29 June 2025

Get In Touch

Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah, Golkar Bakal Kaji Putusan MK

Sekjen DPP Partai Golkar, Muhammad Sarmuji
Sekjen DPP Partai Golkar, Muhammad Sarmuji

 JAKARTA (Lentera)-Sekjen DPP Partai Golkar, Muhammad Sarmuji, bakal mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru yang merombak sistem kepemiluan di Indonesia. Meski demikian, ia menyebut putusan itu telah final dan mengikat.

"Ya keputusan MK itu final dan mengikat, ya, sifatnya, meskipun ya banyak orang masih bertanya-tanya kenapa MK memutuskan hal seperti itu. Tetapi, apa pun itu, [putusannya] final dan mengikat," ujar Sarmuji kepada wartawan di DPP Golkar, Jakarta, Sabtu (28/6/2025).

"Tetapi, ini nanti masih kita kaji secara mendalam terhadap amar putusan MK dan kita sesuaikan dengan keinginan kita untuk melakukan revisi UU Politik," jelas dia.

Sarmuji menyebut bahwa putusan itu juga tidak menghalangi DPR sebagai lembaga pembentuk undang-undang untuk menyesuaikan atau membuat aturan baru yang tidak berbenturan dengan yang menjadi objek gugatan di MK.

"Yang final dan mengikat atas keputusan MK itu adalah objek dari gugatan tersebut. Itu tidak menghalangi DPR untuk membuat UU yang mungkin saja bisa menyesuaikan dengan keputusan MK itu atau membuat UU yang relatif baru, poin-poin baru, asalkan tidak, bukan sesuatu yang menjadi objek gugatan MK kemarin," ujarnya.

Lebih lanjut, Sarmuji juga menyatakan sejumlah hal perlu didetailkan terkait pemisahan pelaksanaan pemilu nasional dan daerah tersebut.

"Misalkan, itu dengan asumsi pemilihannya berlangsung seperti saat ini. Tetapi, nanti kalau pemilihannya tidak berlangsung seperti saat ini, kan UU misalkan DPR membuat UU yang tidak seperti sekarang itu kan sesuatu yang dibolehkan oleh MK, tentu nanti pasti akan ada yang juga men-JR [judicial review], tetapi semua kemungkinan masih terbuka, dan DPR siap untuk membahasnya," imbuhnya.

Berawal dari Gugatan Perludem

MK dalam putusan nomor 135/PUU-XXII/2024, mengatakan Pileg DPR, DPD, dan Pilpres tetap digelar secara serentak. Namun, ada pemisahan yakni Pileg DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota akan digabung dengan Pilkada. Gelaran Pilkada dan Pileg DPRD yakni 2 tahun setelah anggota DPR, DPD atau presiden dan wakil presiden dilantik.
Sebelumnya, Pileg DPRD digelar bersamaan dengan Pileg DPR, DPD dan Pilpres. Hanya Pilkada yang digelar secara terpisah.

Adapun putusan itu dibacakan dalam sidang putusan nomor 135/PUU-XXII/2024 terkait uji materiil UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi UU.

Gugatan dilayangkan Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), dalam hal ini diwakili Khoirunnisa Nur Agustyati sebagai Ketua Pengurus Yayasan Perludem dan Irmalidarti sebagai Bendahara Pengurus Yayasan Perludem.

MK membeberkan pertimbangan mereka mengapa menggabungkan Pileg DPRD provinsi, kabupaten/kota dengan Pilkada dan memberi jeda waktu paling cepat 2 tahun dan paling lama 2 tahun 6 bulan.

Wakil Ketua MK Saldi Isra menjelaskan, pengaturan masa transisi atau peralihan masa jabatan kepala daerah atau wakil kepala daerah hasil pemilihan 27 November 2024 serta masa jabatan anggota DPRD provinsi, kabupaten/kota hasil pemilihan 14 Februari 2024 memiliki berbagai dampak.

"Maka penentuan dan perumusan masa transisi merupakan kewenangan pembentuk undang-undang untuk mengatur dengan melakukan rekayasa konstitusional berkenaan masa jabatan anggota DPRD provinsi, kabupaten/kota, termasuk jabatan gubernur, bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota sesuai dengan prinsip perumusan norma peralihan atau transisional," kata Saldi saat membacakan pertimbangannya dalam sidang gugatan MK di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).

Saldi menuturkan, dalam kaitan itu, MK menegaskan penyelenggaraan pemilu presiden/wakil presiden, anggota DPR dan anggota DPD yang terpisah dari waktu penyelenggaraan pemilu gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota, dan anggota DPRD provinsi, kabupaten/kota dilaksanakan sejak pemilu 2029 untuk pemilihan anggota DPR, anggota DPD, dan pemilihan umum presiden dan wakil presiden.

"Sedangkan pemilu anggota DPRD provinsi, kabupaten/kota dan pemilu gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota dilaksanakan sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dinyatakan dalam pertimbangan hukum yang selanjutnya dinyatakan dalam amar putusan a quo," tutur dia.

Atas dasar ini, MK menilai Pasal 167 ayat 3 dan Pasal 347 ayat 1 UU 7 tahun 2017 serta Pasal 3 ayat 1 UU 8 tahun 2015 sepanjang berkenaan dengan model keserentakan model penyelenggaraan pemilu serentak harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.

Editor:Widyawati/berbagai sumber
 

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.