15 July 2025

Get In Touch

Belanja Pegawai Sedot APBD 37 Persen, DPRD Kota Malang Minta Pemkot Tingkatkan PAD

Ketua Fraksi Nasdem-PSI DPRD Kota Malang, Dito Arief Nurakhmadi. (Santi/Lentera)
Ketua Fraksi Nasdem-PSI DPRD Kota Malang, Dito Arief Nurakhmadi. (Santi/Lentera)

MALANG (Lentera) - Sebesar 37 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Malang tahun 2025 tersedot untuk belanja pegawai, kondisi ini menjadi sorotan DPRD Kota Malang dan mengingatkan agar Pemerintah Kota (Pemkot) setempat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) .

"Tidak hanya Fraksi NasDem-PSI, semua fraksi juga menyoroti masalah belanja pegawai yang melampaui batas mandatory spending, yaitu di atas 30 persen," ujar Ketua Fraksi NasDem-PSI, Dito Arief Nurakhmadi, Senin (14/7/2025).

Dito menjelaskan, meskipun batas maksimal mandatory spending untuk belanja pegawai secara formal baru diberlakukan pada 2027. DPRD menilai Pemerintah Kota (Pemkot) Malang sudah seharusnya mulai menyesuaikan sejak 2025 ini.

Langkah ini dinilai penting agar postur APBD ke depan lebih sehat dan tidak terbebani oleh belanja pegawai.

"Memang secara aturan, mandatory spending berlaku nanti di 2027. Tapi ini berarti 2025-2026 menjadi waktu yang penting untuk menyiasati agar proporsi belanja pegawai bisa ditekan sampai 30 persen," katanya.

Dari hasil pembahasan yang dilakukan DPRD, Dito mengungkapkan belanja pegawai Kota Malang tahun 2025 diperkirakan mencapai sekitar Rp900 miliar dari total APBD yang sebesar Rp2,4 triliun. Jika dihitung, angka itu setara dengan 37 persen dari total APBD.

"Belanja pegawai itu sekitar Rp1,1 triliun di tahun 2024. Di tahun 2025, sekitar Rp900 miliar. Itu tinggi sekali, sudah mencapai 37 persen dari APBD," paparnya.

Menurut Dito, kondisi ini berpotensi menjadi beban berat bagi keuangan daerah. Sebab, di sisi lain, pendapatan asli daerah (PAD) Kota Malang masih terbatas. Jika belanja pegawai terus membengkak tanpa diimbangi peningkatan PAD, DPRD khawatir kondisi APBD Kota Malang menjadi tidak sehat.

Karena itu, DPRD Kota Malang mendorong adanya upaya nyata dari pemerintah daerah untuk meningkatkan kemandirian fiskal. Salah satunya dengan menggenjot PAD, agar mampu menopang kebutuhan belanja pegawai dan belanja daerah lainnya.

"Kalau belanjanya tinggi, termasuk belanja pegawai, maka PAD-nya juga harus tinggi. Kemandirian fiskal ini yang perlu digenjot," tambah Dito.

Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Malang ini, juga menjelaskan tingginya belanja pegawai di Kota Malang tidak hanya disebabkan oleh kebutuhan pembayaran gaji tapi juga berbagai tunjangan yang melekat.

Selain itu, kebijakan pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), turut menjadi salah satu faktor penyebab membengkaknya belanja pegawai.

"Kami tidak mempermasalahkan pengangkatan PPPK, karena itu memang kebutuhan SDM di Pemkot. Tapi ketika belanja pegawainya naik, pendapatan daerahnya juga harus ikut naik. Ini yang harus diupayakan Pemkot," ungkapnya.

Ditambah lagi, Dito menyebut meskipun belanja pegawai tergolong tinggi, dewan masih menemukan berbagai persoalan pelayanan publik di Kota Malang. Dito menilai, kinerja aparatur dan distribusi sumber daya manusia (SDM) di lingkungan Pemkot masih perlu dibenahi.

Salah satu contoh yang disampaikan Dito, adalah keterbatasan jumlah Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) di Kota Malang. Menurutnya, saat ini hanya ada satu PPLH yang bertugas mengawasi dokumen lingkungan dan penanganan pelanggaran lingkungan di seluruh wilayah Kota Malang.

"Ini masalah yang seharusnya bisa dicegah kalau distribusi ASN dan SDM dilakukan dengan cermat," imbuhnya. 

Reporter: Santi Wahyu/Editor: Ais

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.