
MADIUN (Lentera) – Tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan kolam renang di Desa Sukosari, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun, Jaelono (JLN) melalui tim kuasa hukumnya mengajukan gugatan praperadilan terhadap Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat, serta telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun pada, Kamis (31/7/2025).
Tim kuasa hukum Jaelono menilai penetapan kliennya sebagai tersangka, tidak berdasar dan cacat hukum.
“Klien kami hanyalah pekerja lepas harian dengan upah Rp100 ribu per hari. Ia bukan kontraktor, bukan Tim Pelaksana Kegiatan (TPK), dan tidak punya kewenangan atas pengelolaan dana desa. Tapi justru dia yang dijadikan tersangka,” ujar kuasa hukum Jaelono, Sigit Iksan Wibowo, Jumat (1/8/2025).
Menurut Sigit, proyek pembangunan kolam renang dibiayai melalui Bantuan Keuangan Khusus (BKK) dari APBD Kabupaten Madiun yang dimasukkan ke dalam APBDes Desa Sukosari. Dengan demikian, pihak yang bertanggung jawab secara hukum seharusnya adalah kepala desa selaku Pemegang Kuasa Pengelolaan Keuangan Desa (PKPKD), bersama perangkat desa dan TPK.
“Klien kami hanya menjalankan perintah lisan dari kepala desa. Tidak ada kontrak kerja tertulis, tidak tahu Rencana Anggaran Biaya (RAB), dan tidak ikut menyusun perencanaan proyek,” lanjutnya.
Selain itu, pihak kuasa hukum juga mempertanyakan dasar perhitungan kerugian negara yang disebut mencapai Rp600 juta.
“Itu akan kami uji dalam proses praperadilan. Gugatan sudah kami daftarkan, tinggal menunggu jadwal sidang dari pengadilan,” tambah Sigit.
Sebelumnya, Kejari Kabupaten Madiun menetapkan dua tersangka dalam perkara ini pada, Kamis (24/7/2025), yakni Jaelono dan EEP. Keduanya diduga terlibat dalam penyimpangan dana BKK Tahun Anggaran 2022 untuk proyek kolam renang desa.
Dalam penyidikan, Jaelono disebut mengambil alih seluruh tahapan proyek, mulai dari merekrut tukang hingga pengadaan material bangunan. Sementara EEP disebut menyusun RAB dan secara sepihak mengubah desain menjadi tiga kolam dengan spesifikasi berbeda tanpa justifikasi teknis maupun prosedur yang sah.
Perubahan itu diduga menjadi penyebab utama kerugian keuangan negara, berdasarkan audit oleh Auditor Kejaksaan Tinggi Jawa Timur proyek tersebut mengakibatkan potensi kerugian hingga ratusan juta rupiah dari total anggaran Rp600 juta.
Menanggapi gugatan tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Madiun, Oktario Hartawan Achmad menyatakan bahwa pihaknya menghormati proses hukum dan siap membuktikan seluruh unsur perkara di sidang.
“Kalau praperadilan, silakan saja. Itu hak dari pihak pemohon. Yang jelas, kami sudah pegang alat bukti dan keterangan saksi yang akan memperjelas posisi masing-masing pihak di persidangan,” ujarnya.
Oktario juga membuka peluang adanya perkembangan baru dalam kasus ini.
“Syukur-syukur kalau nanti di sidang praperadilan ada fakta baru yang terungkap. Bisa jadi akan membuka jalan, untuk penyidikan lanjutan. Kami siap,” tegasnya.
Reporter: Wiwiet Eko Prasetyo/Editor: Ais