23 May 2025

Get In Touch

Anggota DPRD Jatim Nilai Wacana Dokter Umum Bisa Operasi Caesar Sebagai Langkah Kontradiktif

Anggota DPRD Jatim, Puguh Wiji Pamungkas
Anggota DPRD Jatim, Puguh Wiji Pamungkas

SURABAYA (Lentera) – Wacana Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk membuka izin bagi dokter umum melakukan operasi caesar di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) menuai respons keras dari kalangan legislatif. 

Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, Puguh Wiji Pamungkas, menyebut wacana tersebut sebagai langkah yang paradoks dan kontradiktif dengan prinsip-prinsip akademis kedokteran.

“Menurut saya itu suatu statement yang paradoks, kontradiktif dengan dunia akademis,” tegas Puguh, Rabu (21/05/2025).

Politisi PKS tersebut menilai, Menkes yang berasal dari latar belakang non-kesehatan tampaknya tidak sepenuhnya memahami batas-batas kompetensi medis secara akademik dan profesional. Menurutnya, kompetensi untuk melakukan tindakan operasi—termasuk operasi caesar—adalah ranah dokter spesialis, bukan dokter umum.

“Mungkin karena beliau bukan orang kesehatan tetapi menjadi Menteri Kesehatan. Sehingga dari segi akademisnya kurang menguasai, tetapi dari aspek kebijakan publik bisa,” ujarnya.

Lebih lanjut, Puguh menegaskan bahwa dalam dunia kedokteran terdapat pakem dan etika medis yang tidak boleh ditabrak hanya demi menjawab kekosongan tenaga kesehatan di daerah. Tindakan medis seperti operasi caesar memiliki risiko tinggi dan memerlukan pelatihan serta pengalaman khusus yang hanya dimiliki oleh dokter spesialis obstetri dan ginekologi (obgyn).

“Ada beberapa pakem kesehatan yang tidak bisa ditabrak. Seperti dokter umum yang bisa melakukan sesar, itu bukan kompetensinya. Karena dokter yang bisa melakukan operasi itu harus spesialis. Termasuk dokter tulang, ya spesialisasinya ortopedi,” jelasnya.

Sebagai solusi atas persoalan minimnya jumlah dokter spesialis di daerah 3T, Puguh mendorong pemerintah pusat agar fokus pada reformasi sistem rekrutmen dan pengembangan dokter spesialis. Ia menyarankan agar pemerintah memberikan dukungan nyata dalam bentuk beasiswa, insentif, hingga pembukaan kuota Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang lebih luas dan inklusif.

“Untuk solusi kekurangan dokter spesialis di daerah itu bagaimana pemerintah memberi support, misalnya dalam bentuk beasiswa ataupun seleksi dokter umum yang melakukan PPDS,” ucapnya.

Menurutnya, saat ini jumlah input atau lulusan dokter umum yang melanjutkan ke jenjang spesialis sangat sedikit karena berbagai hambatan, seperti biaya pendidikan yang tinggi, sistem seleksi yang ketat, serta terbatasnya kelas yang dibuka di institusi pendidikan kedokteran.

“Hari ini input anak-anak dokter umum yang ke spesialis sedikit, karena barrier entry-nya berat, biaya tinggi, atau faktor rekomendasi dan ketersediaan kelas yang dibuka. Jadi ini harus diubah, kuota kelasnya ditingkatkan,” pungkasnya.

Reporter: Pradhita|Editor: Arifin BH

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.