28 June 2025

Get In Touch

PKB Jatim Siap Hadapi Skema Pemilu Terpisah di 2029

Bendahara DPW PKB Jawa Timur, Fauzan Fuadi.
Bendahara DPW PKB Jawa Timur, Fauzan Fuadi.

SURABAYA (Lenteta) — Dewan Pimpinan Wilayah Partai Kebangkitan Bangsa (DPW PKB) Jawa Timur menyatakan kesiapan penuh menghadapi putusan MK terkait skema sistem Pemilu yang baru.

Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diumumkan Kamis (26/6/2025) menyebut bahwa Pemilu nasional akan mencakup pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, serta anggota DPD. Sedangkan pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota akan digelar bersamaan dengan Pilkada.

Menanggapi perubahan sistem yang cukup signifikan tersebut, Bendahara DPW PKB Jawa Timur, Fauzan Fuadi, menyampaikan bahwa partainya akan menghormati dan melaksanakan putusan MK sebagai keputusan hukum tertinggi yang bersifat final dan mengikat.

“Putusan MK sebagaimana kita semua paham, harus kita hormati dan laksanakan karena sifatnya final dan mengikat. Jadi ini menyudahi semua polemik. Suka tidak suka, harus diterima,” ujar Fauzan, Jumat (27/06/2025).

Menurut Fauzan yang juga Ketua Fraksi PKB DPRD Jatim, skema baru ini tentu menimbulkan tantangan tersendiri, terutama bagi para calon legislatif di tingkat daerah yang akan bersaing dalam kontestasi pemilu yang bersamaan dengan Pilkada. Namun, ia juga melihat sisi menarik dari situasi tersebut.

“Bagi teman-teman caleg daerah, situasinya memang agak lain karena berbarengan dengan Pilkada. Tapi menarik juga sih,” terangnya.

Lebih lanjut, Fauzan menekankan bahwa seluruh kader PKB di Jawa Timur sudah memiliki pengalaman dan ketangguhan dalam berbagai medan politik. Ia memastikan bahwa transisi sistem ini tidak akan mengganggu soliditas dan kesiapan internal partai.

“Kader-kader kami sudah teruji bekerja di semua situasi dan kondisi politik apa pun,” tandasnya.

Sebagaimana diketahui, dalam pertimbangannya, MK menyatakan pemilu serentak selama ini membebani penyelenggara pemilu dan berdampak pada kualitas pemilu secara keseluruhan. Hakim MK Arief Hidayat dalam sidang menyampaikan bahwa partai politik juga terdorong untuk menyiapkan kader dalam jumlah besar secara instan, yang akhirnya membuka ruang lebih besar terhadap praktik pragmatisme.

“Partai politik mudah terjebak dalam pragmatisme dibanding menjaga idealisme dan ideologi,” ujar Arief.

Putusan MK juga menyebut bahwa jeda waktu antara Pemilu nasional dan Pilkada idealnya berada dalam rentang dua hingga dua setengah tahun. Tujuannya untuk menciptakan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemilu ke depan. (*)

Reporter: Pradhita
Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.