Viral Gorengan Babi di Toko Cakue Peneleh, Warga Minta Pasar Atom Terapkan Labelisasi Halal–Nonhalal

SURABAYA (Lentera) - Sebuah video yang menunjukkan adanya gorengan babi di salah satu toko jajanan di Pasar Atom Surabaya, tepatnya di gerai Toko Cakue Peneleh, mendadak viral di media sosial.
Video tersebut menimbulkan kehebohan di tengah masyarakat, terutama di kalangan umat Muslim yang khawatir terhadap ketidakterbukaan informasi kandungan makanan yang dijual di tempat publik.
Dalam video berdurasi singkat itu, terlihat seorang warga yang memesan babi. Padahal di toko tersebut juga dikunjungi oleh kalangan Muslim.
Jurnalis Lentera menelusuri langsung ke lokasi, mendapati toko tersebut masih ramai pengunjung, termasuk dari kalangan Muslim. Meski sempat menjadi kontroversi, hal itu tampaknya tidak menyurutkan minat pembeli untuk datang.
Salah satu penjual di gerai Toko Cakue Peneleh saat ditemui mengatakan bahwa pihaknya sudah tidak lagi menjual gorengan babi.
“Kami tidak jual lagi, terpisah toko. Untuk olahan tidak halal sudah pindah ke Bang Chu sejak tahun lalu," ungkap seorang karyawan toko saat ditanya oleh Lentera, Sabtu (31/05/2025).
Hal ini dipertegas dengan adanya papan informasi atau label yang menjelaskan perubahan tersebut secara terbuka di depan toko.
Walaupun begitu, fenomena ini membuka perbincangan lebih luas mengenai sistem pelabelan makanan di pusat perbelanjaan Pasar Atom.
Pasar yang dikenal sebagai salah satu destinasi kuliner dan belanja etnis Tionghoa di Surabaya ini memang memiliki karakteristik yang unik: banyak toko menjual makanan yang mengandung bahan nonhalal seperti daging babi, namun tidak semuanya memberikan informasi eksplisit.
Di lorong-lorong kuliner Pasar Atom, banyak gerai camilan, bakpao, mie, dan olahan daging babi yang berjajar tanpa label halal. Bagi pengunjung yang tidak menanyakan secara langsung, hal ini tentu bisa menjadi persoalan.
“Saya sih sebagai orang Muslim jadi agak ragu-ragu kalau mau beli makanan di sini. Banyak yang nggak ada labelnya. Kalau misalnya ada tulisan mengandung babi atau ‘halal’ kan kita jadi lebih tenang dan nggak asal beli,” terang Raka (40), pengunjung asal Sidoarjo yang ditemui usai berbelanja di kawasan kuliner Pasar Atom.
Raka berharap, pengelola pasar maupun otoritas terkait bisa memberikan regulasi khusus untuk memastikan adanya transparansi informasi bahan makanan, khususnya bagi toko-toko yang menjual produk yang berpotensi nonhalal.
"Saya nggak masalah ada makanan babi dijual, itu hak mereka. Tapi yang penting kasih tahu dengan jelas biar nggak salah beli,” paparnya.
Kasus viral ini menjadi sorotan penting akan perlunya edukasi dan kesadaran pelaku usaha kuliner untuk menerapkan pelabelan bahan makanan, apalagi jika beroperasi di ruang publik yang terbuka untuk berbagai kalangan.
Reporter: Pradhita|Editor: Arifin BH