
MALANG (Lentera) - Ketua organisasi Gerakan Indonesia Sehat Jiwa, Sofia Ambarini, mengungkapkan kelompok generasi Z (Gen-Z) paling rentan mengalami gangguan kesehatan jiwa, khususnya depresi berat. Hal itu disampaikan sebagai [erhatian terhadap isu kesehatan mental di Kota Malang.
Tak hanya itu, dari data yang mereka himpun, mayoritas kasus bunuh diri dilakukan oleh kaum laki-laki, mencapai 95 persen dari total kasus yang mereka tangani.
"Kalau masalah mental, itu banyak sekali pasien yang kami tangani. Mulai dari bipolar, kemudian masalah depresi berat yang paling banyak. Kalau rentan depresi itu didominasi usia gen Z, ya. Umur 18-40an lah. Tetapi 80-85 persen itu gen-Z," ujar Sofia, Sabtu (31/5/2025).
Menurutnya, kasus depresi yang dialami para pasien biasanya tidak berdiri sendiri. Seringkali, kondisi mental tersebut dipicu oleh perundungan (bullying) yang bermula dari masalah pola asuh atau parenting di dalam keluarga.
"Biasanya, bullying itu bukan hanya satu-satunya penyebab. Kenapa bisa terpengaruh bullying? Karena mereka tidak dekat dengan orang tua. Jadi, kompleks. Misalnya, dia menjadi bipolar karena trauma ditelantarkan orang tua, lalu studinya menjadi bermasalah, dan seterusnya," jelasnya.
Di sisi lain, Sofia mengingatkan, tingginya angka bunuh diri pada laki-laki perlu menjadi perhatian serius. Fenomena ini berkaitan dengan konstruksi sosial yang menuntut laki-laki untuk selalu terlihat kuat dan tidak menunjukkan emosi.
"Kalau kasus bunuh diri, itu 95 persen laki-laki. Jadi hati-hati sekali dengan jargon "laki-laki tidak bicara, tiba-tiba..." Nah, itu bahaya. Karena laki-laki cenderung menyimpan, bukan mengungkapkan," tegasnya.
Sofia juga menyebutkan, gerakan Indonesia Sehat Jiwa setidaknya telah mendampingi 80–90 pasien, baik secara online maupun offline. Sebagian besar pasien yang datang berasal dari kalangan mahasiswa dan usia produktif.
"Termuda itu usia 16 tahun, yang tertua 65 tahun. Tapi memang kami lebih banyak fokus ke usia produktif, jadi yang paling banyak itu mahasiswa," imbuhnya.
Namun, tantangan terbesar saat ini menurut Sofia adalah masih minimnya budaya konseling di kalangan masyarakat.
Menurutnya, banyak orang yang masih menganggap datang ke psikolog merupakan tanda seseorang mengalami gangguan kejiwaan yang berat, padahal sejatinya hal tersebut merupakan bagian dari merawat kesehatan jiwa.
"Kami coba munculkan budaya untuk mencari bantuan, ke psikolog itu bukan berarti berpenyakit. Tapi itu sesuatu yang wajar. Seperti kalau kita pilek ke dokter, maka saat stres pun ke psikolog. Itu harus kita biasakan,” jelasnya.
Pihaknya berharap, dengan hadirnya Indonesia Sehat Jiwa di Kota Malang, akan semakin banyak masyarakat yang menyadari pentingnya menjaga kesehatan mental.
Edukasi pun terus dilakukan agar masyarakat memahami, memiliki kesehatan mental yang baik merupakan kebutuhan dasar yang sama pentingnya dengan kesehatan fisik.
"Jadi diharapkan, orang itu akan merasa suatu mental yang sehat adalah keadaan yang penting diusahakan dan itu normal. Bukan sesuatu yang bermasalah," pungkasnya.
Reporter: Santi Wahyu|Editor: Arifin BH