15 May 2025

Get In Touch

Wali Kota Wahyu Bakal Revisi Perda, PKL Beromzet Kecil Tidak Dikenakan Pajak

Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat. (Santi/Lentera)
Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat. (Santi/Lentera)

MALANG (Lentera) - Pemerintah Kota (Pemkot) Malang memastikan pedagang kaki lima (PKL) dengan omzet kecil tidak akan dikenakan pajak, menyusul rencana revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).

Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat menyatakan ketentuan pajak untuk PKL dengan omzet Rp 5 juta per bulan, dinilai terlalu membebani dan tidak akan diterapkan selama dirinya menjabat.

"Di Perda lama disebutkan PKL yang omzetnya Rp 5 juta per bulan (dikenakan pajak). Saya tidak melaksanakan, karena saya kira itu terlalu berat bagi PKL tersebut," ujar Wahyu, Rabu (14/5/2025).

Sebagai bentuk konkret keberpihakannya kepada sektor usaha kecil, Wahyu mengaku telah mengajukan usulan perubahan Perda tersebut kepada DPRD Kota Malang. Dalam draft revisi yang tengah dibahas, ambang batas omzet yang dikenai pajak akan dinaikkan dari Rp 5 juta menjadi Rp 10 juta per bulan.

Namun Wahyu menegaskan dirinya tetap akan bersikap selektif meskipun revisi Perda disetujui DPRD, dengan tidak akan menerapkan ketentuan tersebut jika dinilai masih berpotensi merugikan PKL.

"Meskipun nanti sudah didok DPRD tapi kalau menurut saya belum sesuai dan masih memberatkan, tetap tidak saya laksanakan. Itu merupakan kewenangan saya sebagai wali kota, sebagai bentuk saya pro kepada PKL," tegasnya.

Wahyu juga menampik anggapan sikapnya tersebut akan berpotensi melanggar aturan. Dijelaskannya, langkah untuk menunda pelaksanaan Perda PDRD 2023 sebelumnya juga telah melalui proses hukum yang sah, yaitu dengan mengajukan perubahan melalui mekanisme peraturan.

"Buktinya Perda 2023 (penerapan pajak untuk PKL dengan omzet Rp5 juta per bulan) tidak saya jalankan. Tapi supaya tidak menyalahi aturan, saya minta ada penyesuaian. Dalam pembahasan itu akhirnya nanti akan dinaikkan menjadi Rp 10 juta," jelasnya.

Sebelumnya, sempat muncul keresahan di kalangan pelaku usaha mikro dan kecil, terutama di sektor kuliner malam yang mengkhawatirkan bakal dikenakan pajak dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menanggapi hal ini, Wahyu memastikan upaya optimalisasi PAD tidak bisa dilakukan secara sembarangan tanpa kajian mendalam.

"Optimalisasi PAD itu penting, tapi tidak bisa serta merta. Harus ada pertimbangan yang matang dan didahului pendataan yang detil. Kemarin Bappedda juga turun, itu hanya untuk mendata potensi, berdasarkan masukan dari DPRD," terang Wahyu.

Ia menambahkan, kebijakan fiskal daerah harus dijalankan secara adil dan tidak boleh justru menekan kelompok ekonomi lemah. Karena itu, penyesuaian aturan harus disertai dengan sensitivitas sosial, terutama terhadap pelaku usaha di sektor informal.

Pemkot Malang, lanjutnya, akan terus mengedepankan pendekatan humanis dan tidak kaku dalam menetapkan kebijakan perpajakan. Langkah ini juga sejalan dengan misi pemerintah daerah untuk menjaga stabilitas ekonomi kerakyatan dan memberikan ruang tumbuh bagi UMKM serta PKL.

"Kan Bapenda kemarin turun itu hanya pendataan. Pendataan itu terhadap potensi yang disampaikan dari DPRD, dan ini untuk bahan evaluasi," pungkasnya.

Reporter: Santi Wahyu/Editor: Ais

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.