
SURABAYA (Lentera) – Anggota DPRD Jawa Timur (Jatim), dari Fraksi Demokrat Indra Widya Agustina menegaskan regulasi untuk menertiblan sound horug jauh lebih bijak daripada pelarangan total.
Apalagi jika dikaitkan dengan aspek budaya dan pelaku usaha. Menuritnya, sound horeg tidak sekadar alat pengeras suara, tetapi telah menjadi bagian penting dalam sejumlah kegiatan budaya lokal.
“Sound horeg itu sarana atau alat sebagai penunjang kegiatan budaya kita. Contohnya, di Pacitan ada Festival Rontek. Irama yang mengiringi kegiatan itu didukung sound horeg supaya terdengar oleh khalayak luas,” ungkap Indra, Sabtu (26/7/2025).
Meski demikian, Indra juga mengakui praktik penggunaan sound horeg yang tidak terkendali telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Ia bahkan membandingkan dengan kegiatan keagamaan yang seharusnya membawa ketenangan, namun bisa menjadi gangguan jika tidak mempertimbangkan konteks sosial sekitar.
“Ngaji itu aktivitas mulia, tapi kalau sampai teriak, apa tidak mengganggu yang lain? Bahkan kadang dilarang kepala desa,” ujarnya.
Lebih lanjut, Indra menyoroti penggunaan sound horeg yang sering beroperasi di kawasan permukiman dan dalam intensitas tinggi. Menurutnya, kondisi ini berpotensi membahayakan kenyamanan hingga kesehatan warga.
“Selama ini sound horeg keliling di mana-mana. Itu yang perlu ditertibkan,” tegasnya.
Sebagai bentuk solusi, Indra mengusulkan dua pendekatan teknis. Pertama, adalah penetapan batasan suara secara kuantitatif agar penggunaan tidak melebihi ambang toleransi masyarakat.
“Harus ada batasan yang jelas, misalnya suaranya berapa desibel, kategori mengganggu itu di atas berapa,” katanya.
Kedua, ia mengusulkan adanya pelokalisasian tempat penggunaan sound horeg yang dipusatkan di ruang terbuka seperti alun-alun atau lapangan.
Indra juga membuka opsi lahirnya regulasi daerah jika fenomena sound horeg makin meresahkan warga. Menurutnya, aspirasi masyarakat dapat menjadi dasar pembentukan Peraturan Daerah (Perda).
“Kalau memang banyak yang merasa terganggu dan meminta Perda untuk menertibkan, itu bisa terjadi. Tapi setahu saya, sampai saat ini belum ada rencana resmi,” ujarnya.
Karenanya, ia meminta agar pengambilan kebijakan tidak hanya mempertimbangkan aspek ketertiban, tapi juga dampak ekonomi terhadap pelaku usaha yang menggantungkan hidup dari usaha penyewaan sound horeg.
“Pengusaha sound horeg sudah berinvestasi. Kalau langsung dihilangkan, kasihan. Itu juga perlu dipikirkan,” pungkasnya.
Reporter: Pradhita/Editor:Widyawati