
JAKARTA (Lentera) -Di sebuah meja kayu di depan warung bakmi Jawa di Bentara Budaya Jakarta (BBJ), Palmerah, Jakarta, Marsekal Pertama (Marsma) TNI Fajar Adriyanto nampak lahap ketika menyantap sepiring bakmi godog yang baru rampung dimasak.
"Ini salah satu makanan favorit saya, Dan. Saya punya langganan, kapan-kapan kita makan bareng di sana," ucap Fajar 12 Juni 2024 silam.
Saat itu, Fajar baru saja selesai berbagi cerita mengenai peristiwa Bawean, salah satu peristiwa bersejarah penting TNI Angkatan Udara yang terjadi 2003 silam di dalam program BRIGADE Podcast.
Program bertajuk “Brigade Podcast”, merupakan kolabrasi Kompas.com dengan TNI AD, sebuah sajian konten yang inspiratif, heroik, sekaligus humanis.
Ketika menyantap bakmi yang masih mengepul itu, Fajar menceritakan kegiatannya yang saat ini banyak aktif di Federasi Aero Sport Indonesia (FASI), usai tak lagi menjabat sebagai Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara (Kadispenau).
Bahkan, Fajar sempat mengajak untuk meliput kegiatan FASI dan terbang menggunakan salah satu pesawat FASI jika ada waktu. Obrolan singkat itu berakhir ketika bakmi godog tersebut telah habis disantap.
Setahun berselang. Tepatnya pada 23 Juni 2025, Fajar mengunggah postingan reels di akun Instagram pribadinya, @fajar_f16. Perwira tinggi bintang satu itu baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-55.
Rekan wartawan sempat menyampaikan pesan selamat ulang tahun kepadanya, dan mengajaknya kembali untuk makan bakmi Jawa di BBJ sembari mengobrol rencana peliputan.
Pesan itu dibalas. Ia berharap agar rencana kegiatan itu dapat diulang. Namun, belum sempat rencana itu dilaksanakan, Fajar keburu dipanggil Yang Maha Kuasa.
Insiden di Ciampea
Langit Ciampea, Bogor, Jawa Barat menjadi saksi bisu kepergian salah satu putra terbaik TNI AU ini, Minggu (3/8/2025) pagi.
Pesawat latih sipil jenis Microlight Fixedwing Quicksilver GT500 dengan nomor register PK-S126 milik FASI yang dikemudikan Fajar lepas landas dari Lanud Atang Sendjaja pukul 09.08 WIB.
Ia tak terbang sendiri. Ada Roni yang menjadi co-pilot dalam misi latihan profisiensi penerbangan olahraga dirgantara itu.
Tak lama usai lepas landas, pesawat itu jatuh. Sekitar pukul 11.18 WIB, sebuah pesan singkat masuk ke dalam grup percakapan WhatsApp wartawan.
"Mohon ijin melaporkan informasi dan berita duka, telah terjadi crashed, pesawat FASI, PK-S216 jatuh di Ciampea untuk pilot Marsma TNI Fajar Adriyanto meninggal dunia," demikian bunyi pesan singkat tersebut.
Kabar tersebut sempat membuat sejumlah awak media tak percaya dan mencari konfirmasi ke berbagai pihak untuk memastikan kebenaran kabar itu.
Sekitar pukul 13.43 WIB, baru mendapatkan konfirmasi dari Kadispenau Marsma I Nyoman Suadnyana mengenai kabar gugurnya Fajar dalam penerbangan itu. Menurutnya, pesawat yang dipiloti Fajar sempat hilang kontak pukul 09.19 WIB dan ditemukan jatuh di sekitar Taman Pemakaman Umum (TPU) Astana.
"Pesawat lepas landas dari Lanud Atang Sendjaja pukul 09.08 WIB dalam rangka misi latihan profisiensi penerbangan olahraga dirgantara sebagai bagian dari pembinaan dan pemeliharaan kemampuan," terang Kadispenau dalam keterangan resminya.
Kadispenau menjelaskan bahwa penerbangan ini merupakan bagian dari latihan rutin pembinaan kemampuan personel FASI, induk olahraga dirgantara nasional yang berada di bawah binaan TNI AU.
Nyoman juga mengonfirmasi penerbangan telah dilengkapi Surat Izin Terbang (SIT) nomor SIT/1484/VIII/2025 yang diterbitkan Lanud Atang Sendjaja.
"Pesawat dinyatakan laik terbang dan merupakan sortie kedua pada hari itu," jelasnya.
TNI AU Berduka
Bagi Nyoman, mendiang telah meninggalkan semangat keteladanan dan pengabdian tinggi yang menjadi inspirasi bagi penerusnya dalam menjaga langit Indonesia.
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto juga mengenang Marsma Fajar sebagai sahabat yang murah senyum.
Agus yang ditemui di rumah duka, mengenang Fajar saat masih bersama-sama menimba ilmu di Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Laut (Seskoal) pada 2014-2015.
Dengan mata memerah dan berkaca-kaca, Panglima TNI hanya menyampaikan doa agar sahabatnya beristirahat dengan tenang.
“Beliau itu senyum terus, selalu senyum. Mudah-mudahan terbaik untuk beliau,” tutur Jenderal TNI Agus Subiyanto dengan suara pelan.
Jenazah Marsma Fajar disemayamkan di rumahnya di Kompleks TNI AU Triloka, Pancoran, Jakarta Selatan.
Ia akan dimakamkan di pemakaman keluarga di Probolinggo, Jawa Timur, Senin (4/8/2025).
Dogfight di Langit Bawean
Nama Fajar pernah menggetarkan publik Tanah Air ketika dirinya menjadi salah satu dari dua penerbang F-16 Fighting Falcon TNI AU yang mengusir lima unit pesawat F/A-18 Hornet milik Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy) dari wilayah udara Indonesia di atas perairan Bawean, Jawa Timur, pada 3 Juli 2003.
"Ia dikenal sebagai sosok berdedikasi tinggi dan menjadi salah satu tokoh penting dalam sejarah TNI AU, termasuk keterlibatannya dalam peristiwa udara dengan pesawat F/A-18 Hornet Angkatan Laut Amerika Serikat di langit Bawean tahun 2003," urai Nyoman Suadnyana.
Saat itu, jet tempur AS secara sepihak melintasi wilayah udara Indonesia tanpa izin. TNI AU merespons dengan mengirim dua F-16 dari Lanud Iswahjudi, Magetan, Jawa Timur.
Salah satu penerbangnya adalah Marsma Fajar Adriyanto, yang saat itu mengudara menggunakan Falcon 1 TS-1603 bersama Kapten Ian. Fajar juga masih berpangkat Kapten Penerbang kala itu.
Sementara, satu F-16 lainnya, Falcon 2 TS-1602 dikendalikan Kapten Tonny/Kapten Satriyo. Diketahui, Kapten Tonny yang dimaksud kini menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), yaitu Marsekal Tonny Harjono.
Pada pukul 17.25, Falcon 1 terlibat manuver jarak dekat dengan dua F-18 Hornet. Kedua pesawat US Navy itu mengambil posisi menyerang dan membuat F-16 yang ditumpangi Marsma Fajar terancam. Sementara itu, Falcon 2 memposisikan sebagai support fighter.
Falcon 1 kemudian melihat, kapal fregat US Navy tengah bergerak ke timur. Falcon 2 lalu melakukan rocking the wing sebagai pernyataan bahwa Falcon 1 tidak mengancam.
Falcon 1 kemudian menjalin kontak suara dengan F-19 Hornet di UHF 243.0. Pesawat asing itu lalu mengabarkan bahwa mereka berasal dari satuan US Navy yang terdiri dari beberapa kapal perang.
Para penerbang dari Paman Sam itu mengeklaim telah mengantongi izin lintas. Falcon 1 pun menyatakan pihaknya sedang berpatroli dan datang hanya untuk identifikasi. Setelah itu, F-18 Hornet menjauh dan tidak lagi mengancam.
Aksi pengusiran tersebut menjadi salah satu momen paling ikonik dalam sejarah dirgantara Indonesia dan memperlihatkan kesiapsiagaan TNI AU dalam menegakkan kedaulatan wilayah udara.
Alumnus AAU 1992
Marsma TNI (Purn) Fajar Adriyanto adalah perwira tinggi TNI AU kelahiran 20 Juni 1970. Mengutip wikipedia beliau putra daerah yang berasal dari Probolinggo, Jawa Timur. Ia dikenal sebagai penerbang tempur F-16 Fighting Falcon dengan callsign "Red Wolf" dan lulusan AAU tahun 1992.
Kepiawaiannya di kokpit membawanya meniti berbagai jabatan strategis, mulai dari Komandan Skadron Udara 3, Komandan Lanud Manuhua di Biak, Kadispenau, Kepala Pusat Potensi Dirgantara (Kapuspotdirga), Asisten Potensi Dirgantara (Aspotdirga) Kaskoopsudnas dan terakhir sebagai Kepala Kelompok Staf Ahli (Kapoksahli) Kodiklatau.
Meski sudah berada di balik meja dan memegang peran manajerial, semangat terbangnya tak pernah surut. Ia tetap aktif sebagai instruktur dan penguji terbang, khususnya untuk pesawat latih.
Kepergian Marsma TNI Fajar Adriyanto meninggalkan duka, namun juga kebanggaan.
Ia adalah simbol semangat pengabdian tanpa henti, bahkan hingga akhir hayatnya masih berada di kokpit, tempat yang begitu dicintainya.
Langit Indonesia mungkin kehilangan satu bintangnya.
Selamat jalan, Sang "Red Wolf". Terbanglah tinggi di langit abadi.
Editor: Arifin BH