
SURABAYA (Lentera) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Timur (Jatim) resmi menerima Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jatim Tahun 2025–2029 untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (Perda).
Keputusan ini diambil dalam rapat paripurna DPRD Senin (7/7/2025) dengan seluruh fraksi menyatakan persetujuannha.Meski demikian,masing-masing fraksi juga menyampaikan sejumlah catatan penting sebagai koreksi terhadap arah pembangunan lima tahun ke depan.
Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Deni Wicaksono, menyampaikan sikap seluruh fraksi yang menyetujui Raperda ini mencerminkan komitmen legislatif untuk menjaga kesinambungan pembangunan di Jawa Timur.
“Semua fraksi dapat menerima Raperda tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2025–2029 untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. Namun, setiap fraksi memiliki kebijakan politis masing-masing yang akan dipertimbangkan dan dituangkan bersama dalam Raperda ini,” ungkapnya saat memimpin rapat.
Sementara itu, Juru Bicara Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur, Yordan M. Batara-Goa menyatakan fraksinya memberikan apresiasi terhadap Panitia Khusus (Pansus) DPRD yang telah bekerja secara serius dan menunjukkan keberanian dalam memberikan catatan strategis terhadap draf RPJMD.
Ketua Bapemperda DPRD Jawa Timur tersebut menuturkan, keberadaan dokumen RPJMD harus menjawab kebutuhan nyata masyarakat Jawa Timur. Bukan sekadar memenuhi kewajiban administratif belaka.
“Penting bagi seluruh fraksi di DPRD untuk memastikan bahwa dokumen ini benar-benar menjawab kebutuhan rakyat. Bukan hanya sebagai syarat formal penyusunan program pembangunan,” tegas Yordan.
Dalam pandangan Fraksi PDI Perjuangan, terdapat sejumlah isu mendasar yang perlu menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam pelaksanaan RPJMD ke depan. Pertama, perlunya peninjauan ulang terhadap indikator makro sosial yang dijadikan dasar dalam perencanaan.
Menurut Yordan, indikator tersebut harus disesuaikan dengan data capaian tahun 2024 dan hasil evaluasi terhadap program lima tahun terakhir.
Kedua, pengukuran ketimpangan wilayah tidak cukup hanya menggunakan indeks gini. Ia menyarankan agar Pemprov menggunakan pendekatan lain seperti indeks keterjangkauan layanan dan infrastruktur dasar.
Ketiga, pemerintah diminta segera merespons penurunan kualitas jalan pertanian dengan menyusun rencana konkret pemulihan dan pembangunan jaringan jalan tani. Terutama di wilayah pedesaan dan penghasil pangan.
Yordan juga menekankan pentingnya penguatan layanan dasar kesehatan, terutama di wilayah pesisir dan kepulauan yang masih menghadapi keterbatasan akses terhadap puskesmas dan tenaga medis.
Selain itu, Fraksi PDI Perjuangan juga meminta agar pendidikan vokasi dikembangkan lebih luas dan berbasis pada potensi lokal, sehingga dapat menjawab kebutuhan tenaga kerja di sektor-sektor produktif yang ada di daerah.
“Kita tidak bisa bicara bonus demografi jika tidak ada dukungan serius terhadap pengembangan pendidikan vokasi yang sesuai dengan karakteristik wilayah dan pasar kerja lokal,” imbuhnya.
Sementara itu, Juru Bicara Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPRD Jawa Timur, Erick Komala juga menyampaikan pandangan serupa. Pihaknya menekankan seluruh perencanaan yang tertuang dalam dokumen tersebut harus berpijak pada realitas capaian masa lalu dan tantangan aktual.
“Kami sepakat dan setuju terhadap RPJMD 2025–2029 yang dirancang untuk memastikan pembangunan Jatim lebih sejahtera. Tapi harus realistis. Kami mencermati bahwa dalam periode sebelumnya ada dua indikator kinerja utama yang tidak tercapai,” jelas Erick.
Ia menegaskan kelemahan-kelemahan dalam RPJMD sebelumnya harus menjadi pelajaran penting agar tidak terulang kembali. Oleh karena itu, ia meminta agar dalam RPJMD yang baru ini, Pemprov Jatim memperbaiki artikulasi kebijakan agar lebih mampu membangun komunikasi yang kuat dengan masyarakat. Selain itu juha meningkatkan partisipasi publik dalam proses pembangunan.
Ia juga menekankan perlunya perubahan pendekatan dalam menetapkan indikator kinerja, dengan menyesuaikan realitas sosial-ekonomi dan kemampuan daerah dalam mencapainya.
“Kami berharap agar fokus utama RPJMD ini adalah pada pengurangan angka kemiskinan, peningkatan lapangan pekerjaan, dan penyempitan kesenjangan pembangunan antarwilayah,” tambahnya.
Lebih jauh, Erick juga mengingatkan RPJMD ini tidak boleh berhenti menjadi dokumen formal yang sekadar dijadikan pedoman administratif oleh perangkat daerah. Ia meminta agar visi dan misi yang tercantum dalam RPJMD benar-benar diterjemahkan dalam bentuk program dan kebijakan yang konkret, terukur, dan berdampak langsung kepada masyarakat.
“Setelah disahkan menjadi Perda, dokumen ini harus menjadi pedoman nyata yang mampu mengarahkan birokrasi untuk bekerja lebih terarah dan berorientasi pada hasil. Bukan hanya sekadar wacana di atas kertas,” pungkasnya. (adv)
Reporter:Praditha/Co-Editor: Nei-Dya