16 May 2025

Get In Touch

Jose Mujica, yang Dikenal sebagai 'Presiden Termiskin' di Dunia

Mantan presiden Uruguay, José Mujica, pada Maret 2025 (AFP)
Mantan presiden Uruguay, José Mujica, pada Maret 2025 (AFP)

KOLOM (Lentera) -Pernah jadi presiden dan senator, total kekayaan Jose Mujica tidak sampai Rp 3 miliar. Selama jadi presiden, ia cuma ambil gaji 800 dollar AS tiap bulan. Untuk hidup sehari-hari ia dan istrinya berjualan bunga.

José Alberto Mujica Cordano, yang dikenal sebagai "Pepe" Mujica, wafat pada usia 89 tahun. Mantan gerilyawan yang memerintah Uruguay dari 2010 hingga 2015 ini dikenal sebagai "presiden termiskin di dunia" karena gaya hidupnya yang sederhana.

Karena cara hidupnya yang sederhana sebagai presiden, Mujica menjadi tokoh politik yang terkenal di Amerika Latin dan sekitarnya.

Popularitas globalnya tidak biasa bagi seorang presiden Uruguay, negara dengan penduduk sebanyak 3,4 juta jiwa.

Mujica mengaku bahwa hasratnya terhadap politik, terhadap buku, dan bercocok tanam, diturunkan kepadanya oleh ibunya. Sang ibu pula yang membesarkannya di rumah mereka yang tergolong kelas menengah di Montevideo, ibu kota Uruguay.

Sewaktu muda, Mujica adalah anggota Partai Nasional, salah satu kekuatan politik tradisional Uruguay. Belakangan partai itu menjadi oposisi berhaluan kanan-tengah terhadap pemerintahannya.

Pada 1960-an, ia membantu mendirikan Gerakan Pembebasan Nasional Tupamaros (MLN-T), kelompok gerilya perkotaan berhaluan kiri yang melakukan penyerangan, penculikan, dan eksekusi—meskipun ia selalu menyatakan bahwa ia sama sekali tidak melakukan pembunuhan.

Dipengaruhi oleh revolusi Kuba dan sosialisme internasional, MLN-T meluncurkan aksi perlawanan rahasia terhadap pemerintah Uruguay. Pada saat itu pemerintah Uruguay dipilih oleh rakyat dan demokratis, namun kaum kiri menuduh pemerintah semakin otoriter.

Selama periode ini, Mujica ditangkap empat kali. Pada salah satu kesempatan tersebut, tahun 1970, ia ditembak enam kali dan hampir meninggal.

Dipenjara 14 tahun lamanya

Jose Alberto Mujica Cordano menjadi Presiden Uruguay 2010-2015. Mantan pemimpin kelompok gerilya Tupamaros itu pernah dipenjara selama 14 tahun karena perlawanannya terhadap pemerintah.

Mujica mengaku pernah mengalami kegilaan, menderita delusi, dan bahkan berbicara dengan semut selama berada di penjara.

Hari ketika ia dibebaskan adalah kenangan terindahnya. Katanya: "Menjadi presiden tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan itu."

Beberapa tahun setelah dibebaskan, ia menjabat sebagai anggota parlemen, baik di DPR maupun di Senat—majelis rendah dan tinggi negara tersebut.

Pada 2005, ia menjadi menteri dalam pemerintahan pertama Frente Amplio, koalisi sayap kiri Uruguay. Lima tahun kemudian, dia terpilih sebagai presiden Uruguay.

Ia berusia 74 tahun saat itu dan masih belum dikenal khalayak dunia.

Pemilihannya menandai momen penting bagi sayap kiri Amerika Latin. Mujica menjadi pemimpin bersama presiden sayap kiri lainnya seperti Luis Inácio Lula da Silva di Brasil dan Hugo Chávez di Venezuela.

Namun, Mujica memerintah dengan menunjukkan pragmatisme dan keberanian dalam beberapa kesempatan, kata komentator politik.

Di tengah kondisi ekonomi internasional yang cukup sulit, ekonomi Uruguay tumbuh rata-rata 5,4% , kemiskinan berkurang, dan pengangguran tetap rendah.

Saat menjabat, Mujica menolak pindah ke kediaman presiden, seperti yang biasa dilakukan kepala negara di seluruh dunia. Sebaliknya, ia tinggal bersama istrinya—politikus dan mantan gerilyawan Lucía Topolansky—di rumah sederhana mereka di pinggiran Montevideo, tanpa pembantu rumah tangga dan sedikit personel keamanan.

Dia juga selalu berpakaian kasual dan sering terlihat mengendarai Volkswagen Beetle 1987 biru muda. Mujica juga menyumbangkan sebagian besar gajinya. Beberapa media menyebutnya "presiden termiskin di dunia".

Namun, Mujica selalu menolak sebutan itu: "Mereka bilang saya presiden termiskin. Tidak, bukan," katanya kepada saya dalam sebuah wawancara tahun 2012 di rumahnya. "Miskin adalah mereka yang menginginkan lebih [...] karena mereka berada dalam persaingan yang tak ada habisnya."

Meskipun Mujica menyampaikan pentingnya penghematan, pemerintahannya justru meningkatkan belanja publik secara signifikan, memperlebar defisit fiskal dan membuat lawan-lawan politiknya menuduhnya melakukan pemborosan.

Mujica juga dikritik karena gagal menuntaskan masalah pendidikan Uruguay, meskipun telah berjanji bahwa pendidikan akan menjadi prioritas utama pemerintahannya.

Namun, tidak seperti pemimpin lain di wilayah tersebut, ia tidak pernah dituduh melakukan korupsi atau merusak demokrasi negaranya.

Pada akhir pemerintahannya, Mujica memiliki peringkat popularitas domestik yang tinggi (hampir 70%) dan terpilih sebagai senator. Dia menghabiskan sebagian waktunya untuk berkeliling dunia setelah ia mengundurkan diri sebagai presiden.

"Jadi, apa yang menarik perhatian dunia? Bahwa saya hidup pas-pasan, rumah sederhana, dan saya berkeliling dengan mobil tua? Jadi, dunia ini gila karena terkejut dengan [apa yang] biasa saja," ujarnya sebelum masa jabatannya rampung.

Mujica pensiun dari dunia politik pada 2020 meskipun ia tetap menjadi tokoh sentral di Uruguay.

Tahun lalu, Mujica mengumumkan bahwa ia mengidap kanker. Ucapannya bahwa dirinya semakin mendekati ajal menjadi lebih sering terlontar. Namun, dia selalu mengucapkan hal itu sebagai sesuatu yang wajar, tanpa drama.

Dalam wawancara terakhirnya dengan BBC pada bulan November, ia berkata: "Orang tahu bahwa kematian tidak dapat dihindari. Dan mungkin itu seperti garam kehidupan."

Editor: Arifin BH/BBC

Share:

Punya insight tentang peristiwa terkini?

Jadikan tulisan Anda inspirasi untuk yang lain!
Klik disini untuk memulai!

Mulai Menulis
Lentera Today.
Lentera Today.