KOLOM (Lentera) -Suasana di lantai lima Graha Amerta, RS Dr Soetomo, Surabaya, Sabtu siang (31/5/2025) sangat tenang ketika dua perawat masuk ruangan. Mereka cantik, ramah dan cerdas.
Mereka sedang dinas pagi. Pun tengah merawat saya. Pada kemo ke 4 sekarang ini.
"Pembuluh darah Bapak hitam, terbakar ya," sapanya, melihat punggung tangan saya yang hitam. Dua perawat cerdas itu, hendak memasang jarum infus di tangan kiri saya. Yang kanan sudah hitam.
Karena sudah masuk waktu shalat Ashar. Saya minta izin. Agar infus dipasang setelah shalat Ashar saja.
"Monggo. Bapak sholat dulu," ucapnya lembut.
"Kalau begitu, kami pasang dulu infus pada pasien di ruang sebelah," lanjutnya dengan ramah.
Usai shalat, saya pencet bel. Mereka berdua pun datang. Dengan penuh hati-hati, mereka memasang jarum di pembuluh darah tangan kiri saya. Yang masih ada bekas, infus sebelumnya.
"Sakit ya," sapanya lembut, sambil memandang wajah saya yang menahan kesakitan.
"Yang penting sembuh," jawab saya, dengan gurau, sembari menahan kesakitan. "Setuju," sahutnya dengan singkat.
Lantas mereka menasehati. Agar pembuluh darah tidak terbakar akibat kemo.
Menurut mereka, agar pembuluh darah bisa kembali normal, harus dikompres. Dengan air dingin.
Dia juga menyarankan, setelah infus obat kanker, supaya pembilasan dengan infus khusus pembilasan. Paling tidak agak lama. Ya, sekitar lima belas menit sampai setengah jam. Agar obat tidak tertahan di pembuluh darah.
"Digelontor dulu," ucapnya.
"Sampaikan pada perawat. Agar dibilah setelah infus kangker dimasukan," sarannya lagi.
Itu pula yang saya lakukan pada perawat yang dinas malam. Tadi malam.
Sambil ngobrol, perarawat pasang obat kemo. Lama infusnya 22 jam.
Ada dua botol obat kemo. Masing - masing 22 jam lama infusnya. Hingga saya baru bisa pulang, Senim malam (2/6/2025).
Niat baik akan selalu menghasilkan hal baik. Namun niat baik tidak datang tanpa ujian. Saya berniat sembuh dari sakit. Melewati ujian kemo!
Penulis: M. Nasaruddin Ismail, wartawan senior tinggal di Surabaya|Editor: Arifin BH