09 July 2025

Get In Touch

AI Bantu Deteksi Penyakit Liver Lewat Rontgen Dada

Ilustrasi dokter memeriksa gambar rontgen dada pasien. (Foto: Shutterstock)
Ilustrasi dokter memeriksa gambar rontgen dada pasien. (Foto: Shutterstock)

SURABAYA (Lentera) - Popularitas kecerdasan buatan (AI) terus meningkat. Tak hanya mampu menjawab berbagai pertanyaan, dari yang sederhana hingga rumit, AI kini juga dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit pada organ hati manusia dengan tingkat akurasi yang mencapai 95 persen.

Tim peneliti di Jepang tengah mengembangkan pendekatan baru untuk mendeteksi gangguan pada organ hati. Fokus utama mereka adalah mengidentifikasi kondisi pasien yang mengalami penyakit hati berlemak (fatty liver disease).

Penyakit ini disebabkan oleh penumpukan lemak di hati. Kondisi ini diperkirakan menyerang satu dari empat orang di seluruh dunia. Jika tidak diobati, penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi serius, seperti sirosis dan kanker hati, sehingga sangat penting untuk mendeteksinya sejak dini dan memulai pengobatan.

Sebenarnya, ada banyak tes standar untuk mendiagnosis penyakit hati berlemak, seperti USG, CT, dan MRI. Namun, umumnya peralatan tersebut adalah fasilitas khusus yang mahal dan perlu antre untuk menggunakannya.

Alternatif lain yang lebih cepat ialah rontgen dada karena, relatif murah dan paparan radiasinya yang rendah. Meskipun tes ini terutama digunakan untuk memeriksa kondisi paru-paru dan jantung, tes ini juga menangkap bagian hati, sehingga memungkinkan untuk mendeteksi tanda-tanda penyakit hati berlemak.

Kendati demikian, korelasi antara rontgen dada dan penyakit hati berlemak sebenarnya jarang menjadi subjek untuk studi mendalam.

Penelitian yang dipimpin oleh Associate Professor Sawako Uchida-Kobayashi dan Associate Professor Daiju Ueda di Sekolah Pascasarjana Kedokteran Osaka Metropolitan University mengembangkan model AI yang dapat mendeteksi keberadaan penyakit hati berlemak dari gambar rontgen dada.

"Pengembangan metode diagnostik menggunakan sinar-X dada yang mudah diperoleh dan murah berpotensi meningkatkan deteksi perlemakan hati. Kami berharap metode ini dapat digunakan secara praktis di masa mendatang," kata Kobayashi dilansir Eurekalert.

Dalam studi retrospektif ini, ada total 6.599 gambar rontgen dada dari 4.414 pasien dengan rentang umur yang berbeda dengan usia rata-rata 56 hingga 58 tahun.

Data ini kemudian dimanfaatkan untuk mengembangkan dan melatih model AI dan memanfaatkan skor parameter atenuasi terkontrol (CAP). Model AI lalu diverifikasi sangat akurat, dengan area di bawah kurva karakteristik operasi penerima (AUC) berkisar antara 0,82 hingga 0,83.

AUC adalah ukuran seberapa baik model bisa membedakan antara pasien yang memiliki penyakit dan yang tidak. Nilai maksimal AUC adalah 1,0. Dengan AUC mendekati 0,83, ini berarti AI mampu membedakan kasus fatty liver disease dengan tingkat akurasi klasifikasi sekitar 82–83%, yang termasuk dalam kategori “baik” dalam standar medis diagnostik.

Selain AUC, studi ini juga menunjukkan metrik performa lain seperti akurasi, sensitivitas, dan spesifisitas. Akurasi metode ini ada di rentang 76–77%. Artinya, 3 dari 4 diagnosis oleh AI cocok dengan hasil klinis. Sensitivitas (kemampuan AI mendeteksi kasus yang benar-benar positif) berada di angka 68–76%, sedangkan spesifisitas (kemampuan mengenali pasien sehat) berada di 76–82%.

Metode ini cukup andal untuk mendeteksi fatty liver disease secara luas, terutama pada pasien yang tak punya akses ke peralatan medis canggih untuk deteksi penyakit. Metode ini bisa menjadi alat bantu awal yang efisien dalam skrining massal melalui rontgen dada rutin.

Penelitian ini dipublikasikan di Radiology: Cardiothoracic Imaging dengan judul 'Performance of a Chest Radiograph–based Deep Learning Model for Detecting Hepatic Steatosis'. 

Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.