18 July 2025

Get In Touch

Perusahaan Biotek AS Akan Bangkitkan Burung Moa

Ilustrasi burung moa
Ilustrasi burung moa

SURABAYA (Lentera) - Colossal Biosciences, perusahaan bioteknologi yang berbasis di Amerika Serikat, mengungkapkan rencananya untuk menghidupkan kembali burung moa raksasa asal Pulau Selatan, Selandia Baru Dinornis robustus yang telah punah, dalam waktu sepuluh tahun ke depan.

Melalui rekayasa genetika, perusahaan menyatakan akan menghidupkan kembali burung raksasa tak bisa terbang yang punah sekitar 600 tahun lalu akibat perburuan manusia. “Kami akan menghidupkan kembali dinosaurus burung,” tulis Colossal dalam unggahan di Instagram, Kamis, (10/7/2025). 

Colossal mengatakan akan bekerja sama dengan ilmuwan dan masyarakat adat untuk menghidupkan kembali spesies moa terbesar dari sembilan yang pernah ada, yang dapat tumbuh hingga setinggi 3,6 meter.

Sebelumnya, perusahaan itu juga mengklaim telah membangkitkan serigala dire (Aenocyon dirus), namun klaim tersebut menuai kritik karena hewan yang dihasilkan dinilai hanya serigala abu-abu yang direkayasa.

Rencana kebangkitan moa turut menimbulkan kontroversi di kalangan ilmuwan. Mereka menilai bahwa hasil proyek ini tak akan benar-benar menghadirkan spesies yang sama seperti aslinya.

“Saat ini tidak ada jalur rekayasa genetika yang benar-benar dapat memulihkan spesies yang punah, terutama yang telah hilang dari konteks ekologis dan evolusionernya selama ratusan tahun,” kata Philip Seddon, profesor zoologi di University of Otago, Selandia Baru, kepada Science Media Centre (NZSMC), dikutip dari laporan Live Science. “Hasil akhirnya tidak akan, dan tidak bisa, menjadi moa—harta unik yang tercipta melalui milenium adaptasi dan perubahan.”

Kritik serupa sebelumnya juga disampaikan terkait klaim Colossal atas kebangkitan serigala dire. Kepala Ilmuwan Colossal, Beth Shapiro, menjelaskan kepada New Scientist bahwa hewan yang dihasilkan adalah ‘serigala abu-abu dengan 20 pengeditan’ dan tidak mungkin menghidupkan kembali sesuatu yang identik dengan spesies yang pernah hidup. Meski demikian, juru bicara perusahaan tetap bersikeras pada klaim bahwa mereka telah menghidupkan kembali serigala dire.

Proses penciptaan kembali moa mencakup analisis DNA dari tulang-tulang sembilan spesies moa dan perbandingannya dengan DNA burung yang masih hidup, seperti emu dan tinamou—kerabat terdekat moa. Shapiro mengatakan kepada Time Magazine bahwa tim akan mengidentifikasi gen khas moa dan menyisipkannya ke dalam genom burung tersebut.

“Masuk akal menggunakan tinamou dan emu sebagai cetakan DNA untuk menyelaraskan DNA moa,” ujar Trevor Worthy, ahli paleontologi vertebrata dari Flinders University, Australia. “Banyak penelitian DNA menunjukkan bahwa tinamou adalah spesies saudara dari moa. Emu juga merupakan kerabat yang cukup dekat.”

Sel-sel hasil rekayasa kemudian akan ditanamkan ke dalam induk pengganti dan dibiarkan berkembang. Burung yang menetas tidak akan dilepas ke alam liar atau dikurung di kebun binatang, melainkan hidup dalam cagar alam berpagar.

Menurut Worthy, meski berukuran besar, moa tidak berbahaya bagi manusia. “Moa tidak akan melihat manusia sebagai ancaman, kecuali jika Anda mencoba memeluknya. Saat ketakutan, besar kemungkinan Anda akan ditendang dan mungkin terluka parah,” ujarnya.

Colossal mengklaim proyek ini juga dapat membawa manfaat bagi konservasi, seperti pengembangan teknologi telur buatan untuk spesies terancam punah. “Pasti akan ada kemajuan besar dalam pengetahuan sepanjang jalan menuju de-extinction,” kata Worthy.

“Kita akan mendapat wawasan yang belum pernah ada tentang DNA hewan target, dan untuk kelompok punah seperti moa, ini akan sangat menarik dalam hal evolusi, hubungan, dan lainnya,” tambahnya.

Namun, sejumlah ilmuwan tetap memperingatkan bahwa menciptakan hewan yang hanya menyerupai spesies punah secara fisik dapat menimbulkan risiko. 

Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.