08 August 2025

Get In Touch

Fraksi PDIP DPRD Jatim Ingatkan, Krisis Sampah Ancam Kesehatan dan Peradaban

Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim, Agus Black Hoe
Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim, Agus Black Hoe

SURABAYA (Lentera) -Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) DPRD Jawa Timur mengingatkan Pemerintah Provinsi terkait ancaman serius krisis sampah yang dinilai semakin mengkhawatirkan kesehatan dan peradaban. Volume sampah di Jatim terus meningkat, sementara kebijakan pengelolaannya dinilai belum dijalankan secara visioner dan terukur.

Anggota Fraksi PDIP DPRD Jatim, Agus Black Hoe Budianto, menyebut persoalan sampah telah memasuki fase darurat. Namun, menurutnya, belum ada lompatan kebijakan progresif dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam menangani permasalahan ini.

“Setiap hari, Jawa Timur memproduksi sampah sekitar 31.000 hingga 33.000 ton. Tapi sejauh ini belum ada lompatan kebijakan yang benar-benar progresif dari Pemprov. Kita masih berkutat pada metode lama seperti open dumping dan sanitary landfill yang jelas tidak berkelanjutan,” ungkap Agus Black Hoe, Kamis (07/08/2025).

Agus yang juga anggota Komisi D DPRD Jatim menjelaskan bahwa kapasitas TPA di berbagai kabupaten/kota semakin terancam, termasuk Surabaya yang menyumbang 1.400–1.600 ton sampah per hari. Ia menambahkan bahwa wilayah lain seperti Mataraman dan Tapal Kuda juga menunjukkan peningkatan volume sampah akibat pertumbuhan permukiman.

“Kalau tidak segera ada langkah integratif, jangan salahkan masyarakat kalau nanti sampah menumpuk di pinggir jalan. Ini bukan hanya masalah teknis, tapi juga soal visi dan keberanian dalam mengubah sistem,” ujarnya.

Ia mendorong Pemprov untuk segera menjalankan Perda Nomor 9 Tahun 2022 dan Pergub Nomor 93 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sampah Regional, terutama di kawasan aglomerasi seperti Surabaya Raya, Malang Raya, Mataraman, dan Tapal Kuda.

Selain itu, Agus mengkritik lambannya penerapan teknologi pengolahan sampah seperti RDF (Refuse Derived Fuel) dan WtE (Waste to Energy) yang hingga kini masih sebatas wacana. Ia menilai Pemprov harus berani menerapkan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dalam pembangunan fasilitas PLTSa dan WtE.

“Jangan terus menerus mengandalkan APBD yang terbatas,” tambahnya.

Agus juga menyoroti keterbatasan kapasitas TPA di berbagai daerah, termasuk Ngawi dan Ponorogo, yang menurutnya perlu ditambah titik pembuangannya. Di sisi lain, rendahnya tingkat pemilahan sampah di tingkat rumah tangga juga harus menjadi perhatian.

Ia mendorong penguatan bank sampah, ekosistem carbon trading, hingga pengadaan insinerator skala kecil di tingkat desa atau kelurahan. Menurutnya, APBD Jatim memiliki kapasitas untuk terlibat aktif dalam menangani sampah rumah tangga.

“Kita butuh pendekatan multi-level: dari rumah tangga, RT-RW, desa, hingga kota. Jangan semuanya dibebankan ke hilir. Kalau mau serius, berikan insentif kepada warga yang memilah sampah. Ini soal perubahan budaya,” katanya.

Agus menekankan bahwa krisis sampah bukan sekadar persoalan lingkungan, tetapi juga menyangkut kesehatan publik, ekonomi sirkular, dan wajah peradaban daerah ke depan.

Ia juga mengingatkan pentingnya penerapan Pergub 93/2023, khususnya Pasal 19 yang mengatur kompensasi kepada warga terdampak dari kegiatan penanganan sampah di TPPAS atau TPST regional.

“Apa gunanya Perda dan Pergub jika penerapannya tidak ada, maka kami minta Pemprov Jatim konsisten mengatasi masalah sampah ini sebaik mungkin,” pungkasnya.

Reporter: Pradhita|Editor: Arifin BH

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.