09 August 2025

Get In Touch

KPK Tahan 2 Tersangka Kasus Korupsi Jalan Tol Trans Sumatera

Mantan Direktur Utama Hutama Karya Bintang Perbowo (kedua kanan) dan Mantan Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan Investasi PT Hutama Karya yang juga Ketua Tim Pengadaan Lahan Rizal Sutjipto (kedua kiri) mengenakan rompi orange usai diumumkan sebagai tersa
Mantan Direktur Utama Hutama Karya Bintang Perbowo (kedua kanan) dan Mantan Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan Investasi PT Hutama Karya yang juga Ketua Tim Pengadaan Lahan Rizal Sutjipto (kedua kiri) mengenakan rompi orange usai diumumkan sebagai tersa

JAKARTA (Lentera)-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan dua tersangka korupsi pengadaan lahan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) tahun anggaran 2018-2020. Mereka adalah  mantan Direktur Utama BUMN Hutama Karya, Bintang Perbowo dan Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan Investasi Hutama Karya, Rizal Sutjipto. 

Keduanya ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) cabang KPK usai diperiksa, Rabu (6/8/2025).

"KPK akan melakukan penahanan selama 20 hari pertama, terhitung 6 Agustus hingga 25 Agustus 2025. " ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. 

Keduanya telah ditetapkan tersangka sejak Juni 2024. KPK sebenarnya menetapkan empat tersangka pada kasus ini. Selain Bintang Perbowo dan Rizal, dua tersangka lain adalah komisaris Sanitarindo Tangsel Jaya, Iskandar Zulkarnaen, dan tersangka korporasi PT Sanitarindo Tangsel Jaya. Namun, KPK tidak melanjutkan perkara Iskandar, karena dia sudah meninggal. 

Para tersangka diduga melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, mereka juga disangkakan melanggar Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Jejak Kasus

Kasus korupsi ini berawal saat PT Hutama Karya berencana mengembangkan beberapa titik kawasan ruas jalan tol Trans Sumatera di Lampung menjadi kompleks perumahan dan perkantoran. Namun, pengembangan itu terhenti lantaran KPK mengendus adanya indikasi korupsi di balik pengadaan lahan.

Lembaga antirasuah menelusuri dugaan penyimpangan proyek jalan tol Lampung yang dikelola badan usaha milik negara itu. Penyelidikan berfokus pada anggaran PT Hutama Karya untuk membebaskan lahan masyarakat selama 2018-2020. Lahan seluas 43 hektare berada di Desa Bakauheni dan 85 hektare lahan yang diberi ganti rugi berada di Desa Canggu, Kecamatan Kalianda. Keduanya berada di Kabupaten Lampung Selatan.

Dalam pengembangan kasus ini, KPK telah menyita sejumlah barang bukti yaitu sebuah apartemen di Tangerang Selatan bernilai Rp 500 juta serta 65 bidang tanah di Kalianda. KPK mengatakan bahwa 65 bidang tanah itu telah dibeli para tersangka dengan membayar uang muka sekitar 5 hingga 20 persen pada 2019.

Uang yang digunakan para tersangka untuk membayar uang muka itu berasal dari hasil dugaan tindak pidana korupsi ini. Juru bicara KPK, yang saat itu masih dijabat oleh Tessa Mahardika Sugiarto mengatakan, para petani tidak bisa menjual 65 bidang tanah itu kepada pihak lain karena surat kepemilikan tanah itu dikuasai notaris.

"Sudah hampir enam tahun tidak ada kepastian atau kelanjutan atas pembayaran lahan-lahan tersebut. Di satu sisi para petani tidak bisa menjual tanah tersebut kepada pihak lain karena selama ini surat-surat kepemilikan tanah mereka dikuasai atau dipegang oleh pihak notaris," ujarnya pada 30 April 2025.

Para petani, kata Tessa, juga tidak dapat mengembalikan uang muka yang telah mereka dapatkan karena alasan ekonomi. Meski begitu, para petani tetap memanfaatkan 65 bidang tanah itu untuk menanam jagung. "Penyidik KPK pada akhirnya memutuskan untuk menyita 65 bidang tanah tersebut berikut surat-suratnya agar terdapat kepastian hukum atas status tanah tersebut," tutur dia.

Penyitaan bertujuan agar KPK dapat meminta kepada pengadilan untuk memutus tanah dan surat-surat itu dapat dikembalikan kepada para petani tanpa pengembalian uang muka yang pernah mereka terima.

Editor:Widyawati/berbagai sumber


 

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.