
KOLOM (Lentera) -Lukman, seorang nelayan Kabupaten Jembrana, Bali, baru saja menurunkan pancing ke laut , Kamis (3/7/2025) dinihari. Seperti biasa, pukul 02.30 Wita dia sudah berangkat dari rumahnya di Dusun Pabuahan, Desa Banyubiru, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali, untuk melaut.
Baru separuh menurunkan pancingnya, dia mendengar orang berteriak minta tolong. Ombak yang cukup besar serta situasi yang masih gelap, membuatnya tidak bisa melihat sosok yang berteriak tersebut.
"Saya potong tali pancing, kemudian saya mengarahkan sampan ke suara itu," kata Lukman, di Jembrana.
Sebagai nelayan yang sudah puluhan tahun di laut, dari teriakan permintaan tolong itu dia bisa menentukan arah sampannya menuju asal suara.. Untuk memperjelas pendengaran atas suara minta tolong itu, dia sempat satu kali mematikan mesin.
Melihat orang mengapung di laut, dia segera menaikkan korban ke sampan dan diketahui bahwa orang tersebut adalah penumpang Kapal Motor Penumpang (KMP) Tunu Pratama Jaya yang tenggelam di Selat Bali pada Rabu (2/7/2025) malam.
Dari satu penumpang yang dia selamatkan itu juga diketahui, masih banyak korban lainnya yang mengapung di laut. Di sekitar perairan itu, dia juga mendengar teriakan minta tolong dari korban lainnya.
Ombak besar membuat dia tidak berani mencari penumpang lainnya dan memutuskan mencari nelayan lain yang saat itu juga melaut.
Dia bertemu dengan Santoso, nelayan lainnya yang segera menuju sumber suara teriakan minta tolong dari beberapa orang. Namun upaya pertama dari Santoso itu tidak berhasil karena terhalang ombak besar.
Tidak putus asa, mereka berdua kembali menerobos ombak dan kali ini menemukan satu penumpang yang sudah meninggal dunia.
Saat Lukman dan Santoso berusaha menaikkan penumpang yang sudah meninggal itu, mereka mendengar teriakan minta tolong. Terpaksa mereka meninggalkan dulu jenazah itu untuk menyelamatkan korban yang masih hidup.
Di lokasi lain, mereka menemukan dua penumpang, satu meninggal dunia dan satu masih hidup. Belakangan diketahui dua penumpang ini merupakan bapak dan anak, dengan si bapak meninggal dunia.
Setelah menemukan dua penumpang tersebut, Lukman kembali ke tempat jenazah yang belum sempat dinaikkan ke sampan, namun jenazah itu sudah tidak ada karena dibawa arus.
Dua nelayan ini, kemudian bergegas mengarahkan sampannya ke pinggir, agar korban yang selamat segera mendapatkan pertolongan.
Di perjalanan, Lukman melihat kilatan cahaya mengapung di laut, yang setelah dia dekati berasal dari jaket pelampung empat penumpang dengan kondisi, tiga masih hidup dan satu meninggal dunia.
Setelah membawa korban ke darat, bersama-sama nelayan lainnya di Dusun Pabuahan, Lukman dan Santoso kembali ke laut melakukan pencarian.
Tercatat, selain mereka berdua, nelayan bernama Saifullah juga menemukan tujuh penumpang selamat, sementara Handoyo menemukan delapan penumpang selamat, sedangkan Makruf, Mat Robot dan Suroso, masing-masing menemukan satu penumpang meninggal dunia.
Jasa nelayan
Tanpa mengabaikan peran tim SAR yang merupakan representasi hadirnya negara untuk mencari korban bencana, baik di laut maupun di darat, kisah kepahlawanan nelayan tradisional dalam menyelamatkan penumpang kapal penyeberangan yang tenggelam di Selat Bali menjadi bukti bahwa masyarakat kita masih memelihara budaya tolong menolong kepada sesama. Kenyataan itu juga terjadi saat KMP Yunicee tenggelam pada tanggal 29 Juni 2021.
Kepedulian para nelayan itu bukannya tanpa risiko atas nyawa mereka sendiri, karena kondisi cuaca di laut dengan ombak besar sangat membahayakan. Meskipun demikian, semua itu risiko itu mereka hadapi demi membantu orang lain agar selamat.
Pada kasus tenggelamnya KMP Yunicee itu, terdengar heboh adanya kapal yang tenggelam di perairan dekat Pelabuhan Gilimanuk. Nelayan-nelayan di sekitarnya segera menghidupkan mesin sampan untuk melakukan pencarian terhadap penumpang.
Misdianto, salah seorang nelayan, bercerita, waktu itu, dia sedang berada di rumah, mendadak ramai suara teriakan orang minta tolong. Saat keluar, dia masih bisa melihat KMP Yunicee terbalik dan tenggelam.
Situasi malam hari dengan ombak yang cukup besar, tidak menyurutkan niat Misdianto bersama Waji dan Putu menuju arah tenggelamnya KMP Yunicee.
Pada malam itu, setelah berhasil menyelamatkan tiga penumpang, nelayan yang terdiri atas Petruk, Waji, dan Putu, melanjutkan pencarian dan menemukan satu orang lagi, yang mengaku seorang penjual kacamata di dalam kapal.
Sekitar satu jam melakukan pencarian, dikutip Antara, dia memutuskan ke pinggir karena Aurel, bocah yang berhasil diselamatkan, mengatakan dirinya kedinginan.
Kepada Misdianto bocah itu minta tolong mencari ayah, kakak, adik, kakek dan neneknya yang juga menumpang KMP Yunicee. "Kata-kata itu yang tidak akan pernah saya lupakan," kata nelayan asal Lingkungan Samiana, Kelurahan Gilimanuk ini.
Usai menurunkan korban yang bisa dia selamatkan, Misdianto kembali melakukan pencarian dan menemukan dua penumpang yang sudah meninggal dunia.
Upaya cepat melakukan pencarian penumpang KMP Yunicee juga dilakukan Sugianto dan Kasihanto, nelayan Gilimanuk lainnya.
Setelah mengisi bahan bakar mesin sampannya, Sugianto meluncur di tengah kegelapan laut dan menemukan satu orang penumpang sudah meninggal dunia, sedangkan Kasihanto menemukan tiga orang yang juga dalam keadaan sudah meninggal dunia.
Arus deras
Berdasarkan keterangan nelayan, situasi laut, saat tenggelamnya KMP Yunicee dan KMP Tunu Pratama Jaya hampir sama, yaitu arus laut sangat deras.
Jika korban KMP Tunu Pratama Jaya dalam hitungan jam ditemukan puluhan kilometer dari lokasi tenggelamnya, demikian juga dengan korban KMP Yunicee yang dalam hitungan menit sudah terseret arus cukup jauh.
Kesaksian Misdianto menyebutkan, dia yang dalam hitungan menit bergegas melakukan pencarian, tidak menemukan orang yang sebelumnya berteriak minta tolong.
Aurel dan dua orang penumpang yang selamat, dia temukan sekitar satu kilometer dari lokasi. Kenyataan lokasi penemuan korban itu menunjukkan cepatnya penumpang terseret arus laut.
Dari dua musibah tenggelamnya kapal feri di Selat Bali itu, nelayan tradisional menjadi aktor penting dalam menyelamatkan penumpang, selain tim SAR yang juga dibantu oleh personel TNI dan Polri.
Mereka yang sehari-hari hidup di laut, memiliki pengalaman panjang berhadapan dengan cuaca ekstrem di laut, termasuk dalam upaya cepat menyelamatkan orang yang tertimpa musibah di laut.
Di saat ada musibah laut, apalagi dengan korban banyak, seperti tenggelamnya kapal penyeberangan, saat melaut mereka tidak hanya fokus mencari ikan, tapi juga mengawasi areal sekitar, untuk menemukan penumpang atau barang yang berkaitan dengan musibah tersebut.
Jiwa peduli yang ditunjukkan oleh para nelayan itu merupakan kekayaan budaya luhur bangsa, sehingga dapat membantu menyelamatkan banyak korban (*)
Editor: Arifin BH