
Suhardiman Eko
Pernahkah Anda membaca ulasan jujur dari Gen Z tentang sebuah produk di media sosial? Komentar seperti “Desainnya norak, kayak produk tahun 2000-an” atau “Harganya nggak masuk akal buat kualitas segini.” sebenarnya jika kita mencerna komentar ini, sekilas akan terdengar pedas, tapi di balik ketulusannya, ada satu hal yang sangat berharga: feedback jujur.
Seperti kita ketahui bersama, bahwa di dalam dunia pengembangan bisnis, suara konsumen adalah kompas. Tapi sayangnya, masih banyak pelaku usaha yang menutup telinga, terutama ketika suara itu datang dari generasi muda seperti Gen Z—yang dikenal ceplas-ceplos, blak-blakan, dan seringkali dianggap "belum paham dunia nyata."
Padahal, justru di situlah letak kekuatan mereka.
Menurut laporan dari McKinsey (2023), Gen Z—yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012—sudah menjadi kekuatan ekonomi besar. Mereka bukan lagi sekadar "anak-anak TikTok", tapi konsumen aktif yang punya preferensi kuat, loyalitas terhadap nilai (bukan hanya harga), dan ekspektasi tinggi terhadap pengalaman pengguna.
Studi IBM Institute for Business Value juga menemukan bahwa lebih dari 60% Gen Z rela berhenti membeli dari brand yang tidak selaras dengan nilai mereka. Artinya, kalau mereka merasa produk kita “nggak nyambung”, mereka akan pergi, dan biasanya sambil cerita ke followers-nya.
Nah.. Banyak brand hari ini sekadar "mendengar"—misalnya lewat survei atau CS—tapi belum tentu “mendengarkan”. Gen Z tidak berbicara lewat formulir, mereka menyuarakan pendapat lewat review, video reaksi, meme, hingga Twitter/X thread. Dan jika kita berani buka telinga (dan hati), kita bisa menemukan insight berharga untuk pengembangan bisnis.
Tidak percaya? Coba lihat Contohnya, brand lokal Erigo sukses menembus pasar global karena mendengarkan masukan dari audiens mudanya tentang desain, kampanye sosial, hingga ekspansi pasar. Mereka tidak takut dikritik, justru menjadikan kritik sebagai bahan bakar inovasi.
Di kelas dimana saya mengajar, saya kadang harus segera mengubah pendekatan saya mengajar, ketika anak-anak GenZ mulai resah dan mengatakan "boring ya Mr", namun dari situ, saya menemukan banyak insight dan pemahaman baru, ketika saya melibatkan mereka lebih lagi dalam kelas-kelas saya. Mereka senang dilibatkan!
...
Lantas, bagaimana Cara Kita Mulai Mendengarkan suara konsumen kita?
Saya coba merekomendasikan beberapa langkah sederhana namun strategis:
1. Buka Ruang Dialog Otentik
Buat kanal komunikasi yang nyaman bagi Gen Z, seperti DM Instagram, Q&A di TikTok, atau sesi live. Jangan hanya berharap dari survei formal. Biarkan mereka bicara dengan gaya mereka.
2. Jangan Tanggapi Kritik dengan Emosi, Tapi dengan Rasa Ingin Tahu
Kritik tajam kadang menyakitkan, tapi itulah data kualitatif yang tidak bisa dibeli mahal. Tanyakan: “Kenapa mereka merasa begitu?”
3. Gunakan Teknologi untuk Menganalisis Sentimen
Tools seperti social listening dapat membantu menangkap tren opini Gen Z terhadap brand kita. Bukan hanya apa yang mereka katakan, tapi juga tone dan emosi di baliknya.
4. Libatkan Mereka dalam Co-Creation
Banyak brand sukses mengajak Gen Z sebagai bagian dari proses penciptaan produk—melalui kompetisi desain, voting fitur baru, hingga kolaborasi konten.
...
Dalam era digital yang serba terbuka, menutup telinga dari suara konsumen—terutama generasi yang akan mendominasi pasar dalam 10 tahun ke depan—sama saja dengan menggali kuburan untuk bisnis kita sendiri.
Gen Z mungkin belum punya pengalaman sebanyak generasi sebelumnya, tapi mereka membawa perspektif segar, jujur, dan tak jarang, visioner. Mereka adalah kaca pembesar yang menunjukkan apa yang perlu kita benahi.
Jadi, lain kali saat Gen Z bicara—entah itu lewat komentar pedas atau candaan khas mereka—jangan buru-buru tersinggung. Bisa jadi, itulah titik awal dari pengembangan bisnis kita berikutnya.
Ingatlah, pameo ini, "Menutup Telinga = Mengubur Bisnis"
Nah, sembari Anda santai-santai di weekend ini, mungkin Anda mulai berpikir untuk membuka ruang lebih lebar untuk mulai mendengar suara Gen Z. Ini bukan sekedar ikut-ikutan tren semata, tapi mengakui bahwa mereka pun punya tempat dalam strategi bisnis kita. Karena kalau kita tidak mendengarkan konsumen hari ini, jangan kaget kalau besok mereka sudah pindah ke kompetitor.
Enjoy your weekend... Be Safe!
(* Penulis adalah Business Development di Lentera Media Group