
WASHINGTON DC (Lentera) -Pemerintah Amerika Serikat mencabut izin Universitas Harvard untuk menerima mahasiswa asing. Mereka juga mengancam hal yang sama kepada perguruan-perguruan tinggi lain.
Keputusan itu diumumkan di Washington DC oleh Menteri Keamanan Dalam Negeri AS Kristi Noem pada Jumat (23/5/2025) pagi WIB.
”Harvard harus membatalkan program mahasiswa asing dan mahasiswa pertukaran tahun ajaran 2025/2026,” katanya.
Menurut Noem, Harvard mendukung tindak kekerasan, sikap antisemit, dan bekerja sama dengan Partai Komunis China. Harvard memiliki 6.800 mahasiswa asing untuk tahun ajaran 2024/2025 atau 27 persen dari total mahasiswa.
Mayoritas mahasiswa asing berasal dari China. Selain itu, mereka berasal dari Kanada, India, Korea Selatan, Inggris, Jerman, Australia, Singapura, dan Jepang. Total, Harvard memberi tempat untuk mahasiswa dari 140 negara.
”Memiliki mahasiswa asing itu bukan hak perguruan tinggi, tetapi atas izin istimewa dari pemerintah. Serahkan data mahasiswa dalam 72 jam ke depan dan izin ini kami pulihkan,” kata Noem.
Noem menuturkan, semua perguruan tinggi wajib menyadari akibat yang mereka terima jika menyokong gagasan anti-Amerikanisme dan antisemit. Amerikanisme yang dimaksud Noem, menurut para pengamat, adalah kebijakan pemerintah sekarang untuk mengutamakan AS di atas segalanya.
Harvard menolak memberi data pribadi para mahasiswa asing kepada pemerintah ketika Departemen Keamanan Dalam Negeri melakukan pemeriksaan. Semua kampus di AS diperiksa atas tuduhan antisemit dan mendukung terorisme karena menggelar unjuk rasa pro-Palestina. Noem meminta semua catatan, video, dan foto unjuk rasa mahasiswa selama lima tahun terakhir.
Di dalam keterangan tertulis, Harvard menyatakan tindakan pemerintah tidak sesuai hukum. Mereka akan menggugat balik di pengadilan.
”Tindakan ini tidak hanya mengancam Universitas Harvard, tetapi kebebasan akademik di negara kita,” kata Harvard.
Kepada majalah Time, Juru Bicara Harvard Jason Newton menjelaskan, memiliki banyak mahasiswa asing adalah kekayaan intelektual bagi universitas. Keberadaan mereka memberi pemahaman dan pendekatan komprehensif pada berbagai persoalan ilmiah ataupun sosial.
”Berkat mahasiswa asing pula, sumbangsih kampus kepada masyarakat dan bangsa kian beragam. Kami akan melakukan segalanya untuk melindungi para mahasiswa,” kata Newton.
Kronologi
Pemerintah AS menekan Harvard sejak Desember 2023. Ketika itu, ribuan mahasiswa di AS berunjuk rasa pascaserangan Badai Aqsa 7 Oktober 2023. Hamas dari Jalur Gaza, Palestina, menyerang Israel dan menewaskan 1.200 orang. Mereka juga menculik 251 orang.
Setelah itu, militer Israel menggempur Gaza. Perbuatannya melebihi aksi beladiri. Dalam dua bulan, puluhan ribu warga Gaza tewas dan ini memicu protes dari para sivitas akademika global. Pemerintah AS menanggapi dengan mengirim polisi meringkus para mahasiswa.
Pemerintah AS menuduh kampus-kampus berbuat antisemit. Kampus mengatakan, unjuk rasa pro-Palestina tidak berarti antisemit. Bahkan, banyak mahasiswa dan organisasi Yahudi pro-perdamaian ikut memprotes militer Israel.
Di Harvard, Rektor Claudine Gay dinyatakan gagal memimpin kampus. Ia disuruh mengundurkan diri pada Agustus 2024 dan diganti oleh Alan Gay.
Tekanan terhadap kampus semakin kuat setelah Donald Trump dilantik menjadi presiden pada Januari 2025. Selain menyerang gagasan pro-Palestina, Trump juga anti kepada nilai-nilai keragaman dan pemahaman progresif.
Dilansir Al Jazeera, pemerintah meluncurkan satuan tugas pencegahan antisemitisme pada Februari 2025. Ada 10 kampus yang diselidiki sebagai kloter awal, yaitu Columbia, Harvard, John Hopkins, Universitas California Los Angeles, Universitas George Washington, Universitas New York, Universitas California Berkeley, Northwestern, Universitas Minnesota, dan Universitas California Selatan (USC).
Trump kemudian mulai menghentikan aliran dana ke berbagai perguruan tinggi. Delapan kampus elite yang dikenal dengan istilah Ivy League kehilangan dana mulai dari ratusan juta hingga miliaran dollar AS. Secara total, ada 60 universitas yang dipotong pendanaannya.
Perbuatan pemerintah terhadap Harvard dengan mencabut izin penerimaan mahasiswa asing dinilai sebagai contoh ancaman kepada kampus-kampus lain. Mahasiswa asing terpaksa pindah ke kampus-kampus lain karen takut kehilangan visa belajar. Akan tetapi, ini tidak menjamin kampus baru mereka tidak akan ditekan oleh pemerintah.
Mahasiswa asing
Menurut survei Departemen Pendidikan AS dan Institut Pendidikan Internasional (IIE) tahun 2024, di AS ada 1,1 juta mahasiswa asing. Pada saat yang sama, ada 280.000 mahasiswa AS yang berkuliah di luar negeri. Menerima mahasiswa asing merupakan salah satu penanda mutu kampus dan kemampuan bersaing secara internasional.
”Mayoritas mahasiswa asing membayar penuh uang kuliahnya atau dari beasiswa negara masing-masing. Pendapatan ini dipakai untuk menyubsidi mahasiswa lain yang memperoleh bantuan kuliah,” kata mantan Rektor Universitas Missouri Chuck Ambrose, dikutip dari Kompas.
Harian USA Today melaporkan, para mahasiswa asing di Harvard dilanda kepanikan. Mereka kaget dan berusaha memahami peristiwa yang menimpa mereka dengan penuh rasa tidak percaya.
”Baru kemarin saya senang berkuliah. Kampus ini mempertemukan saya dengan teman-teman dari seluruh dunia. Sekarang, nilai itu direbut dari kami,” kata Leo Gerden (33), mahasiswa dari Swedia (*)
Editor: Arifin BH