
KOLOM (Lentera) -Menteri Pertanian Jepang, Taku Eto, resmi mengundurkan diri pada setelah pernyataannya tentang “hadiah beras” memicu kemarahan publik dan parlemen.
“Saya membuat pernyataan yang sangat tidak pantas pada saat rakyat sedang menderita karena harga beras melonjak. Tidak pantas saya untuk tetap menjabat,” kata Eto kepada wartawan, Rabu (21/5/2025).
Dalam beberapa waktu terakhir, harga beras di Jepang dilaporkan telah melonjak dua kali lipat dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Masyarakat Jepang yang selama bertahun-tahun terbiasa dengan deflasi kini menghadapi tekanan dari inflasi serta rendahnya kenaikan upah riil.
Sejak Maret lalu, pemerintah telah melepaskan sebagian beras yang disimpan sebagai persediaan darurat. Langkah itu diambil untuk mengendalikan harga.
Namun, data terbaru menunjukkan harga kembali naik pada minggu yang berakhir 11 Mei, setelah sempat turun untuk pertama kalinya dalam 18 minggu.
Kondisi ini memaksa konsumen dan pengecer beralih ke beras impor yang lebih murah.
Harga beras yang menjadi makanan pokok rakyat Jepang menjadi sangat tinggi karena panen yang buruk akibat cuaca panas pada tahun 2023.
Kekurangan stok beras juga dipicu oleh kepanikan warga menyusul peringatan pemerintah akan kesiapsiagaan menghadapi bencana gempa bumi.
Beras tetap menjadi makanan pokok dan bagian tak terpisahkan dari budaya dan sejarah Jepang.
Para ahli menyalahkan kebijakan produksi beras jangka panjang pemerintah. Pemerintah membantah adanya kekurangan beras, tetapi para pejabat mengatakan masih menjadi misteri mengapa beras tidak sampai ke konsumen.
Beberapa ahli mengatakan, kekurangan beras bisa jadi serius. Namun, sejauh ini hal itu sulit dilacak karena rute distribusi komoditas itu menjadi sangat rumit sejak berakhirnya kendali pemerintah pada tahun 1995.
Di tengah situasi tersebut, Eto justru mengeluarkan pernyataan yang dianggap tidak simpatik. Partai oposisi pun menyerang Eto dan mengkritik Perdana Menteri Ishiba karena tidak segera mencopotnya. Lima partai oposisi bahkan sempat merencanakan mosi tidak percaya terhadap Eto.
Di media sosial, kemarahan publik pun meluas. Banyak pengguna mengecam baik Eto maupun Ishiba. Bahkan ada yang menyarankan sang perdana menteri untuk ikut mundur.
Dengan keputusan terbaru Eto tersebut, ia menjadi menteri pertama dalam kabinet Ishiba yang mengundurkan diri, di luar mereka yang kehilangan kursi dalam pemilu mendadak Oktober lalu.
“Pengunduran diri Menteri Eto sebenarnya sudah tidak bisa dihindari sejak komentar itu muncul,” kata Hiroshi Shiratori, pakar ilmu politik dari Universitas Hosei.
Sementara itu, survei opini terbaru dari Kyodo News menunjukkan tingkat dukungan untuk Ishiba anjlok ke titik terendah, yakni 27,4 persen.
Itu berarti, ada sembilan dari 10 pemilih yang merasa tidak puas terhadap respons pemerintah atas melonjaknya harga beras. Hampir 90 persen responden menyatakan tidak puas dengan respons pemerintah terhadap kenaikan harga beras.
Kepercayaan
Samurai adalah anggota kasta ksatria Jepang yang berkuasa pada abad ke-12. Mereka mendominasi pemerintahan sampai 1868.
Mereka terkenal sebagai ksatria paling ditakuti. Mereka dihormati karena pandai mengendalikan hawa nafsu: tidak terpengaruh keadaan sekitarnya.
Para ksatria itu hidup berdasarkan nilai-nilai sangat ketat -yang mengutamakan keberanian, kehormatan, dan kesetiaan pribadi.
Ksatria Samurai memiliki kemampuan untuk mempercayai orang lain dan diri sendiri.
Apabila kepercayaan atas ucapan Anda dilanggar, tak ada lagi yang bisa dipercaya. Kejujuran adalah hal paling mendasar dalam kepercayaan.
Mereka -para ksatria, tidak menganggap remeh masalah kepercayaan. Jika Anda jujur, Anda berharap orang lain juga jujur.
Bila Anda pembohong dan pencuri, rasanya aneh mengharapkan orang untuk tidak berbohong atau mencuri dari Anda.
Para Samurai mempercayai dan menerima kepercayaan, tapi mereka tidak begitu saja masuk dalam kegiatan berbahaya untuk menerima kekecewaan.
Tindakan Menteri Taku Eto itu masuk dalam kegiatan berbahaya. Semua menjadi kecewa!
Penulis: Arifin BH/Pemred Lenteratoday