanya telah melahirkan fragmentasi sosial dan budaya.

Transformasi Usaha Mikro-Kecil

Sebagai sektor ekonomi kerakyatan yang melibatkan hampir 90% tenaga kerja usaha ekonomi dan menjadi basis lahir dan tumbuhnya kelas ekonomi menengah, usaha mikro-kecil menjadi andalan untuk menurunkan tingkat kemiskinan, pengangguran sekaligus menjadi motor penggerak kemajuan ekonomi nasional melalui kelas menengah ekonomi yang kuat dan berkelanjutan.

Pemerintah perlu fokus dan mempriotitaskan pembinaan dan pengembangan usaha mikro yang sangat banyak (60%) yang dewasa ini banyak terperangkap sebagai sektor informal jasa pedagangan (bukannya pengolahan dan manufaktur) dan sebagian besar tercecer berserakan di tepi-tepi jalan kota besar sampai kota kecil. Hampir tidak terlihat eksistensi usaha mikro-kecil yang terstruktur dan sistematis terkonsolidasi dalam jaringan produksi dan supply chain dengan ekonomi besar (UMK industri pengolahan dan manufaktur).

Gambaran kontras dengan usaha mikro-kecil di China dan Jepang yang begitu terkonsolidasi karena peran dan kehadiran pemerintah. Lihat saja di Osaka, ada MOBIO Higashi yang mensuport usaha  mikro-kecil dan dibina Osaka Business Development Agency yang mendorong UMK dalam bisnis internasional. Inovasi dan kreativitas apapun ditampung, dilayani, dicarikan mitra bisnis (nasional-internasional) dan didorong menjadi produk unggulan negeri.

Pemerintah untuk mengejar kemajuan dan capaian signifikan Indonesia Emas 2045 perlu mendorong UMK berkontribusi dalam ekonomi inklusif berbasis inovasi, pengolahan/prosesing dan manufacturing. Dukungan terhadap UMKM dan Start-up diarahkan memperkuat akses pendanaan, teknologi, dan pasar bagi UMKM melalui insentif pajak, platform digital (e-commerce), dan inkubasi bisnis.  

UMK juga perlu didorong memasuki pengembangan sektor hijau (Green Economy), memberi dukungan investasi di energi terbarukan, agroindustri berkelanjutan, dan ekonomi sirkular untuk menciptakan lapangan kerja ramah lingkungan.  

BRIN sebagai pusat R&D didorong menghasilkan indovasi ‘’made in Indonesia yang mendorong diversifikasi industri serta mengurangi ketergantungan pada sektor tradisional dengan mengembangkan industri kreatif, bioteknologi, dan manufaktur cerdas.

Perlindungan sosial dan kebijakan ketahanan pekerja bagi pelaku usaha mikro-kecil melalui jaminan sosial Universal. Hal ini bisa dilakukan dengan perluasan program seperti BPJS Ketenagakerjaan dan skema bantuan tunai bersyarat untuk melindungi pekerja informal dan kelompok rentan.  

Sektor UMK juga perlu diberikan literasi (dibantu perguruan tinggi)  tentang adaptasi regulasi ketenagakerjaan dengan memperkenalkan model kerja fleksibel (gig economy) dengan perlindungan hak pekerja dan upah layak.  

Beberapa pilot project perlu dilakukan Pemerintah (Basic Income Piloting) sebagai uji coba program pendapatan dasar terbatas di daerah terdampak automasi untuk mengurangi kemiskinan struktural.  

Pemberdayaan Perempuan dan Difabel di sektor UMK harus didorong dengan meningkatkan partisipasi perempuan di sektor teknologi melalui beasiswa STEM dan manajemen dasar, bisnis kewirausahaan.

Penerapan Teknologi Untuk Tingkatkan Nilai Tambah Potensi Agro

Potensi agro di Indonesia sangat besar, selain tanaman pangan juga hortikultura dan perikanan. Sektor ini ditingkat hulu melibatkan masyarakat petani di pedesaan. Untuk hortikultura, persoalan utama adalah ketahan produk (life time produk) yang pendek, sehingga tidak memberi nilai ekonomis yang besar. Apabila diolah, akan masuk ke sektor usaha menengah besar (makanan-minuman) sehingga petani kurang mendapatkan benefit yang memadai selain sebagai pensuplai jual mentah.

Sekitar awal 2000a, ilmuwan Teknologi DIC dikembangkan oleh tim peneliti Prancis, antara lain Prof. Karim Allaf (pioneer DIC) dari Université de La Rochelle. Teknologi ini dikenal dengan teknologi “baby food” karena selain proses yang natural juga mempertahankan kualitas produk dan nutrisi secara aman, bahkan misal dikonsumsi balita.

DIC adalah metode pengolahan termomekanik yang menggunakan tekanan tinggi dan dekompresi mendadak (penurunan tekanan secara instan) untuk mengawetkan produk, terutama bahan pangan segar seperti buah, sayuran, rempah, atau bahan biologis lainnya. Teknik ini bertujuan memperpanjang umur simpan, mempertahankan nutrisi, warna, dan aroma, serta mengurangi kontaminasi mikroba.

Menurut Prof Karim Allaf  (ketika penulis bertemu dan konsultasi di Perancis), hasil dari prosesing DIC jika disimpan dalam kemasan kedap udara, akan bisa bertahan 4-5 tahun. Alat ini memang mahal (tahun 2012 sekitar Rp. 12 Milyard) tetapi dijual dengan paket ‘royalty’ sekian cent Euro untuk setiap produk satuan berat produk yang diproses.

Keunggulan DIC

  • Mempertahankan Kualitas Organoleptik: Warna, aroma, dan rasa tidak rusak seperti pada pasteurisasi/pengeringan suhu tinggi.
  • Ramah Lingkungan: Tidak menggunakan bahan pengawet kimia.
  • Efisiensi Energi: Proses cepat (hitungan menit) dan hemat energi dibandingkan metode konvensional.
  • Aplikasi Luas: Cocok untuk bahan kering, ekstraksi senyawa bioaktif, atau sterilisasi produk medis.

Bisa dibayangkan bila alat ini diadakan Pemerintah dan dilayankan dalam berbagai cluster daerah produksi hortikultura dan tanaman pangan (alat bisa compatible diatas truk), akan sangat memberikan keuntungan yang besar bagi petani, juga sektor industri pengolahan.

Keuntungan yang diperoleh adalah pengawetan komoditas lokal untuk ekspor;  pengurangan limbah hortikultura dimana 30% produk hortikultura Indonesia terbuang karena busuk (data Kementan 2022). Keuntungan lain DIC bisa jadi solusi pengawetan karena menghasilkan produk kering bernutrisi tinggi (misal: bubuk buah untuk suplemen).

Aplikasi untuk produk hortikultura antara lain durian, mangga, apel, tomat, atau jamur dan buah-buahan lain, dapat diawetkan dengan DIC untuk mempertahankan warna, vitamin, dan tekstur. Disamping itu pengolahan rempah & herbal dengan mempertahankan senyawa volatil (misalnya minyak atsiri pada kemangi atau kayu manis) yang biasanya hilang dalam pengeringan konvensional. Yang menarik adalah penghilangan mikroba patogen karena efektif membunuh bakteri seperti E. coli atau Salmonella tanpa bahan kimia (maka pantas bila disebut alat untuk baby food).

Pemerintah tidak perlu menunggu swasta untuk memberi layanan ke petani dengan intervensi layanan alat teknologi yang memberi nilai tambah signifikan. Janganlah paham neoliberalisme diikuti dengan membiarkan petani masuk dalam konsep ‘mekanisme pasar’, dan niscaya kalah.

DIC adalah inovasi luar negeri, masyarakat berharap BRIN melahirkan  berbagai inovasi teknologi tepat guna yang urgent dan memberi benefi secara nyata. Paradigma ‘made in Indonesia’ mungkin harus segera diproklamirkan menjadi main stream pembangunan ekonomi kerakyatan.

Paradigma Institusional Politik

Tantangan untuk menjadi negara maju 2045 tidak mungkin bisa dicapai jika sistem kekuasaan politik masih seperti saat ini. Rakyat tidak bisa bergerak dan maju untuk bersaing dengan ekonomi global jika situasi tidak menentu dan penuh resiko.

Paradigma institusional politik yang perlu disesuaikan antaralain:

  • Pemberantasan  korupsi, kolusi dan nepotisme
  • Pembatasan politik uang untuk mengurangi oligarki.  
  • Integritas  Partai untuk pembangunan nasional berdasarkan Pancasila.
  • Kabinet berbasis kompetensi, bukan kolusi dan balas jasa.
  • Revitalisasi Peran DPR dan DPD
  • Independensi Lembaga Penegak Hukum, bebas dari intervensi politik,
  • Judicial Reform, mendorong Mahkamah Agung dan MK untuk lebih responsif terhadap kasus-kasus yang berdampak pada keadilan sosial.
  • Gerakan Literasi Politik
  • Mendorong transisi dari politik identitas ke politik berbasis program
  • Pemberantasan premanisme dan menciptakan iklim bisnis yang kondusif.
  • Mengimbangi neoliberalisme mekanisme pasar dengan intervensi pemerintah secara terbatas untuk menjamin keadilan sosial.
  • Reformasi hubungan Sipil-Militer serta membangun etika politik berkeadilan

Paradigma politik kekuasaan di Indonesia perlu bergeser dari sistem yang elitis, sentralistik, dan transaksional menuju tata kelola yang inklusif, desentralistik, dan berbasis meritokrasi. Perubahan ini memerlukan komitmen kolektif dari seluruh aktor politik, masyarakat sipil, dan generasi muda untuk menolak praktik oligarki, memperkuat partisipasi publik, dan memastikan kekuasaan digunakan sebagai alat melayani rakyat, bukan sebaliknya. Tanpa transformasi sistem politik, agenda pembangunan inklusif di era disrupsi teknologi akan sulit tercapai.

Epiloog

Oligarki, sebagai sistem yang kekuasaan politik dan ekonomi dikendalikan oleh segelintir elit, telah berlangsung lama dan  menggerogoti prinsip demokrasi, mengabaikan akuntabilitas, melemahkan partisipasi masyarakat, dan mendorong korupsi sistemik. Disamping itu tradisi kehidupan politik (dan sosial-ekonomi) makin subur dengan politik transaksional dan  monopoli sumberdaya.

Penggerogotan sistem kekuasaan oligarkis telah melahirkan kehidupan masyarakat yang semakin terjebak dalam kerusakan etika sosial (terbiasa dengan ketimpangan, suap dan nepotisme), etika ekonomi (terbiasa dengan kemiskinan struktural didepan mata tanpa simpati-empati), dan etika hukum (diskriminatif dan mengabaikan keadilan).

Situasi yang demikian sulit berubah kecuali ada reformasi politik yang mendasar dengan mengacu pada ideologi Pancasila dan UUD 1945 (asli), karena ideologi-konstitusi bangsa  lahir oleh para pejuang kemerdekaan 1945 tulus dan jujur serta penuh pengabdian. Ideologi-konstitusi yang tidak akan pernah mengkhianati bangsa dan negaranya.

Tapi siapa yang akan memimpin perubahan kearah reformasi politik? Bukankah mindset kekuasaan adalah menghindari ‘chaos’, dan ‘trauma chaos’ justru menjadi perisai lindung semua kebohongan para oligarki agar masyarakat mentolerir kesalahan dan kerusakan, sambil ‘buying time’ mempertahankan kekuasaan?

Sebagai catatan penutup, perlu disimak beberapa kata bijak:

  • “Api menghancurkan, tetapi dari abunya lahir kehidupan baru” (Stoik)
  • "Di balik setiap kekacauan, ada keteraturan yang menunggu untuk ditemukan". (Fritjof Capra)
  • "Keteraturan bukanlah sesuatu yang diberikan. Ia adalah sesuatu yang harus diperjuangkan dari kekacauan" (Carl Jung).

Lalu…..?

 

Penulis: Hadi Prasetya, pengamat sosial - ekonomi|Editor: Arifin BH

Share:

Punya insight tentang peristiwa terkini?

Jadikan tulisan Anda inspirasi untuk yang lain!
Klik disini untuk memulai!

Mulai Menulis
Lentera Today.
Lentera Today.