
BANGKOK (Lentera)-Aksi protes kembali mengguncang ibu kota Thailand, Bangkok, pada Sabtu (28/6/2025). Para demonstran turun ke jalan menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra.
Aksi ini dipicu oleh kontroversi yang masih berlanjut terkait percakapan teleponnya dengan mantan pemimpin Kamboja, Hun Sen.
Massa mulai berkumpul di kawasan persimpangan Victory Monument, salah satu titik utama di kota tersebut. Mereka membawa bendera, sementara sejumlah biksu memimpin doa dan nyanyian di atas panggung. Penyelenggara mempercepat jadwal aksi hingga enam jam lebih awal karena diperkirakan jumlah peserta akan terus bertambah sepanjang hari.
Paetongtarn sejauh ini menolak untuk mundur meski tekanan semakin besar sejak bocornya rekaman telepon yang memperdengarkan kritikannya terhadap militer Thailand. Insiden tersebut menyebabkan salah satu partai koalisi penting menarik dukungan dan hampir membuat pemerintahannya runtuh bulan ini.
Krisis politik ini memperparah kondisi ekonomi Thailand yang merupakan negara dengan ekonomi terbesar ketiga di Asia Tenggara, yang sudah terpukul akibat ancaman tarif dari Amerika Serikat, penurunan sektor pariwisata, dan melemahnya konsumsi domestik.
Gejolak ini juga memicu aksi jual besar-besaran oleh investor asing, yang telah melepas saham senilai US$2,3 miliar sejak awal tahun. Indeks acuan saham Thailand anjlok 21% sepanjang tahun 2025, terburuk di antara pasar global karena kekhawatiran bahwa tarif AS sebesar 36% akan memperparah perlambatan ekonomi dan menekan kinerja perusahaan.
Pada Jumat (27/6/2025), indeks kembali turun 2,2% karena sejumlah investor mengurangi eksposur terhadap saham domestik menjelang aksi protes akhir pekan.
“Politik domestik kembali memicu volatilitas ekstrem di pasar saham,” ujar Nariporn Klangpremchitt, analis di Thanachart Securities Co. Menurutnya, investor menjual saham Thailand karena khawatir aksi protes dan ketidakpastian politik akan memengaruhi stabilitas pemerintahan dan pelaksanaan kebijakan ekonomi.
Koalisi pemerintahan tanpa kehadiran Partai Bhumjaithai—yang sebelumnya merupakan mitra terbesar kedua—kini hanya menguasai mayoritas tipis di parlemen. Situasi ini dikhawatirkan akan menghambat pengesahan sejumlah undang-undang penting pada Juli mendatang, termasuk RUU legalisasi kasino yang kontroversial serta anggaran tahun fiskal berikutnya.
Meski begitu, sejauh ini para mitra koalisi lainnya masih menyatakan dukungan terhadap Paetongtarn.
Editor:Widyawati/berbagai sumber