
SURABAYA (Lentera) – Fenomena bediding yakni kondisi suhu udara dingin pada pagi dan malam hari, melanda Surabaya dan sekitarnya sejak awal Juli 2025 ini.
Menanggapi kondisi ini, dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (FKM Unair) Surabaya, Dr. Kurnia Dwi Artanti, dr., M.Sc, mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada terhadap dampaknya terhadap kesehatan, khususnya gangguan pernapasan.
“Bediding ini kondisi normal yang kerap muncul saat kemarau, umumnya mulai Juni memuncak di Juli lalu menurun di Agustus menjelang musim hujan,” ucap Kurnia, Kamis (17/7/2025).
Ia menjelaskan, suhu dingin disertai penurunan kelembapan udara dapat menyebabkan kulit dan saluran pernapasan menjadi kering. Jika tidak diantisipasi, kondisi ini bisa memicu radang tenggorokan yang berujung pada infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), terutama jika daya tahan tubuh sedang menurun.
“Tenggorokan yang tidak nyaman bisa jadi awal radang. Kalau tubuh sedang tidak fit dan terpapar bakteri, bisa berkembang jadi ISPA. Kalau disertai batuk berdahak kuning, itu tandanya sudah ada infeksi,” jelasnya.
Kurnia mengungkapkan, fenomena bediding juga dapat memicu kulit kering. Untuk itu, ia menyarankan penggunaan pelembap kulit dan menjaga asupan cairan tubuh. Kurnia juga merekomendasikan konsumsi vitamin A, C, dan E untuk menjaga kesehatan kulit, serta vitamin D untuk memperkuat daya tahan tubuh.
“Untuk berat badan 50 kilogram, setidaknya butuh dua liter air per hari. Kalau berat badannya lebih, jumlah airnya juga perlu disesuaikan,” tuturnya.
Meski tidak perlu panik, masyarakat tetap diimbau untuk menjaga daya tahan tubuh dengan pola makan bergizi, konsumsi air yang cukup, serta menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
“Masyarakat tak perlu cemas berlebihan. Yang penting tetap waspada dan melakukan langkah preventif,” tutupnya.
Reporter: Amanah/Editor: Ais