
BLITAR (Lentera) - Pengacara, asal Blitar, Joko Trisno Mudiyanto mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap pengusaha perkebunan berinisial, STW yang diduga sepihak mencabut kuasa hingga mengakibatkan kerugian materiil ratusan juta rupiah.
Disampaikan kuasa hukum Joko Trisno Mudiyanto, Hendi Priono pihaknya telah mendaftarkan gugatan PMH ke Pengadilan Negeri (PN) Blitar, Jumat (8/8/2025).
"Tergugat Direktur PT Rotorejo Kruwuk, Surya Teja Wijaya (STW) warga Kota Blitar, dengan nomor register gugatan: 100/Pdt.G/2025/PN Blt," ujar Hendi dalam keterangannya, Sabtu (9/8/2025).
Dijelaskannya, gugatan PMH dilakukan setelah penggugat yang pernah diberikan beberapa kuasa (kurang lebih ada 7 kuasa) sejak November 2019 hingga Juli 2025, untuk membela kepentingan tergugat. Terkait perlindungan hukum dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU), serta sertifikat HGU atas nama PT Rotorejo Kruwuk.
"Penggugat setelah menerima kuasa, telah melakukan berbagai tindakan hukum untuk kepentingan tergugat. Antara lain: konflik penguasaan lahan oleh warga sejak 2014 dan pengurusan perpanjangan HGU yang kini sudah proses penerbitan sertifikat HGU oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN)," jelas Hendi.
Saat pemberian kuasa dipaparkan Hendi, tergugat tidak memberikan dana operasional tapi menyatakan menyetujui perhitungan penggugat dan menjanjikan untuk mengganti setiap pemberian kuasa serta tindakan hukum yang dilakukan penggugat.
"Dengan segala tindakan hukum yang sudah dilakukan penggugat, tiba-tiba pada 23 Juli 2025 tergugat mencabut semua surat kuasa tanpa koordinasi dengan penggugat dan menyelesaikan kewajibannya selaku pemberi kuasa," paparnya.
Bahkan lanjutnya, tergugat mengirimkan surat pencabutan kuasa ke beberapa pihak diantaranya, Polres Blitar, Polsek Gandusari, Kades Sumberagung dan Kades Gadungan, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar.
"Alasan pencabutan tidak maksimalnya kerja penggugat, dianggap gagal dan tidak profesional (sebuah diksi yang tidak terukur). Padahal penggugat selaku
penerima kuasa, telah menunjukan prestasi kerjanya. Meskipun pencabutan hak pemberi kuasa, namun harus disertai alasan yang jelas (pasal 1814 KUHPerdata)," tandas Hendi.
Setelah adanya pencabutan kuasa, penggugat telah mengirimkan somasi agar tergugat memberikan konfirmasi dan menyelesaikan kewajibannya. Tapi sampai batas waktu 7 hari yang diberikan, tergugat mengabaikan dan tidak ada itikad baik.
Maka Perbuatan Melawan Hukum (PMH) tergugat, menurut Hendi nyata-nyata menimbulkan kerugian materiil dan immateriil bagi penggugat.
"Kerugian materiil berupa Lawyer Fee, dana operasional dan apresiasi tindakan hukum atas setiap produk surat sejak 2019 sampai 2025 estimasi kerugian mencapai ratusan juta rupiah," bebermya.
Ditambahkan Hendi, sedangkan kerugian immateriil bagi penggugat, yaitu rasa malu dan penghinaan profesi yang tidak bisa dinilai dengan uang.
"Sesuai jadwal, sidang pertama akan digelar Selasa, 19 Agustus 2025 mendatang," imbuhnya.
Reporter: Ais/Editor: Arief Sukaputra