07 June 2025

Get In Touch

Timwas DPR RI Evaluasi Kendala Pelaksanaan Haji

Jemaah haji berada di Mina. (ANTARA FOTO/ANDIKA WAHYU)
Jemaah haji berada di Mina. (ANTARA FOTO/ANDIKA WAHYU)

MAKKAH (Lentera)- Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI, mengevaluasi pelaksaan haji tahun ini yang dinilai terjadi beberapa kendala. Untuk itu Timwas meminta supaya pemerintah bisa memberikan pelayanan lebih professional, maksimal, dan terbaik.

Lalu Hadrian Irfani, menyatakan kekecewaannya terhadap pelaksanaan ibadah haji tahun ini. Evaluasi ini disampaikan langsung saat dirinya meninjau kondisi pemondokan jemaah haji Indonesia di Mina, Makkah, Arab Saudi, Jumat (6/6/2025).

Dia menilai pelaksanaan haji tidak berjalan sesuai dengan perencanaan dan paparan resmi pemerintah, khususnya Kementerian Agama. Diantara banyak Jemaah yang terlantar.

“Pertama, tentu kami sangat menyayangkan. Manajemen pelaksanaan haji yang sebelumnya sudah disampaikan secara meyakinkan oleh Menteri Agama, ternyata tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan,” ujar Lalu Hadrian.

Ia menjelaskan bahwa beberapa hari sebelum wukuf di Arafah, Timwas DPR mengikuti rapat koordinasi yang dipimpin oleh Menteri Agama. Dalam forum itu, pemerintah memaparkan kesiapan layanan haji secara rinci. Namun, saat pelaksanaan, banyak jemaah yang terlantar karena keterlambatan bus dan tidak mendapatkan tenda di Arafah.

“Kami sebenarnya berharap ini menjadi pelaksanaan haji yang lebih baik, apalagi ini haji terakhir yang sepenuhnya ditangani oleh Kementerian Agama. Tapi kenyataannya justru sebaliknya,” tegas legislator dari Fraksi PKB tersebut.

Lebih lanjut, Lalu Hadrian mengungkapkan bahwa masalah tidak hanya berasal dari sisi pemerintah Indonesia, namun juga dari kebijakan baru otoritas Arab Saudi. Salah satu kendala yang diidentifikasi adalah implementasi sistem digital E-Hajj, yang menyebabkan kekacauan data jemaah, termasuk pemisahan data keluarga dan pendamping.

“Ini juga menjadi faktor penyebab ketidakteraturan, karena data yang tidak terintegrasi menyulitkan proses pelayanan di lapangan,” jelasnya dilansir parlementaria.

Ia menambahkan, ke depan pelaksanaan haji harus dikelola oleh lembaga baru yang lebih profesional, transparan, dan memiliki kendali teknis yang kuat agar pelayanan terhadap jemaah menjadi lebih baik.

Sementara itu, Selly Andriany Gantina, mengatakan terkait penumpukan jemaah haji di Mina. Dia menilai hal itu terjadi karena adanya pembatalan program Tanazul oleh otoritas Saudi untuk sekitar 37 ribu jemaah.

Ia menjelaskan pembatalan program Tanazul itu menyebabkan kepadatan karena jemaah lansia dan berisiko tinggi tidak bisa kembali lebih awal ke Mekah dan harus berebut tenda di Mina.

Program Tanazul semula dirancang untuk meringankan beban logistik dan ruang di Mina, dengan memindahkan sebagian jemaah ke hotel lebih awal setelah menyelesaikan lempar jumrah Aqabah. Namun, otoritas Saudi membatalkan program ini secara mendadak. 

Lebih lanjut, ia memprediksi pembatalan program tanazul ini berpotensi menyebabkan terjadinya kelangkaan makanan di Mina.

Sebab, jemaah yang seharusnya telah diskemakan untuk kembali lebih awal ke Mekkah setelah lempar jumrah harus tetap makan di tenda.

"Kini semuanya harus ditambah di Mina. Tanpa antisipasi, ini bisa memicu kelangkaan makanan. Padahal, kondisi fisik jemaah banyak yang sudah melemah," jelas Selly dilansir CNNIndonesia.

"Prioritas utama kita adalah keselamatan dan kesehatan jemaah. Jangan sampai ada korban hanya karena kurangnya langkah antisipatif. Tim medis harus hadir dan sigap di lapangan," katanya lagi.

Untuk itu dia meminta supaya layanan dasar seperti tenda, makanan, dan kesehatan harus tetap diberikan secara adil kepada semua jemaah, meskipun program tanazul tidak berjalan seperti yang direncanakan," sambungnya. (*)

Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.