15 August 2025

Get In Touch

Bapenda Kota Malang Menepis Informasi Kenaikan Tarif PBB

Kepala Bapenda Kota Malang, Handi Priyanto. (dok. Ist)
Kepala Bapenda Kota Malang, Handi Priyanto. (dok. Ist)

MALANG (Lentera) -Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang, Handi Priyanto, menegaskan tidak ada kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada tahun 2025 ini. Hal ini sekaligus menepis informasi yang beredar terkait adanya penyesuaian tarif setelah disahkannya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).

Handi mengatakan, isu kenaikan tarif PBB tersebut tidak benar. Target penerimaan PBB pada tahun 2026 mendatang, menurutnya masih sama seperti tahun 2025, yakni sebesar Rp73 miliar.

"Tidak. Tidak ada kenaikan tarif. Info dari mana? Target sekarang Rp73 miliar, target tahun depan juga sama, Rp73 miliar. Kalau targetnya gak naik, naiknya (tarif) dari mana?," ujarnya, Rabu (13/8/2025).

Untuk diketahui, Perda Nomor 1 Tahun 2025 sendiri merupakan hasil revisi dari Perda Nomor 4 Tahun 2023 tentang PDRD. Dalam Pasal 8 Perda 4/2023, tarif PBB dibagi menjadi empat kategori berdasarkan klasifikasi Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Dengan tarif terendah 0,055 persen untuk NJOP maksimal Rp1,5 miliar, dan tertinggi 0,167 persen untuk NJOP di atas Rp100 miliar.

Sedangkan di pasal yang sama pada Perda 1/2025 ini, skema tersebut diubah menjadi single tarif sebesar 0,2 persen.

Handi menegaskan penerapan single tarif tidak serta-merta berdampak pada kenaikan nilai PBB yang dibayarkan masyarakat.

"Single tarif pun juga tidak berdampak ke kenaikan PBB. Tidak menyentuh sama sekali. Makanya kan target tahun depan juga sama, Rp73 miliar," katanya.

Handi juga menepis pernyataan Anggota DPRD Kota Malang, Arief Wahyudi, yang menyebut kenaikan tarif mencapai empat kali lipat.

"Gak ada. Gak benar itu," tegasnya.

Ditambahkannya, kebijakan untuk menaikkan tarif PBB merupakan kewenangan kepala daerah. Hingga saat ini, menurutnya, Wali Kota Malang tidak memiliki rencana untuk menaikkan tarif tersebut.

"(Tahun depan) Belum tentu naik. Itu kan kebijakan kepala daerah. Setahu saya gak ada rencana untuk kenaikan PBB. Justru PDRD kemarin kan juga berpotensi menurunkan PAD karena minimal Omzet PBJT Mamin dari Rp5 juta menjadi Rp15 juta," katanya.

Di sisi lain, dalam pemberitaan sebelumnya, Anggota Komisi C DPRD Kota Malang, Arief Wahyudi, menilai ketentuan tarif PBB dalam Perda 1/2025 berpotensi membebani masyarakat. Menurutnya, tarif yang sebelumnya paling rendah 0,055 persen kini menjadi 0,2 persen atau menurutnya naik hampir 4 kali lipat.

"Dari 0,055 menjadi 0,2. Itu hampir 4 kali lipat," katanya.

Arief pun menyarankan agar Pemkot dan DPRD segera merevisi Perda tersebut. "Kita revisi saja daripada nanti masyarakat yang minta direvisi. Tidak ada aturannya harus menunggu sekian tahun," ucapnya.

Ia juga mengingatkan, pelaksanaan kebijakan kepala daerah harus berlandaskan aturan tertulis. "Kalau Pak Wali menyatakan kenaikan tarif tidak akan dijalankan tetapi Perda tidak direvisi, itu salah. Melanggar Perda juga. Aturan hukum harus dijalankan bersama," ujarnya.

"Paling aman ya direvisi dalam tempo sesingkat-singkatnya. Sehingga masyarakat memahami, oh ternyata Pak Wali, DPRD, pro kepada rakyat," pungkasnya. 

Sebelumnya diberitakan, anggota Komisi C DPRD Kota Malang, Arief Wahyudi, meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Malang segera merevisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).

Desakan tersebut disampaikan Arief melalui interupsi pada rapat paripurna DPRD Kota Malang, Rabu (13/8/2025). Ia mengingatkan, jika revisi tidak segera dilakukan, kebijakan ini berpotensi memicu gelombang protes warga, seperti yang terjadi di Kabupaten Pati, Jawa Tengah.

Reporter: Santi Wahyu|Editor: Arifin BH

 

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.