
SURABAYA (Lentera) - Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, Suli Daim menegaskan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab negara. Namun, dalam praktiknya, keterlibatan masyarakat masih dibutuhkan guna mendukung penyelenggaraan pendidikan yang layak dan merata di Jawa Timur.
Hal ini disampaikan Suli Daim menanggapi polemik seputar iuran dari wali murid yang dikelola melalui komite sekolah. Menurutnya, masyarakat tidak hanya menjadi objek dari sistem pendidikan, tetapi juga subjek yang turut mengambil bagian dalam keberlangsungannya.
“Masyarakat dilibatkan ikut menambah pembiayaan sekolah melalui komite sekolah. Meski pendidikan menjadi tanggung jawab negara, namun masyarakat juga dilibatkan suksesnya penyelenggaraan pendidikan,” ungkap Suli Daim, Rabu (25/06/2025).
Politisi Fraksi PAN tersebut menyebut, anggaran pendidikan dari APBD Jawa Timur tahun ini sudah mencapai Rp 9 triliun atau sekitar 20 persen dari total anggaran. Namun, nominal sebesar itu masih belum mencukupi untuk menutup seluruh kebutuhan pendidikan, terutama mengingat luasnya cakupan wilayah dan banyaknya jumlah lembaga pendidikan yang tersebar di 38 kabupaten/kota.
“Angka sebesar itu belum mampu mencakup kebutuhan pendidikan yang sebaran di Jatim begitu luas. Karena bukan hanya gaji guru, namun juga pembiayaan sarana dan prasarana, perawatan, mengawal proses belajar mengajar. Karena itu diatur peran komite sekolah,” jelasnya.
Suli Daim menambahkan bahwa keterlibatan masyarakat telah memiliki dasar hukum yang jelas, yaitu melalui Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Regulasi ini mengatur tata cara partisipasi masyarakat agar transparan, tidak memaksa, dan tidak menimbulkan beban yang memberatkan.
“Jadi tidak boleh ada ketentuan seberapa besar bantuan masyarakat. Semua sesuai kebutuhan. Karenanya apakah bentuk bantuan, sumbangan atau pungli, itu diatur dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016,” tegas Suli.
Lebih lanjut, Suli Daim juga menanggapi sejumlah isu viral di media sosial terkait dugaan pungutan liar di sekolah. Menurutnya, kasus-kasus tersebut kerap muncul karena ketidakpahaman terhadap aturan yang berlaku.
“Jika ada yang viral di media sosial, itu mereka tidak memahami keseluruhan tentang penyelenggaraan pendidikan,” pungkasnya.
Dengan kondisi fiskal daerah yang terbatas dan kompleksitas tantangan pendidikan di daerah, DPRD Jawa Timur memandang keterlibatan masyarakat bukan sekadar pelengkap, tetapi bagian dari semangat gotong royong dalam membangun generasi bangsa.(ADV)
Reporter: Pradhita