
SURABAYA (Lentera) – Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak, menanggapi kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Jombang yang memicu keresahan masyarakat. Emil menjelaskan bahwa keputusan kenaikan tersebut diambil sebelum Bupati baru menjabat. Oleh karena itu, Bupati saat ini membutuhkan waktu untuk mempelajari detailnya.
Menurut Emil, Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah berkomunikasi dengan Pemerintah Kabupaten Jombang. Ia menekankan pentingnya melayani setiap pertanyaan masyarakat terkait penilaian objek pajak dan membuka ruang selebar-lebarnya untuk mengevaluasi hasil penilaian tersebut. "Kami berkomunikasi bahwa siapapun yang punya pertanyaan terkait penilaian objek pajak ini harus dilayani sebaik-baiknya," ujar Emil di Gedung Negara Grahadi, kamis (14/8/2025).
Emil menjelaskan bahwa penilaian independen terhadap Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah program baku yang seharusnya dijalankan oleh dinas atau badan pendapatan daerah. Namun, ia menegaskan bahwa ruang untuk mengajukan keberatan bagi pemilik properti atau tanah tetap terbuka lebar.
Wakil Gubernur juga menyoroti adanya lonjakan PBB-P2 yang signifikan, yang tidak hanya meningkatkan nominal pajak, tetapi juga bisa menaikkan bracket persentase pajak yang harus dibayar. Hal ini dapat menjadi beban berat, terutama bagi masyarakat dengan kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
"Jangan hanya bicara oh nilainya hari ini marketplace-nya beda, tapi perhatikan dampaknya kepada yang membayar pajak," tegas Emil.
Ia berharap pemerintah daerah memiliki empati terhadap kondisi ekonomi masyarakat, terutama pensiunan yang mungkin tidak mengalami kenaikan pendapatan meskipun nilai properti mereka meningkat.
Emil mengapresiasi respons bijak dari Bupati Jombang yang membutuhkan waktu untuk mempelajari masalah ini. Ia berharap ada dua jalur solusi yang bisa ditempuh:
Yang pertama adalah membuka ruang pengajuan keberatan, di mana masyarakat yang merasa keberatan dengan nilai PBB-nya dapat mengajukan keringanan atau banding. Emil memastikan jalur ini berlaku di semua daerah dan bahkan bisa dikabulkan.
Kedua, pemerintah proaktif yaitu mendorong Kepala daerah tingkat II untuk secara proaktif melihat apakah ada wajib pajak yang mengalami lonjakan PBB terlalu besar dan segera memberikan pertimbangan agar tidak memberatkan.
Emil juga menyinggung perbedaan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) antara daerah perkotaan dan pedesaan. Di daerah perkotaan, PAD banyak bersumber dari pajak restoran atau hiburan, sementara di daerah kabupaten, khususnya yang memiliki banyak kawasan hutan seperti Trenggalek, sumber PAD lebih bervariasi, termasuk dari layanan publik seperti pengelolaan rumah sakit.
Mengenai potensi daerah lain di luar Jombang yang mengalami kenaikan PBB serupa, Emil menyatakan sudah mulai ada nama-nama daerah yang muncul. Namun, ia belum bisa membagikannya karena belum berkomunikasi langsung dan datanya belum valid.
Emil menjadikan kasus di Jombang sebagai "test case" untuk komunikasi dengan daerah-daerah lain di Jawa Timur. Ia menyebutkan contoh kasus di Jombang, di mana ada objek pajak yang nominalnya melonjak drastis. Kenaikan drastis ini, kata Emil, disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kesulitan mendapatkan pemetaan yang akurat. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya keterbukaan dalam melakukan review atau peninjauan ulang. (*)
Reporter : Lutfi
Editor : Lutfiyu Handi