
MALANG (Lentera) - Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, menunggu regulasi teknis dari pemerintah pusat, terkait pemisahan pemilihan umum (Pemilu) nasional dan daerah. Diketahui, hal itu tercantum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024.
Wahyu menyebut, meskipun putusan MK ini bersifat final dan mengikat, pelaksanaannya di daerah belum dapat dijalankan tanpa adanya petunjuk dari pemerintah pusat.
"Ya, kami tetap akan mengikuti karena ini sudah merupakan keputusan dari MK. Tetapi untuk teknisnya, petunjuk pelaksanaannya, dan tata caranya, kami akan menunggu dari pusat," ujar Wahyu, dikonfirmasi pada Selasa (1/7/2025).
Menurut Wahyu, putusan MK tersebut masih akan dibahas lebih lanjut di tingkat kementerian, termasuk Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), untuk memastikan mekanisme pelaksanaannya bisa berjalan sesuai ketentuan hukum.
Wahyu menegaskan, pelaksanaan Pemilu secara terpisah antara nasional dan daerah tentu membutuhkan dasar hukum baru. Ia menegaskan perlunya revisi Undang-Undang agar daerah memiliki pedoman yang jelas. "Kan harus ada revisi Undang-Undang terkait ini," tegasnya.
Menanggapi pertanyaan terkait efektivitas penyelenggaraan Pemilu yang tidak lagi serentak, Wahyu menyebut pihaknya masih dalam tahap evaluasi terhadap pemilu sebelumnya, dan belum dapat memberikan penilaian secara menyeluruh.
"Kami kan baru melaksanakan pemilu kemarin. Ya, nanti evaluasinya sambil berjalan," katanya.
Meski begitu, ia meyakini MK telah mempertimbangkan sejumlah aspek sebelum memutuskan untuk memisahkan jadwal pemilu nasional dan daerah, termasuk pertimbangan hukum dan kondisi di lapangan. "Pasti ada pertimbangan hukum, pertimbangan di lapangan yang memang pelaksanaan Pemilu bisa diputuskan seperti itu," ungkapnya.
Lebih lanjut, Wahyu juga menyinggung implikasi dari pemisahan jadwal pemilu terhadap dokumen perencanaan pembangunan daerah. Untuk diketahui, berdasarkan putusan MK, pilkada akan digelar paling lambat dua tahun enam bulan setelah pelantikan pejabat hasil pemilu nasional.
Terkait hal itu, Wahyu menyebut Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) akan tetap berlaku hingga 2030. Namun, jika terdapat perpanjangan masa jabatan atau jeda waktu menuju pilkada, maka akan muncul masa transisi yang perlu diatur kembali secara regulatif.
"Kalau RPJMD kan sampai 2030, ya. Tetapi kalau ini nanti ditambah satu tahun, ada transisi, berarti nanti akan ada regulasi lagi," katanya.
Ditambahkannya, pada masa transisi tersebut kemungkinan besar akan kembali diterapkan kebijakan penunjukan penjabat (Pj) kepala daerah, seperti yang terjadi dalam beberapa periode sebelumnya.
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi telah memutuskan pemisahan pemilu nasional dan daerah melalui Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Kamis (26/6/2025).
Dalam putusan tersebut, MK menyatakan Pemilu nasional dan Pemilu daerah tidak lagi dilaksanakan secara serentak, dengan ketentuan pilkada digelar minimal dua tahun dan maksimal dua tahun enam bulan setelah pelantikan hasil pemilu nasional.
Reporter: Santi Wahyu