
SEOUL (Lentera)-Untuk pertama kalinya dalam sejarah pembelot Korut menggunggat Pemimpin Tertinggi Kim Jong-un. Kim dan 4 pejabat Pyongyang lainnya digugat atas penyiksaan dan pelecehan seksual yang dialami seorang pembelot saat ditahan di sana.
Pembelot bernama Cho Min-kyung itu dibantu Pusat Dukungan Hukum HAM NKDB akan mengajukan gugatan pidana dan perdata di Pengadilan Distrik Pusat Seoul dan Kantor Kejaksaan Pusat Seoul pada hari ini, Jumat (11/7/2025), pukul 15.00 waktu setempat.
"Saya menuntut agar Kim Jong-un dan bawahannya dimintai pertanggungjawabannya di hadapan hukum. Sebagai korban penyiksaan dan penyintas Korut, saya memikul tanggung jawab yang mendalam dan mendesak untuk meminta pertanggungjawaban dinasti Kim atas kejahatan kemanusiaan," kata Choi yang juga perwakilan Asosiasi Keluarga Korban Penjara Korut (NKIVFA).
Choi mengatakan, hingga saat ini masih mengalami masalah kesehatan mental sebagai dampak penyiksaan dan pelecehan yang dialaminya saat ditahan.
"Meski 13 tahun telah berlalu sejak saya menetap di Korsel, saya masih menderita PTSD parah karena penyiksaan yang saya alami, dan saya tetap harus bergantung pada pengobatan. Tubuh saya masih menjadi saksi atas situasi HAM yang terjadi di Korut," ungkap Choi.
Choi berharap gugatan hukum ini dapat memicu perhatian luas di dalam dan luar negeri terhadap krisis HAM di Korut.
"Saya sungguh berharap langkah kecil ini menjadi landasan bagi pemulihan kebebasan dan martabat manusia, sehingga tidak ada lagi warga Korut yang tak bersalah yang menderita di bawah rezim brutal ini," tuturnya.
Lebih lanjut, NKDB mengungkapkan Choi dipulangkan kembali ke Korut pada 2008 setelah kabur ke China pada 1997.
"Dia ditahan selama kurang lebih 5 bulan di sejumlah fasilitas tahanan, termasuk Departemen Keamanan Negara Onsong, Pusat Penahanan Provinsi Hamgyong Utara, dan Kantor Polisi Distrik Sunam di Chongjin. Di sana, dia mengalami tindakan yang tidak manusiawi," kata NKDB dalam keterangan resminya.
NKDB mengatakan, Choi selama ditahan mengalami kekerasan seksual. Tak hanya itu, Choi juga mengalami kekerasan fisik yang parah seperti pukulan dan tendangan di wajah dan tubuh bagian bawah.
"Perlakuan tidak manusiawi, seperti dipaksa duduk dalam posisi yang menyakitkan, seperti duduk berlutut selama lebih dari 15 jam per hari," ungkap NKDB.
"Kerja paksa, malnutrisi, dan tidak mendapat perawatan medis dasar," lanjut NKDB.
Informasi penting disajikan secara kronologis
NKDB menyatakan otoritas Korut bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat, termasuk pemulangan paksa, penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, dan kekerasan seksual terhadap warga Korut.
"Namun, pemerintah China juga bertanggung jawab karena terus memperlakukan pembelot Korut sebagai imigran ilegal dan secara paksa memulangkan mereka, dan kepada pemerintah Korsel yang belum secara konsisten memastikan perlindungan memadai bagi mereka yang melarikan untuk mencapai wilayah Korsel," jelas NKDB.
Dengan gugatan ini, NKDB berharap agar ke depan ada penetapan secara hukum pelanggaran HAM sistematis yang dilakukan rezim Korut, diperkuatnya tanggung jawab pemerintah Korsel dalam melindungi warga Korut yang melarikan diri, meletakkan dasar pemulihan hak-hak korban, dan membuka jalan bagi proses hukum internasional lebih lanjut seperti pengajuan mekanisme ke badan HAM PBB dan Pengadilan Pidana Internasional (ICC).
"Gugatan perdata khususnya akan meminta kepada Perutusan Tetap DPRK untuk PBB di New York ditetapkan sebagai alat penerima untuk mengajukan gugatan. Karena layanan langsung ke lembaga di Pyongyang tidak memungkinkan, maka pendekatan ini bertujuan untuk membangun layanan yang sah melalui saluran diplomatik dan dapat menjadi preseden bagi tindakan hukum internasional ke depan terhadap Korut," pungkasnya.
Editor:Widyawati/berbagai sumber