
SURABAYA (Lentera) – Dosen Ilmu Politik Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Ken Bimo Sultoni, S.I.P., M.Si menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) memishkan Pemilu nasional dan lokal, merupakan langkah strategis untuk memperbaiki kualitas demokrasi di Indonesia.
Menurutnya, hal itu akan membawa dampak sistemik dan membuka ruang bagi penyederhanaan proses demokrasi yang selama ini dinilai terlalu kompleks.
“Secara substansi, putusan ini adalah respons atas evaluasi kritis terhadap pelaksanaan pemilu serentak sebelumnya, yang menimbulkan beban luar biasa bagi penyelenggara, pemilih, dan sistem politik secara keseluruhan,” ungkap Bimo, ketika dihubungi Lentera, Selasa (01/7/2025).
Bimo menyebut, model pemilu serentak total yang mencampurkan pemilu legislatif, presiden, dan kepala daerah dalam satu waktu justru rawan melemahkan kualitas liberasi politik, meningkatkan risiko disinformasi, serta mempersulit partisipasi rasional masyarakat.
“Kompleksitas surat suara dan lamanya perhitungan hasil telah menjadi masalah teknis yang berimbas pada turunnya kepercayaan publik,” sebutnya.
Ia menjelaskan, putusan MK ini sebagai bentuk pergeseran dari kondisi electoral overload menuju electoral clarity. Pemisahan pemilu memungkinkan isu-isu kampanye dan aktor politik lebih terfokus, sehingga publik lebih mudah membedakan antara persoalan nasional dan lokal.
Meski demikian, ia mengingatkan pemisahan ini menuntut kesiapan kelembagaan dan revisi regulasi, termasuk Undang-Undang Pemilu dan Pilkada.
Dalam hal ini, pemerintah dan legislator juga harus memastikan agar penjadwalan ulang tidak menimbulkan tumpang tindih kewenangan atau konflik antar level pemerintahan.
Dari sisi anggaran, pemisahan ini berpotensi meningkatkan frekuensi pembiayaan pemilu. Oleh karena itu, efisiensi dan pengendalian biaya perlu menjadi perhatian utama, agar tidak membebani APBN dan APBD secara berlebihan.
“Secara politis, tantangan terbesarnya adalah menjaga stabilitas nasional di tengah semakin seringnya kontestasi politik. Kita tidak ingin masyarakat terus-menerus terjebak dalam pusaran mobilisasi politik yang melelahkan,” ujarnya.
Ia menegaskan penguatan desain kelembagaan demokrasi sangat penting untuk menjaga stabilitas, terutama sistem presidensial yang kuat serta konsistensi dukungan partai politik terhadap pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah.
“Putusan MK ini adalah peluang besar untuk memperbaiki sistem demokrasi Indonesia. Asalkan implementasinya dilakukan secara cermat, inklusif, dan memperhatikan kepentingan publik, maka pemisahan pemilu bisa membawa kita pada demokrasi yang lebih sehat, terukur, dan berpihak pada rakyat, bukan sekadar perebutan kekuasaan,” pungkasnya.
Reporter: Amanah/Editor: Ais