22 July 2025

Get In Touch

Sama seperti Gen Z, Gen Milenial Juga Pernah Burnout di Usia 20-an

Gen Z disebut sering merasa tua, dibanding Milenial. Apa penyebabnya? Psikolog jelaskan soal tekanan identitas dan peran media sosial di dalamnya (Freepik)
Gen Z disebut sering merasa tua, dibanding Milenial. Apa penyebabnya? Psikolog jelaskan soal tekanan identitas dan peran media sosial di dalamnya (Freepik)

SURABAYA (Lentera) -Fenomena Gen Z yang merasa sudah tua dan kelelahan mental di usia awal 20-an kerap menjadi perbincangan belakangan ini.

Menurut Psikolog Klinis Reti Oktania, M.Psi., Psikolog, kondisi serupa sebenarnya juga pernah dialami generasi sebelumnya, termasuk Gen Milenial.

"Perasaan burnout di usia muda bukan hal baru, hanya dulu belum banyak ruang untuk membicarakannya," ujar Reti saat diwawancarai.

Seperti diketahui, Gen Z ialah mereka yang lahir di tahun 1997-2012, sementara Gen Milenial lahir di tahun 1981-1996.

Kendati Gen Z saat ini masih berusia 13-28 tahun, namun survei dari lembaga riset tren Ypulse justru mengatakan bahwa mayoritas Gen Z merasa sudah tua di usia awal 20-an.

Rasanya, cukup sering terdengar Gen Z yang mengaku kehilangan arah, burnout, sampai kalimat ingin pensiun dini walau belum stabil.

Namun sebenarnya, Gen Milenial dulu juga merasakan hal yang sama enggak, sih?  

Apakah Gen Milenial juga pernah mengalami burnout?

Tekanan ada, tapi dulu tak banyak ruang bicara

Reti menambahkan, salah satu perbedaan besar antara Gen Z dan Gen Milenial adalah bagaimana mereka menyuarakan kondisi mentalnya.

"Zaman milenial, belum banyak orang paham isu kesehatan mental. Kalau capek, ya capek aja. Kalau ngerasa gagal, ya dipendam sendiri. Sekarang Gen Z lebih berani terbuka, itu bagus sebenarnya," ujarnya.

Media sosial jadi ruang bicara sekaligus tekanan tambahan

Reti mengatakan, media sosial pun juga menjadi faktor pembeda antara Gen Milenial dan Gen Z. Reti menjelaskan, generasi Milenial di usia 20-an dulunya tidak tumbuh dengan tekanan untuk selalu terlihat berhasil seperti yang dialami Gen Z saat ini.

Namun, bukan berarti milenial terbebas dari stres. Mereka juga mengalami krisis identitas, kebingungan karier, hingga tekanan hidup dari keluarga dan lingkungan. Hanya saja, narasi "capek mental" belum mendapat tempat layaknya sekarang.

Menurut Reti, dalam psikologi perkembangan, masa usia 20-an disebut sebagai fase identity versus role confusion yaitu masa untuk mengenal diri, mencoba berbagai peran, dan menentukan arah hidup.

Namun, alih-alih fokus pada diri sendiri, Gen Z justru kerap membandingkan hidupnya dengan pencapaian orang lain di media sosial, dari viral di usia muda, memiliki bisnis sendiri, hingga rutin traveling ke luar negeri.

Hal itu sejalan dengan temuan Ypulse yang menyebut mayoritas Gen Z mengaku merasa “sudah tua” bukan karena faktor fisik, melainkan akibat beban mental yang datang terlalu dini. 

Generasi Milenial merasa masih muda

Berbeda dengan Gen Z, generasi Milenial justru lebih tenang menghadapi fase dewasa. Meski dihadapkan pada tantangan berat, seperti harga rumah yang semakin tak terjangkau, utang pendidikan, hingga krisis pekerjaan, banyak dari mereka tetap memelihara identitas young at heart.

Kendati begitu, Reti menambahkan, saat ini mayoritas dari Milenial sudah dalam kondisi yang lebih stabil sehingga bisa fokus dengan diri sendiri.

"Gen Milenial kebanyakan udah punya waktu untuk ngurus diri sendiri, udah fokus lagi kepada kesehatan, fokus lagi kepada connection (keterhubungan), connected sama keluarga, connected sama pasangan, connected sama lingkungan," terangnya.

Dengan demikian, budaya healing, self-reward, dan merawat inner child justru tumbuh subur di kalangan Milenial usia 30-an.

Setiap generasi punya beban dan caranya sendiri

Reti menekankan pentingnya melihat konteks zaman.

“Gen Z dan Milenial sama-sama punya tantangan sendiri. Yang penting, masing-masing generasi belajar dari pengalaman dan tidak saling menyalahkan,” jelasnya, dilansir Kompas.

Menurutnya, terbukanya pembahasan soal burnout atau quarter-life crisis justru membuka ruang yang lebih sehat bagi semua generasi untuk mengelola emosi dan mencari bantuan saat dibutuhkan (*)

Editor: Arifin BH

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.