
MALANG (Lentera) - Rencana pembangunan hotel bintang lima dengan nilai investasi mencapai Rp900 miliar di Kota Malang mulai memasuki tahapan proses perizinan. Pemerintah Kota (Pemkot) Malang menegaskan, seluruh aspek perizinan dan operasional proyek berskala besar tersebut harus mengikuti ketentuan regulasi yang berlaku.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker-PMPTSP) Kota Malang, Arif Tri Sastyawan, mengatakan proyek pembangunan dua tower tersebut berada dalam kategori bangunan dengan risiko tinggi. Karena itu, kewenangan sebagian perizinannya berada di tangan pemerintah pusat.
"Untuk Amdal itu sudah masuk proses konsultasi antara konsultan dengan DLH. Karena bangunannya termasuk risiko tinggi, maka itu menjadi kewenangan pusat. Artinya, banyak hal yang berkaitan dengan itu tidak lagi di ranah pemkot," ujar Arif, Sabtu (24/5/2025).
Dijelaskannya, nilai investasi yang diajukan mencapai Rp900 miliar oleh investor yang diketahui berasal dari PT Tanrise Property Indonesia. Rencana tersebut mencakup pembangunan dua tower di atas lahan seluas 12.000 meter persegi, namun luasan yang akan digunakan diperkirakan hanya sekitar 6.000 meter persegi.
"Ini masih di bawah ketentuan maksimal dalam Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) yang telah dikeluarkan Pemkot Malang sebesar 9.900 meter persegi. Artinya tidak ada masalah, karena tidak melebihi batas yang kami tetapkan di KKPR. Kalau mereka membangun lebih dari itu, tentu tidak bisa kami setujui," tegasnya.
Namun, muncul perhatian khusus dari pemerintah kota terkait rencana operasional tempat hiburan malam (bar) dalam kawasan hotel tersebut. Arif menyebut izin hiburan malam merupakan izin tambahan yang harus diajukan secara terpisah setelah pembangunan fisik selesai dan semua izin dasar termasuk Amdal, PBG, dan SLF terpenuhi.
"Itu prosesnya berbeda. Kalau izin dasar sudah selesai dan bangunan berdiri, baru mereka bisa mengajukan izin usaha tambahan seperti bar atau restoran," jelasnya.
Lebih lanjut, ia menekankan Pemkot Malang akan berpegang pada aturan yang tertuang dalam peraturan daerah (Perda), khususnya terkait jarak operasional tempat hiburan malam dari rumah ibadah dan lembaga pendidikan.
Dalam Perda tersebut, disebutkan bahwa jarak minimal adalah 500 meter. Sementara dari tinjauan awal, lokasi rencana pembangunan hotel diketahui berada kurang dari 200 meter dari fasilitas pendidikan dan tempat ibadah.
"Kalau memang itu melanggar Perda, izin untuk bar tidak akan kami keluarkan. Mungkin hanya boleh membuka restoran saja," katanya.
Di sisi lain, aspek keamanan bangunan juga menjadi perhatian. Arif menyebut Pemkot akan memastikan seluruh sarana dan prasarana pendukung keselamatan, termasuk antisipasi kebakaran, harus disiapkan sejak awal perencanaan.
"Ketika proses perizinan bangunan (PBG) diajukan, mereka harus memaparkan kesiapan alat pemadam kebakaran seperti APAR, fire sprinkler, dan sebagainya. Semua itu menjadi syarat wajib sebelum bangunan dinyatakan layak fungsi," terangnya. (*)
Reporter: Santi Wahyu
Editor : Lutfiyu Handi